Arsip Tag: Deputi bidang perkoperasian Ahmad zabadi

KemenkopUKM Dorong SDM Koperasi Memiliki Sertifikat Kompetensi

Kuningan:(Globalnews.id)- Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi mengakui, saat ini Koperasi Simpan Pinjam (KSP) menghadapi posisi sulit di tengah pandemi Covid-19 yang sudah hampir satu setengah tahun lebih.

“Oleh karena itu, profesionalitas manajer, ketua, dan pengelola koperasi, menjadi mutlak,” tegas Zabadi, pada acara pelatihan SDM Koperasi melalui SKKNI Kategori Perkoperasian, yang terdiri dari Manajer, Ketua dan Pengelola Koperasi di Cirebon dan Kuningan, Jawa Barat. Di Cirebon dilaksanakan pada 21-24 Agustus 2021 dan dilanjutkan di Kuningan pada 25-28 Agustus 2021.

Apalagi, lanjut Zabadi, positioning koperasi saat pandemi ini sangat sulit, dimana banyak usaha anggota koperasi terganggu. “Bahkan, ada diantaranya terhenti usahanya, omzetnya menurun. Sehingga, tidak dapat menenuhi kewajiban cicilan pinjaman, yang berdampak pada meningkatnya Non Performing Loan (NPL) koperasi di sebagian koperasi,” papar Zabadi.

Data menunjukkan, dampak pada koperasi, 41% diantaranya menimbulkan tekanan yang cukup pada KSP, yang mengganggu likuiditas pada KSP, adanya penarikan simpanan anggota pada satu sisi. “Di sisi lainnya, usaha anggota yang sumber pembiayaannya dari koperasi menurun bahkan diantaranya, terhenti usahanya,” ulas Zabadi.

Karena itu, menurut Zabadi, peningkatan SDM pengelola koperasi menjadi sangat penting, untuk memberikan kemampuan manajemen koperasi membaca perubahan lingkungan strategis dan mengelola koperasi dengan tata kelola yang baik (good cooperative governance). Sehingga, kepercayaan anggota tetap tinggi dan merasa simpanannya di koperasi terlindungi.

“Kami terus berupaya untuk memperkuat SDM koperasi, kompetensi manajer, ketua dan pengelola. Kami juga melakukan peningkatan kompetensi pengawas koperasi, karena salah satu isu yang mengemuka adalah pandangan bahwa pengawasan terhadap koperasi relatif masih lemah,” jelas Zabadi.

Zabadi menambahkan, salah satu permasalahan mendasar di KSP adalah rentannya penarikan simpanan anggota (rush). Sedikit saja ditiupkan isu negatif, bisa saja terjadi rush dan virus rush mirip pandemic, cepat menular, sehingga dapat berdampak pada KSP yang gagal bayar.

Menurut Zabadi, kasus seperti ini bisa terulang terjadi, karena tidak ada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) koperasi. “Keberadaan LPS bagi koperasi hemat kami, sudah sangat urgent dan merupakan sebuah keniscayaan. Hal ini untuk meningkatkan kepercayaan anggota dan masyarakat bergabung dalam koperasi dan menciptakan rasa aman anggota terhadap simpanan mereka di koperasi,” kata Zabadi.

Keberadaan KSP yang jumlahnya saat ini 17.737 unit, peranannya sangat strategi dalam memberikan akses UMKM terhadap permodalan.

Lebih dari itu, kata Zabadi, untuk meningkatkan pelayanan kepada anggota, agar usaha-usaha anggota tidak hanya dapat difasilitasi pada aspek finansial, tetapi juga aspek non finasial, pihaknya mendorong koperasi yang telah bertumbuh besar, dengan jumlah anggota puluhan ribu bahkan puluhan ribu anggota, perlu melakukan terobosan bisnis dengan menginisiasi spin off. “Itu sebagai langkah strategis pemekaran koperasi, khususnya di sektor rill, seperti sektor pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan,” ucap Zabadi.

Terlebih lagi, lanjut Zabadi, anggota koperasi banyak yang bergerak usahanya di sektor tersebut, dan di masa pandemi saat ini, juga prospek usaha ke depan, sektor pangan relative survival, dan koperasi hadir memperkuat ketahanan pangan nasional.

