JAKARTA: Kekayaan ragam kain tradisional Indonesia perlu dilestarikan, agar aset budaya bangsa itu tetap menjadi faktor daya tarik pesona Indonesia, yang pada akhirnya bisa memperkuat sektor pariwisata dan UKM.
“Pariwisata tanpa UKM tak akan bisa berkembang, sebaliknya UKM tanpa pariwisata, akan terasa kering. Dua sektor itu saling berkaitan dan harus bisa menjadi sinergi,” ujar Menkop dan UKM Puspayoga, dalam launching yayasan RUKMI (Rupa UKM Indonesia) dan peluncuran buku Pesona Kain Indonesia, di Jakarta, Rabu (6/12/2017).
Puspayoga memberi contoh Bali, dimana perdagangan (trading) hasil kerajinan UKM sangat bagus, bahkan produk kerajinan dari berbagai daerah di Indonesia, laku dijual ke turis.
“Bali bisa seperti itu membutuhkan waktu yang relatif lama mulai jaman kerajaan-kerajaan Bali,” katanya.
Faktor lain adalah, bagaimana mengubah mindset (pola pikir) masyarakat akan pentingnya sektor pariwisata. Dan ini bisa diterapkan untuk 10 destinasi Bali baru, yang kini digencarkan untuk menarik wisatawan.
Menurut Menteri Puspayoga, salah satu cara melestarikan kain Indonesia adalah melalui buku, yang tak sekedar memuat profil kain tradisional saja, namun juga apa saja masalahnya dan bagaimana solusi pemecahannya.” Ini penting agar ada kekayaan kain tradiaional itu bisa sustainable, ada kontinuitas dari waktu ke waktu,” katanya.
Karena itu, Menkop dan UKM mengapresiasi peluncuran buku ini demi kepentingan pariwisata sekaligus idealisme agar kain-kain itu tidak punah.
Peroleh Kesempatan Pembiayaan
Lebih lanjut Menteri Puspayoga mengatakan, dengan sektor pariwisata yang berkembang, devisa bertambah dan sektor UKM pun akan menggeliat.
“Disini peran kita adalah men-support para perajin UKM itu misalnya dari sisi pembiayaannya,” katanya.
“Jiwa entrepreneur para perajin UKM itu sangat tinggi. Sekarang bagaimana mereka diberi kesempatan dalam pembiayaan bukan bantuan,” tegas Menkop dan UKM.
Wujud dari pemberian kesempatan pembiayaan itu, dengan disediakannya KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang suku bunganya terus diturunkan.” Dari awalnya 22 persen, lalu 9 persen dan pada 2018 diturunkan lagi menjadi 7 persen,”
Sementara itu bagi UMKM yang tidak bisa mengakses KUR, pemerintah memiliki pembiayan UMI (Ultra Mikro) dimana maksimum pembiayaannya sebesar Rp 10 juta tanpa agunan.
“Inilah langkah-langkah pemerintah agar pertumbuhan ekonomi meningkat, lalu diikuti dengan adanya pemerataan kesejahteraan. Tidak ada perekonomian meningkat tanpa adanya pemerataan kesejahteraan,” tegasnya. (jef)