Jakarta – Sejak Mahkamah Konstitusi (MK) menganulir UU Nomor 17 Tahun 2012, masyarakat koperasi dipaksa untuk kembali menggunakan UU Nomor 25/1992, UU produk lama yang dinilai tidak lagi sesuai dengan tuntutan zaman. Namun, salah satu pembicara yaitu akademisi Revrisond Baswir mempertanyakan keberadaan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) tertuang dalam RUU Perkoperasian. “Saya minta Dekopin tidak lagi mendapat kucuran dana melalui APBN”, tegas Revrisond dalam sebuah seminar nasional bertema “Urgensi UU Koperasi Baru Menyongsong Reposisi Bisnis Koperasi di Era Disruptif ” , di Jakarta, Rabu (16/1).
Menurut Revrisond, koperasi itu sifatnya kemandirian. Idealnya, Dekopin itu hidup dari iuran koperasi yang menjadi anggotanya. Sehingga, akan lebih transparan dan memiliki program yang jelas untuk kepentingan Gerakan Koperasi di Indonesia. “ICA sudah secara tegas menyatakan bahwa negara tidak boleh ikut campur. Oleh karena itu, hentikan kucuran dana APBN bagi Dekopin”, kata Revrisond.
Pembicara lain, anggota Komisi VI DPR RI Inas Nasrullah Zubir menambahkan, hal itu bukan berarti ada semangat untuk memberangus Dekopin. Tapi, eksistensi Dekopin diperbaiki melalui perubahan AD/ART. “Pelaku usaha koperasi harus masuk sebagai pengurus Dekopin”, tandas Inas.
Meski begitu, Inas mengakui RUU Perkoperasian lebih baik ketimbang sebelumnya. Pasalnya, koperasi bukan lagi dianggap sebagai perkumpulan modal, melainkan tempat berkumpulnya para pelaku usaha. “Saya akui, semangat dari RUU ini masih berkutat soal koperasi simpan pinjam. Padahal, saya berharap, justru dengan UU Perkoperasian yang baru mampu mendorong kemajuan dari koperasi sektor produksi”, kata Inas.
Oleh karena itu, Inas mengakui bahwa pihaknya tengah menyisir pasal demi pasal yang ada dalam RUU agar tidak sampai ada Judicial Review. “Saya akui, kita tidak ada waktu lagi untuk mengubah pasal-pasal yang ada. Gerakan Koperasi di Indonesia butuh segera payung hukum ini”, ujar Inas lagi.
Salah satu peserta seminar, Ketua Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia (BMI) Komaruddin Batubara mengamini pernyataan Revrisond dan Inas. Komaruddin mengakui selama ini pihaknya tidak merasakan manfaat dan peran dari Dekopin bagi pengembangan koperasi. “Harusnya, orang-orang pelaku koperasi yang duduk dalam kepengurusan Dekopin agar kepentingan Gerakan Koperasi bisa terakomodir. Bahkan, dalam pembahasan RUU Perkoperasian ini kami tidak dilibatkan, baik dalam penyusunan maupun pembahasan”, ungkap Komaruddin.
Dalam kesempatan yang sama, pengamat koperasi Suroto mengatakan, ada tiga hal penting yang harus masuk dalam pasal-pasal RUU Perkoperasian. Yaitu, penguatan jatidiri dan prinsip berkoperasi, pembedaan koperasi dengan pelaku usaha lain (ada insentif khusus seperti pembebasan pajak), dan perlindungan koperasi. “Tiga poin penting ini harus masuk ke dalam UU Perkoperasian”, tukas Suroto.
Suroto pun mengajak Gerakan Koperasi di Indonesia untuk berjuang mengkoperasikan BUMN-BUMN di Indonesia. “Ini yang dinamakan koperasi publik yang bergerak di sektor layanan publik, seperti transportasi, telekomunikasi, listrik, dan sebagainya. Momentumnya saat ini dimana banyak BUMN dalam krisis keuangan alias merugi. Listrik di Amerima Serikat dipasok dan dikelola oleh koperasi. Amerika bisa, mengapa kita tidak bisa”, tukas Suroto.Bagi Suroto, UU Perkoperasian yang telah dibatalkan itu bersifat amat kapitalis. Suroto pun berharap bahwa UU Perkoperasian yang baru tidak jauh lebih buruk ketimbang UU yang sudah dibatalkan tersebut.
Masih Dibahas
Sementara pembicara lain, Asisten Deputi Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM Salekan mengungkapkan, sampai saat ini RUU Perkoperasian masih dibahas bersama dengan Komisi VI DPR RI. “Pada 10-12 Januari 2019 telah dilaksanakan konsinyering terakhir bersama Panja dan selanjutnya diserahkan kepada TIMUS dan TIMSIN untuk melanjutkan pembahasan RUU Perkoperasian. “DPR RI menargetkan RUU Perkoperasian dapat selesai dibahas dalam masa sidang ketiga sampai dengan 13 Februari 2019”, kata Salekan.
Salekan menjelaskan, ada hal-hal baru dan penting dalam RUU Perkoperasian. Diantaranya, pengesahan akta pendirian, perubahan anggaran dasar, dan pembubaran, dilakukan Menteri Hukum dan HAM. “Jadi, dalam RUU ini ada dua menteri, yaitu Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Koperasi yang melakukan pembinaan dan pengawasan koperasi”, kata Salekan.
Salekan menambahkan, definisi koperasi yang tertuang dalam RUU adalah sekumpulan orang yang bersatu secara sukarela dan bersifat otonom untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya melalui usaha bersama yang diselenggarakan berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong royong. “Dalam RUU ini untuk pendirian koperasi primer cukup dengan sembilan orang, yang sebelumnya minimal 20 orang”, imbuh Salekan.
Bahkan, Salekan menandaskan bahwa RUU ini telah menampung aspirasi masyarakat yang berkeinginan untuk berkoperasi berdasarkan prinsip syariah, baik KSP maupun koperasi non KSP. “RUU ini juga telah memuat rumusan atas penjaminan terhadap simpanan anggota pada KSP oleh pemerintah. Ketentuan lebih lanjut terkait dengan penjaminan tersebut akan diatur dalam Peraturan Pemerintah”, papar Salekan.
Selain itu, lanjut Prof Rully, RUU ini memuat rumusan atas Dekopin sebagai satu-satunya organisasi Gerakan Koperasi yang mewakili Gerakan Koperasi Indonesia. “RUU ini memuat rumusan atas penggabungan, peleburan, pemisahan, pemecahan, dan integrasi”, pungkas Salekan.(jef)