Zabadi mengatakan, Menteri Koperasi dan UKM dalam penyaluran dana bergulir LPDB-KUMKM diarahkan 100 persen kepada koperasi. Penguatan UMKM dikonsolidasi melalui koperasi. “Ini artinya kesempatan dan peluang diberikan kepada koperasi untuk memanfaatkan dana murah, mudah, cepat dan terjangkau, dibuka lebar,” imbuh Zabadi.

Bahkan, Zabadi mengingatkan kembali bahwa di era industri 4.0, manajerial koperasi harus adaptif, kapasitas dan kualitas manajer serta pengelola koperasi harus terus di upgrade dan tatakelola koperasi harus menerapkan Good Cooperative Governance (GCG).

Di samping penguatan regulasi, maka dalam rangka meningkatkan kualitas pengawasan, KemenkopUKM melakukan kerjasama dengan USAID-Economic Growth Support Activiti (EGSA), melalui pelatihan berbasis kompetensi pengawas koperasi.

Untuk angkatan I telah dilaksanakan pada 23- 25 Agustus 2021, diikuti sebanyak 20 orang di Bogor. Angkatan berikutnya direncanakan di Makasar, awal September yang akan datang.(Jef)

Kolaborasi KemenkopUKM dan USAID-EGSA Perkuat SDM Pengawas Koperasi

Bogor:(Globalnews.id) – Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi mengatakan, Pejabat Fungsional Pengawas Koperasi merupakan fungsional di bawah naungan Kementerian Koperasi dan UKM, yang memiliki tugas untuk melakukan pengawasan terhadap KSP. Saat ini, jumlah KSP kurang lebih sebanyak 17.737 unit di seluruh Indonesia.

“Dengan berbagai permasalahan KSP, sehingga dituntut profesionalitas dan kompetensi pejabat Pengawas Koperasi,” tandas  Zabadi, dalam acara peningkatan SDM Pengawas Koperasi dengan melaksanakan Pelatihan Berbasis Kompetensi, di Kota Bogor, beberapa hari yang lalu.

Acara yang dilaksanakan pada 23-25 Agustus 2021 itu merupakan kolaborasi KemenkopUKM dengan USAID-Economic Growth Support Activity (EGSA).

Zabadi menambahkan, selain kerjasama dengan USAID-EGSA, KemenkopUKM juga menyelenggarakan berbagai pelatihan untuk Pejabat Fungsional dan Pengawas Koperasi belerjasama dengan berbagai stakeholder lainnya.

“Harapan ke depan, permasalahan  perkoperasian semakin banyak yang dapat diberikan solusi. Sehingga, kasus-kasus perkoperasian semakin menurun,” ucap Zabadi.

Di samping itu, lanjut Zabadi, juga memberikan dampak meningkatnya daya saing koperasi, sehingga target kontribusi koperasi terhadap PDB Nasional sebesar 5,5 persen sampai dengan 2024 dapat tercapai dan 500 koperasi modern terwujud.

Memang, Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK) yang difasilitasi The U.S. Agency for International Development (USAID) Economic Growth Support Activity (EGSA) bagi Pejabat Fungsional Pengawas Koperasi di Kementerian Koperasi dan UKM, menjadi sangat penting. Mengingat kebutuhan akan Pengawas Koperasi yang memiliki sertifikat kompetensi masih sangat banyak.

Di depan peserta pelatihan, Chief of Party EGSA mengungkapkan Pemerintah Amerika melalui USAID-EGSA Renata Simatupang mengatakan, akan bekerjasama dengan pemerintah Indonesia memperkuat kapasitas SDM pengawas koperasi.

“Ke depannya, dengan meningkatnya jumlah SDM Pengawas Koperasi yang memiliki kompetensi diharapkan akan menekan jumlah Koperasi Simpan Pinjam (KSP)/Unit Simpan Pinjam (USP) yang bermasalah,” kata Renata.

