Kemenkop dan UKM Siapkan Tenaga Pendamping UMKM yang Terdampak MEA

BATAM: (Globalnews.id)- Kementerian Koperasi dan UKM berkomitmen meningkatkan produktifitas dan daya saing koperasi dan UMKM, serta memprioritaskan pengembangannya secara terintegrasi dalam menghadapi era perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Berkaitan dengan hal tersebut, Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha, Kemenkop dan UKM melaksanakan Temu Konsultasi KUMKM dalam rangka pendampingan penanganan dampak perdagangan bebas MEA, di Travelodge Hotel Batam, Kamis 22 Maret 2018.

Dengan dilaksanakannya Temu Konsultasi ini pendampingan yang dilakukan oleh Pendamping MEA diharapkan dapat tepat sasaran sesuai kebutuhan KUMKM di era perdagangan bebas MEA yang semakin kompetitif baik di pasar dalam negeri, maupun pasar ASEAN.

Kepala Bidang Fasilitasi Mitigasi Resiko Usaha Dampak Globalisasi, Kemenkop dan UKM, Sutrisminingsih menyampaikan kegiatan ini berkaitan dengan akan dilaksanakannya pendampingan oleh para Pendamping MEA, pada Juli hingga September 2018.

Pendampingan penanganan dampak perdagangan MEA tahun 2018 akan dilaksanakan di 6 wilayah yaitu Kota Batam, Tasikmalaya, Yogyakarta, Bali, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan, dengan mendayagunakan 3 (tiga) pendamping di masing-masing wilayah.

“Diharapkan dengan temu konsultasi ini, para pendamping memahami mekanisme pendampingan dan mengetahui permasalahan KUMKM yang akan didampingi,” kata Sutrisminingsih.

Kepala Dinas KUKM Kota Batam, Suleman Nababan menyambut baik kegiatan Temu Konsultasi ini. Ia berharap agar produk UMKM di kota Batam dapat berdaya bersaing. Karena itu, kata dia perlu ada standar baku mutu dari produk yang dihasilkan, sehingga memiliki nilai lebih dari produk tersebut.

Dalam testimoninya, Willy Setiawan eksportir produk pertanian ke Singapura menjelaskan Kota Batam sebagai kota perdagangan memiliki letak yang sangat strategis karena bersebelahan dengan negara tetangga Malaysia dan Singapura.

Sebagai gambaran untuk memenuhi kebutuhan akan produk, Singapura hanya menghasilkan 10% dari total kebutuhan akan produknya sedangkan sisanya impor dari negara tetangga (Indonesia, Malaysia dan Thailand), namun saat ini Indonesia paling kecil kontribusinya jika dibandingkan Malaysia dan Thailand.

Dia mengatakan masih terbuka bagi UKM kota Batam untuk mengekspor produknya ke Singapura, akan tetapi dibutuhkan kontinyuitas, serta komitmen, baik yang berkaitan dengan kualitas dan kuantitas produk, maupun ketepatan waktu pengiriman.

“Karena apabila terlambat dalam pengiriman, akan dikenakan denda,” ungkapnya.

Abdun Baskoro Cahyo, eksportir baju Melayu tujuan Singapura, Malaysia dan Thailand mengungkapkan beberapa hal yang perlu diperhatikan para UKM sebelum memulai ekspor. Pertama, UKM harus memiliki badan hukum guna mengantisipasi jika terjadi masalah.

“Harus memiliki badan hukum sehingga apabila terjadi masalah, kita mempunyai kekuatan hukum untuk penyelesaiannya sehingga tidak merugikan,” ujar Abdun.

Hal ini karena Abdun memiliki pengalaman saat awal memulai ekspor. Selain itu, selera pasar harus dipahami dan jujur dalam melaksanakan ekspor. Sebab kata dia, apabila sering melakukan kesalahan bisa terancam diblacklist oleh negara tujuan ekspor.

Sementara, Tarmidzi, UKM yang memproduksi perlengkapan pakaian tradisionil Batam, “Tanjak” sebagai penutup kepala mengaku mendapatkan order dari Buyer Singapura. Namun, ia mengalami kendala karena belum memiliki badan hukum.(jef)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.