Jakarta:(Globalnews.id)- Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) bersama seluruh stakeholder terus menggodok draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian untuk menggantikan UU Nomor 25 Tahun 1992 dengan berbagai isu strategis dipetakan mencakup ketentuan modal, pola tata kelola, perluasan lapangan usaha, dan yang paling krusial adalah penguatan ekosistem perkoperasian.
“Saya menilai, UU baru ini akan menjadi solusi sistemik, serta solusi jangka panjang untuk membangun koperasi Indonesia menjadi lebih sehat, kuat, mandiri, dan tangguh,” kata MenKopUKM Teten Masduki usai rapat dengan Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM bersama Tim Ahli yang terdiri dari Noer Sutrisno MA, PhD, Prof. Dr. Suwandi, Dr. Agung Nur Fajar, Ir. Arfian Muslim MR, dan Firdaus Putra, HC. di Jakarta, Selasa (20/9).
Menurut Menteri Teten, penguatan ekosistem perkoperasian akan dilakukan dengan beberapa upaya. Pertama, dengan inisiatif pendirian Lembaga Pengawas Independen untuk memperkuat pengawasan, khususnya bagi sektor simpan pinjam koperasi.
“Koperasi-koperasi skala menengah dan besar dengan jumlah anggota puluhan dan bahkan ratusan ribu orang, pengawasannya perlu diperkuat agar lebih prudent dan menjadi terpercaya,” kata MenKopUKM.
Kedua, inisiatif pendirian Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi. Tujuannya, untuk membangun rasa aman dan nyaman bagi anggota-anggota koperasi dalam menyimpan dananya di koperasi.
“Hal ini sesuai dengan aspirasi gerakan koperasi di Indonesia bahwa Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi adalah mutlak dibutuhkan untuk memperkuat ekosistem perkoperasian saat ini,” ujar Menteri Teten.
Ketiga, pengaturan tentang kepailitan, di mana kepailitan suatu koperasi hanya dapat ditetapkan oleh pejabat berwenang. Tujuannya, agar penanganan masalah dalam koperasi dapat mengikuti tahap-tahap yang tepat dan tidak terganggu klaim pailit, baik internal maupun tuntutan dari eksternal.
“Kepailitan memang benar-benar obyektif melalui serangkaian mekanisme atau proses dan penetapan tertentu,” kata MenKopUKM.
Keempat, pengaturan sanksi pidana yang dibutuhkan untuk melindungi badan hukum, anggota, dan masyarakat luas dari penyalahgunaan dan/atau penyelewengan praktik berkoperasi.
Dengan pengaturan pidana, Menteri Teten meyakini berbagai celah yang selama ini dimanfaatkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab menjadi berkurang.
Peran Pengawas
Selain keempat upaya tersebut, UU baru mendatang juga akan memperkuat peran pengawas. Selama ini di lapangan banyak pengawas tidak berperan, lebih terlihat sebagai pelengkap struktur organisasi saja.
Dalam RUU ini diatur bahwa pengawas dikenai tanggung jawab atas kerugian bila lalai dalam mengawasi koperasinya.
“Dengan ketentuan tersebut, harapannya pengawas akan makin waspada dan benar-benar memerankan fungsinya dengan sebaik-baiknya,” kata Menteri Teten.
Dengan beberapa upaya itu, maka kasus 8 koperasi bermasalah dapat diantisipasi, dihindari, dan bila terjadi dapat ditangani dengan sebaik-sebaiknya di masa-masa mendatang.
Saat ini, kata MenKopUKM, pemerintah tidak memiliki instrumen yang cukup sehingga kurang optimal dikarenakan keterbatasan pengaturan dalam regulasi eksisting.
“Bagaimana pun kasus 8 koperasi bermasalah dengan taksiran kerugian mencapai Rp26 triliun menjadi peringatan bahwa regulasi yang ada memiliki celah dan lubang yang dapat dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” kata Menteri Teten.(Jef)