Pelatihan diikuti 20 orang Pejabat Pengawas Koperasi Ahli Muda dan Ahli Pertama.  Hadir sebagai fasilitator yakni Dr. Ahmad Subagyo, SE, MM, CRB Ketua Umum Indonesia , Microfinance Expert Association dan Bambang Wahyudiono, SE, MM, QIA Assesor Kompetensi IMFEA USAID.(Jef)

KemenkopUKM Dukung Kemudahan Pendirian Koperasi Melalui Pembaruan Anggaran Dasar

JAKARTA:(Globalnews.id)- Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi menegaskan lahirnya UU 11/2020 (UU Cipta Kerja) dan PP 7/2021 tentang kemudahan, pelindungan dan pemberdayaan koperasi dan UKM, harus betul-betul memberikan kemudahan dalam pendirian Koperasi, dari yang semulanya 20 orang menjadi 9 orang.

“Kita ingin sebuah koperasi hadir dengan sebuah kesan kemoderenan, dan itu direfleksikan pintu masuknya dari anggaran dasar atau akte pendirian. Anggaran Dasar hanya dianggap sebagai “Kitab Suci” bagi Koperasi, jarang dibuka, dan hanya dibuka saat RAT”, kata Deputi Zabadi dalam rangkaian Webinar Series Puncak Peringatan Hari Koperasi ke-74 dengan tema “Pembaruan Anggaran Dasar dalam Mendukung Kemudahan Pendirian Koperasi”.

Deputi Zabadi juga menekankan bahwa penyederhanaan akta pendirian koperasi tidak hanya sekedar tampil beda dari sebelumnya dengan pertimbangan efisiensi, namun juga selayaknya isi dan substansi dapat mudah dibaca dan dipahami sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda. 

Terlebih lagi, lanjut Deputi Zabadi, dalam menghadapi perkembangan koperasi yang dinamis, ada spin off, split off, amalgamasi, dan holding company maka perlu diakomodir apabila terjadi perubahan anggaran dasar  koperasi, sehingga koperasi terlihat adaptif, tidak terkesan jadul dan lebih modern.

“Perubahan pertama harus terlihat dari anggaran dasar, yang menunjukkan adanya pesan bahwa koperasi dinamis, adaptif, hal ini berguna untuk kalangan mileneal agar tidak lagi merasa malu untuk bergabung atau mengembangkan usahanya melalui koperasi,” tutup Deputi Zabadi.

Diwaktu yang sama Asisten Deputi Pengembangan SDM Nasrun mengatakan, Deputi Bidang Perkoperasian telah melakukan terobosan dengan melakukan penyederhanaan anggaran dasar bersama-sama dengan Ikatan Notaris Indonesia yang semula yang beredar di Notaris/Masyarakat, template anggaran dasar yang semula lebih kurang 50 halaman setelah dilakukan penyederhanaan menjadi kurang dari 17 halaman, tanpa meninggalkan substansi yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992.

“Perlu digaris bawahi bahwa template anggaran dasar tersebut hanya sebagai panduan dan contoh standar dan bukan pedoman, untuk dijadikan referensi para pelaku terkait dalam pembuatan akta anggaran dasar pendirian koperasi,” tegas Asdep Nasrun.

Sementara itu, Direktur Perdata Santun M. Siregar menyampaikan bahwa, sesuai dengan PP 24 tahun 2018 pengesahan koperasi yang tadinya di Kemenkop dan UKM beralih ke Ditjen Administrasi Hukum dan HAM, Kemenhum & HAM. 

Selanjutnya lanjut Santun, karena ini Amanah kami melakukan migrasi dan integrasi data perkoperasian tidak hanya dari Kemenkop dan UKM tapi juga dari Dinas di daerah, dan ini tidak serta merta selesai, membutuhkan proses yang berkelanjutan.

“Yang terpenting walaupun pengesahan koperasi ada di Kemenhum & HAM tapi pembinaan secara teknis masih harus tetap berada di Kemenkop dan UKM, itu sangat penting. Jangan sampai karena pengesahannya di Kemenhum & HAM maka pembinaannya menjadi tanggung jawab Kemenhum & HAM,” ujar Santun.

