JAKARTA-(Globalnews.id): EF (English First) mengumumkan hasil survei global ‘English Proficiency Index’ (EF EPI) di Jakarta Sabtu (10/12), dengan skor Indonesia 52.91, berada di posisi ke-32 dari 72 negara yang disurvei secara global.
EF EPI merupakan survei terbesar yang mengukur kemampuan Bahasa Inggris negara-negara di dunia dan dianggap sebagai patokan internasional untuk kemampuan Bahasa Inggris tingkat dewasa.
Hasil survei tahun ini menunjukan Singapura sebagai negara Asia dengan peringkat paling atas dalam hal kemampuan Bahasa Inggris, diikuti dengan Malaysia dan Filipina yang termasuk 15 besar.
Di sisi lain, Indonesia meraih nilai yang lebih rendah dibandingkan beberapa negara tetangga di kawasan, termasuk Vietnam yang berada di posisi ke-31 yang tergolong ‘level menengah’.
EF English Proficiency Index menghitung nilai rata-rata tingkat kemampuan berbahasa Inggris orang dewasa menggunakan data dari dua tes bahasa Inggris EF yang berbeda.
Tes pertama dapat diakses secara gratis di internet. Tes kedua adalah tes penempatan level yang digunakan oleh EF selama proses pendaftaran siswa baru untuk program bahasa Inggris.
Kedua tes ini mencakup bagian tata bahasa, kosakata, membaca dan mendengarkan. Indeks ini hanya mempertimbangkan data dari negara yang setidaknya memiliki 400 peserta tes. Hasil tes dari negara dengan jumlah peserta kurang dari 100 orang pada salah satu dari kedua tes juga tidak diikutsertakan, tanpa melihat jumlah peserta tes.
“EF ‘English Proficiency Index’ telah lama digunakan oleh banyak negara sebagai standar penting untuk melihat kemampuan Bahasa Inggris,” kata Steve Crooks, Direktur Penelitian Pendidikan & Pengembangan di EF English First Global.
“Di EF, kami melihat Indonesia sebagai pasar yang penting bagi kursus Bahasa Inggris kami. Sebagai negara yang terus berkembang, meningkatkan kemampuan bahasa Inggris – baik lisan dan tulisan menjadi penting untuk menarik investasi asing, perusahaan multinasional dan menciptakan pekerjaan berbayar tinggi yang menjadi visi pemerintah Indonesia di masa depan melalui investasi bisnis dengan tingkat servis yang lebih baik,” tambah Crooks.
Indonesia sebagai salah satu macan ekonomi Asia dan merupakan ekonomi global yang sedang berkembang, dengan tingkat pertumbuhan yang didukung dengan angka tenaga terbesar di ASEAN. Indonesia juga merupakan negara terbesar keempat berdasarkan angka tenaga kerja. Pada tahun ini, Indonesia telah secara progresif melakukan berbagai reformasi ekonomi dan pendidikan dengan tujuan membuka sektor ekonomi lebih besar kepada investor asing dan mendorong liberalisasi ekonomi.
Meski demikian, defisiensi tenaga kerja dengan kemampuan berbahasa Inggris yang besar telah menghambat Indonesia dalam menarik investasi ekonomi, serta berperan sebagai hub kawasan bagi perusahaan-perusahaan multinasional – yang lebih memilih negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia atas tingkat kemampuan Bahasa Inggrisnya yang tinggi.
Crooks menyampaikan, kemampuan Bahasa Inggris merupakan aset penting bagi negara untuk menarik investasi dan modal asing. Bahasa Inggris merupakan bahasa bisnis global. Bisnis yang beroperasi di lebih dari satu negara perlu memiliki tenaga kerja yang dapat berkomunikasi dengan mudah dan professional dalam Bahasa Inggris.
Ketika kemampuan Bahasa Inggris tidak memadai, tawaran-tawaran pekerjaan jasa dengan upah tinggi yang ditawarkan oleh perusahaan multinasional seringkali pindah ke negara-negara yang memiliki tenaga kerja multilingual.
Hal ini merupakan realita dari ekonomi global. Meski Indonesia telah mencapai kemajuan yang luar biasa dalam hal peningkatan sumber daya manusia, serta telah memasukan Bahasa Inggris sebagai pelajaran wajib sejak sekolah dasar, namun kapasitas rata-rata masyarakat Indonesia masih cenderung menengah jika dibandingkan secara global.
“Kami yakin jika Indonesia fokus dalam meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris, Indonesia akan lebih baik dalam menarik investasi yang lebih besar dan membangun ekonomi serta tenaga kerja modern. Tidak ada alasan bagi Indonesia, sebagai negara dan kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara untuk tidak dapat membuat langkah besar di masa depan jika keterampilan sumber daya manusia dan segala instrumen bisnis lainnya terus dikembangkan.”
Teknologi informasi dan digital yang 50 persennya menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa utama juga memperlihatkan Indonesia perlu lebih fokus pada pengembangan keterampilan Bahasa Inggris diseluruh negeri. “Dahulu, Bahasa Inggris menyebarkan pengaruhnya sebagai Bahasa perdagangan internasional dan diplomasi,” kata Berly Martawardaya, ahli ekonomi senior di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF).
“Kini globalisasi, urbanisasi dan internet telah mengubah peran Bahasa Inggris secara dramatis selama 20 tahun terakhir. Bahasa Inggris kini menjadi keterampilan dasar bagi tenaga kerja dan merupakan akses penting bagi seluruh industri untuk menggunakan teknologi dan berkomunikasi dengan kolega.
“Kita perlu membuka mata Indonesia pada fakta tersebut dan terhadap kesempatan-kesempatan yang besar bagi negeri ini. Namun, Indonesia hanya dapat berhasil jika menganggap Bahasa Inggris penting dan mau bersaing dengan negara-negara lain di kawasan yang juga mengejar investasi untuk pembangunan. Kita tidak bisa berpuas diri dan membiarkan negara tetangga mengungguli kita dalam era global ini.”
EF ‘English Proficiency Index disirkulasikan setiap tahun di seluruh 72 negara yang berpartisipasi secara global. Laporan ini mengidentifikasi area kunci di mana negara-negara dapat meningkatkan dan menyusun strategi dalam mengembangkan kemampuan bahasa Inggris. (jef)
–