Jakarta-(Globalnews.id)- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan afirmasi kepada pemerintah daerah (Pemda) untuk menggunakan produk atau jasa dari pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebesar 40 persen, dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masing-masing.
“Kata-katanya afirmasi, yang artinya maksa atau dikenal imperatif biar lebih nendang,” kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri), M. Tito Karnavian, ketika memberikan sambutan di acara Aksi Afirmasi Pembelian dan Pemanfaatan Produk Dalam Negeri dalam Rangka Bangga Buatan Indonesia (BBI) atau Business Matching Tahap II di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Senin (25/4/2022).
Target dari afirmasi untuk produk UMKM tersebut, lanjut Mendagri, Pemda dapat berkontribusi sebesar Rp200,94 triliun. Anggaran itu berasal dari alokasi APBD untuk pengadaan barang dan jasa yang mencapai Rp502,34 triliun yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Secara lebih rinci, alokasi anggaran untuk produk UMKM yang ditargetkan dari Pemda tingkat provinsi dapat mencapai sekitar Rp57 triliun. Sedangkan, alokasi anggaran untuk produk UMKM dari Pemda tingkat kabupaten atau kota dapat mencapai angka dikisaran Rp143 triliun.
“Dari 34 provinsi dan tingkat kabupaten atau kota ditargetkan dapat mencapai angka di atas Rp200 triliun,” kata Tito.
Dari jumlah tersebut, banyak Pemda yang telah menindak lanjuti dengan dengan bentuk komitmen. Yang dilakukan melalui kegiatan bussines matching yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah pusat beberapa waktu lalu.
Per 11 April 2022, dari kegiatan tersebut, pemerintah daerah dari berbagai tingkatan telah berkomitmen mengalokasikan anggaran pengadaan daerah kepada UMKM. Jumlahnya pun signifikan yakni mencapai Rp257 triliun.
“Hebat komitmennya, para Pemda yang menindak lanjuti alokasikan anggaran sebesar 40 persen bagi pelaku UMKM,” tutur Tito.
Besarnya jumlah komitmen itu, Kemendagri tengah memformulasikan sejumlah kebijakan untuk memastikan para pemerintah daerah menjalankan target alokasi anggaran tersebut. Sehingga, dalam beberapa waktu ke depan, dapat memenuhi target tersebut.
Pada tahap perencanaan yang dilakukan pada saat musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang), daerah harus mencantumkan alokasi anggaran APBD untuk UMKM. Sebagai penekanan, kepada seluruh pemangku kepentingan bahwa Pemda telah mengalokasikan anggaran 40 persen kepada UMKM.
Secara berjenjang, Mendagri akan melakukan pengawasan terhadap pemerintah daerah tingkat provinsi yang mengalokasi anggaran sebesar 40 persen. Kemudian, para gubernur dapat melakukan pengawasan para kepala daerah tingkat Bupati dan Wali Kota.
“Salah satu materi Musrenbang adalah penekanan 40 persen belanja barang dan jasa yang diambil dari komponen belanja barang jasa dan belanja modal dari APBD,” kata Tito.
Kemudian, pada tahap review atau peninjauan, setiap pemerintah daerah di berbagai tingkatan wajib melampirkan rencana pembelian barang dan jasa minimal sebesar 40 persen dari APBD. Dalam mengajukan APBD daerah wajib, melampirkan hal tersebut.
Kemendagri akan memastikan para pemerintah daerah tingkatan provinsi telah melampirkan rencana penggunaan APBD untuk produk UMKM. Sedangkan, para gubernur harus memastikan para Bupati atau Wali Kota melampirkan rencana penggunaan produk UMKM.
“Saya akan menandatangani jika ada lampiran rencana penggunaan APBD sebesar 40 persen,” kata Tito.
Pada tahap eksekusi, pihaknya juga akan melakukan pengawasan terhadap realisasi anggaran di atas. Sehingga, capaian alokasi anggaran sebesar 40 persen untuk UMKM yang dilakukan para pemerintah daerah dapat terwujud di masa mendatang.
Pengawasan itu, akan dilakukan per 3-6 bulan. Sehingga, pencapaian sejumlah angka tersebut dapat dilakukan secara konsisten oleh Pemda terkait. “per tiga bulan, kita akan melakukan pengawasan realisasi kepada instansi pemerintah terkait,” tutur Tito.
Terakhir, pihaknya akan menggandeng BPKP untuk memastikan pemerintah daerah terkait melakukan kebijakan alokasikan angggaran APBD sebesar 40 persen ke UMKM. Guna, mengetahui secara mendetail pemerintah daerah mana yang mentaati kebijakan tersebut.
Nantinya, sebagai rekomendasi untuk dijadikan dasar sebagai pemberian penghargaan (reward) dalam bentuk dana insentif daerah dan hukuman (punishment) kepada daerah yang tidak mencapai angka alokasi 40 persen tersebut.
“Sebagai pertimbangan reward dan punishment,” kata Tito.
Business Matching di Nusa Dua Bali pada 22-24 Maret 2022 menghasilkan komitmen pemerintah untuk belanja PDN mencapai Rp214,1 triliun. Ada 15 kementerian/lembaga yang tercatat sebagai penyumbang terbesar dari komitmen belanja produk barang dan jasa UMKM di dashboard Kemenperin.
Diantaranya adalah Kementerian PUPR, Kmenterian Pertahanan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Kominfo, Kementerian Perhubungan, Kementerian Agama, Kepolisian RI, Kementerian Hukum dan HAM, Kemendikbudristek, Kementerian Keuangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Peridustrian, Kemenkop UKM, dan Badan Pusat Statistik.
Untuk pemerintah provinsi, DKI Jakarta tercatat jadi penyumbang terbesar komitmen belanja PDNnya. Disusul Jawa Timur, Banten, Nanggroe Aceh Darussalam, Jawa Tengah, Sumatera Utara, DI Yogyakarta, Papua Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Papua, Sulawesi Tenggara, Lampung, Sumatera Selatan, dan Bali.
Sementara tingkat Kabupaten/Kota berurutan adalah Kabupaten Bojonegoro, Kota Makassar, Kota Surabaya, Kabupaten Mimika, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Jember, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Penukal Abab Ilir, Kabupaten Kapuas, Kota Manado, Kota Semarang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Badung, dan Kabupaten Bone.
Business Matching dianggap penting karena mencairkan beberapa kendala yang menyebabkan produk dalam negeri belum mendapat pasar dari anggaran kementrian/lembaga, BUMN dan pemerintah daerah.(Jef)