Ketua Bidang Organisasi Pengurus PP-INI Taufik menambahkan, pihaknya diajak terlibat dalam pendirian koperasi berdasarkan Kepmenkop dan UKM 98 tahun 2004, selain itu pihaknya juga terlibat penyederhanaan template anggaran dasar, tentu dengan tetap mengakomodir amanat UU 25 tahun 1992 yang mengatur minimal ketentuan anggaran dasar. 

“Penyederhanaan ini diharapkan akan lebih mudah bagi notaris untuk menjelaskan kepada masyarakat yang akan mendirikan koperasi”, jelas Taufik.

Taufik menyerukan agar notaris tidak hanya mengesahkan akta tapi memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat yang akan mendirikan koperasi sesuai kewenangannya memberikan penyuluhan hukum, notaris harus ikut terlibat sejak rapat pembentukan koperasi sesuai Permenkop dan UKM Nomor 9 Tahun 2018.

“Kenapa notaris harus hadir? karena rapat pembentukan menyiapkan anggaran dasar, bukan serta merta datang ke notaris, copy paste kemudian tanda tangan, anggaran dasar bukan notaris yang merancang sendiri, namun disiapkan oleh para pendiri, dan notaris dapat terlibat sejak awal”, tegas Taufik.

Kabid Kelembagaan dan Pengawasan Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Timur Cepi Sukur Laksana, juga meyakini bahwa penyederhanaan anggaran dasar harus tetap mengacu pada ketentuan anggaran dasar.

“Dalam penyederhanaan anggaran dasar, kita harus mengacu sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 25 tahun 1992 dan Permenkop dan UKM Nomor 9 tahun 2018,” pungkas Cepi.(Jef)

Koperasi Syariah Berperan Penting Gerakkan Sektor Riil

JAKARTA:(Globalnews id)- Pada masa pandemi sekarang ini semua pihak harus bergandengan tangan dan bersinergi agar bisa bertahan dan tetap memberikan kontribusi. Demikian juga dengan koperasi simpan pinjam pembiayaan syariah (KSPPS) yang ikut berkontribusi dalam peningkatan perekonomian secara nasional.

“Koperasi Syariah dapat mendorong pertumbuhan dari pergerakan ekonomi sektor riil melalui pembiayaan yang didasarkan pada prinsip kerjasama berdasarkan bagi hasil  dari kegiatan usaha bersama,” kata Deputi Bidang Perkoperasi Kementerian Koperasi dan UKM Ahmada Zabadi, Jumat (16/7/2021).

Zabadi mengatakan koperasi pembiayaan secara umum mengalami berbagai masalah di saat pandemi, namun ia yakin koperasi syariah  mendorong pemberdayaan masyarakat dan kesejahteraan bersama melalui pendayagunaan sumberdaya modal yang ada pada anggota, zakat, infaq/shodaqoh dan wakaf, dan mengembangkan badan usaha bersama yang sesuai syariat Islam yang mengedepankan keadilan, keseimbangan, dan tolong-menolong sesama manusia.

Hal tersebut sesuai dengan amanat Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki pada Peringatan Hari Koperasi ke-74 Tahun 2021, yaitu agar mendorong perubahan mindset entrepreuneurship koperasi, khususnya KSP/CU/KSPPS untuk melakukan transfromasi bisnis dengan mulai masuk membiayai sektor-sektor produktif.

Teten dalam kesempatan Hari Koperasi ke-74 mengatakan KemenkopUKM menargetkan peningkatan kontribusi PDB koperasi terhadap PDB nasional sebesar 5,5% dan pengembangan 500 koperasi modern pada tahun 2024.

Untuk itu Kemenkop menerapkan strategi pengembangan koperasi, antara lain: a. Pengembangan model bisnis koperasi melalui korporatisasi pangan; b. Pengembangan Factory Sharing dengan kemitraan terbuka agar terhubung dalam rantai pasok; c. Pengembangan Koperasi Multi Pihak; dan d. Penguatan kelembagaan dan usaha anggota koperasi melalui strategi amalgamasi (spin off dan split off).

Berdasarkan data KemenkopUKM hingga 2019, jumlah  KSPPS di Indonesia sebanyak 4.046 unit dengan jumlah terbanyak berada di Jawa Timur.(Jef)

KemenkopUKM: Holding Kopontren Potensial Membangun Ekonomi Umat

JAKARTA:((Globalnews.id) – Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM, Ahmad Zabadi menegaskan, Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) mempunyai potensi yang sangat besar untuk menjadi satu kekuatan ekonomi umat, dengan peningkatan kemampuan manajerial, modernisasi dan jaringan usaha.

“Kopontren dapat menjadi holding usaha bagi Kopontren lainnya. Kopontren isnya Allah dapat berkontribusi dalam perekonomian nasional apabila hal ini benar-benar di-maintenance dikembangkan dengan baik,” ujar Deputi Zabadi saat menjadi Keynote Speech pada Webinar Pengembangan Koperasi Pondok Pesantren dengan Topik “Holding dan Jaringan Koperasi Pondok Pesantren Potensial Membangun Ekonomi Umat.” di Jakarta.

Pasalnya, lanjut Zabadi, Kopontren Koperasi saat ini berjumlah 127.124 unit, yang di dalamnya terdapat Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) sebanyak 2.439 unit yang aktif dari total 3.500 unit kopontren, jumlah anggota sebanyak 163.408 orang, volume usaha sebesar Rp 1,517 T, asset Rp 1,134 milyar.

“Hal ini merupakan potensi ekonomi yang besar. Melalui Kopontren, Pondok Pesantren diharapkan tidak hanya mencetak santri yang mumpuni dalam ilmu agama, tapi juga menghasilkan entrepreuner muda (santri preneur)  yang siap kembali ke masyarakat untuk membangun perekonomian umat,” tegas Deputi Zabadi.

Deputi Zabadi juga menghimbau kepada Pimpinan Pondok-Pondok Pesantren yang memiliki Kopontren sudah saatnya membangun jaringan dan membentuk holding yakni Kopontren yang sudah modern mengkonsolidasikan kopontren-kopontren yang secara pendekatan seperti ini akses pasar, permodalan, tecnologi informasi akan mudah dilakukan dan dijangkau oleh kopontren-kopontren kecil.

Ia juga menambahkan pengembangan ekonomi berbasis komunitas sudah terbukti tingkat keberhasilanya cukup tinggi sebagai contoh KSPPS BMT UGT Nusantara-Sidogiri, Kopontren Al Ittifaq Ciwidey, Bandung, Benteng Mikro Indonesia (BMI), dan lain-lain. Masih banyak, yang dana kelolaan dan assetnya yang sudah cukup besar dan jumlah anggota yang banyak dan mitra jaringan bisnis yang sudah luas, dan diakui oleh masyarakat dan telah terbukti dapat mengurangi kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja.

Deputi Zabadi juga menekankan, pada saat ini Kementerian Koperasi dan UKM juga sedang melakukan Rebranding Koperasi dan modernisasi koperasi, dimana salah satu prioritasnya adalah Koperasi Pondok Pesantren, dengan adanya penajaman program koperasi modern koperasi  diharapkan mampu memproyeksikan struktur koperasi di Indonesia kedepannya yaitu adanya modernisasi koperasi.

“Modernisasi ini dilakukan melalui pengembangan model-model bisnis baru yang lebih inovatif untuk digitalisasi koperasi dan lebih berfokus pada penguatan koperasi sektor riil. Khususnya Koperasi Pondok Pesantren dapat membuat para santri berminat untuk berkoperasi dan juga mendorong Koperasi di lingkungan Pondok Pesantren untuk berkembang dan kami juga sedang menyiapkan pola/model kemitraan bagi Koperasi Pondok Pesantren agar dapat bertumbuh lebih baik,” tukas Deputi Zabadi.

*Holding Kopontren*

Deputi Perkoperasian Ahmad Zabadi meyakini, dengan dibentuknya Holding Kopontren menjadi suatu keharusan dan kebutuhan, untuk mengahadapi tantangan dan persaingan bisnis yang sangat kompetitif dan mewujudkan koperasi modern yang berdaya saing.

“Kami yakin, dengan hadirnya Holding Kopontren, mampu melahirkan santri-santri preneur yang berkarakter, insya Allah kita mampu mengatasi masa sulit dalam masa pandemic ini, dan selepas ini kita akan recovery dan ekonomi kita rebound,” tegas Zabadi.

Diwaktu yang sama, Ketua Pengurus KSPPS BMT UGT Nusantara atau dulu dikenal KSPPS BMT UGT Sidogiri KH. Abdul Madjid mengatakan, pentingnya berta’awwun (tolong menolong), sebagai ciri khas bangsa Indonesia yang gemar bergotongroyong, diwujudkan dalam bentuk kerjasama ekonomi adalah berkoperasi.

“KSPPS BMT UGT Nusantara bersatu dalam wadah koperasi membentuk sebuah holding, dan saat ini pelayanan kepada anggotanya berbasis digitalisasi dengan aplikasi Mobile UGT. Setidaknya terdapat 9 (Sembilan) usaha yang tergabung dan 9 (Sembilan) mitra jaringan usaha koperasi. KSPPS BMT UGT Sidogiri siap melakukan pendampingan terhadap kopontren-kopontren seluruh Indonesia,” ujar Abdul Madjid.

Sementara itu, CEO Kopontren Al-Itifaq Ustadz Setia Irawan menambahkan, dirinya telah sukses mengembangkan koperasi di sektor agribisnis.

“Kopontren Al Ittifaq, telah mengkonsolidasikan beberapa kopontren-kopontren kecil di wilayah Jawa Barat dalam bentuk kemitraan,” kata Irawan.

Ustadz Irawan menyampaikan bahwa Kopontren Al Ittifaq menghasilkan beberapa komoditas unggulan, seperti jeruk dekopon, horenzo (bayam Jepang), cabai, wortel Shinkuroda, Butternut Pumpkin (Labu madu), dan jagung.

“Kami juga ada peternakan domba dan sapi. Produk-produk Al-Itifaq dipasarkan ke pasar tradisional, supermarket dan mall.  Saat ini pemasaran juga dilakukan melalui aplikasi Alifmart.  Kemitraan pun dilakukan seperti dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Programma Uitzending Manager (PUM) Belanda,” tutup Irawan.(Jef)

KemenkopUKM Terus Perjuangkan Lahirnya LPS Bagi Koperasi

JAKARTA:(Globalnews.id)- Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan Pinjam (LPS-KSP) sudah lama menjadi harapan masyarakat koperasi Indonesia untuk diwujudkan. Tujuannya, guna melindungi dan mendorong simpanan anggota koperasi pada usaha simpan pinjam koperasi (USPK), khususnya yang diselenggarakan melalui Koperasi Simpan Pinjam.

Hal itu dipaparkan Deputi Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi, pada Webinar Peringatan Hari Koperasi ke-74, Selasa (13/7).

Di acara yang juga dihadiri anggota DPR Komisi VI Muhammad Idris Laena, Zabadi menambahkan, mandat pembentukan LPS-KSP diberikan oleh UU No 17 tahun 2012. Akan tetapi, semenjak UU tersebut dinyatakan dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2013 dan untuk sementara waktu kembali kepada UU Nomor 25 Tahun 1992, rencana pembahasan  untuk membentuk LPS-KSP menjadi tertunda
 
“Walaupun demikian, upaya untuk mewujudkan adanya LPS-KSP tidak berarti terhenti. Sebab, secara teoretis dan praktis, gagasan pembentukan LPS-KSP mendapat dukungan yang luas dari gerakan koperasi,” ucap Zabadi.

Pasalnya, lanjut Zabadi, manfaatnya yang besar untuk perlindungan kepada penyimpan dana, khususnya tabungan anggota yang kecil di koperasi.

Selain itu, kata Zabadi, adanya LPS-KSP juga akan membantu menjaga stabilitas sistem keuangan karena meningkatnya kepercayaan (trust) kepada sistem keuangan formal, khususnya koperasi.

Zabadi pun menggambarkan sejumlah kegiatan yang sudah dilakukan sebagai upaya untuk merealisasikan  terbentuknya LPS-KSP. Yaitu, pada 2013 disusun Draft Naskah Akedemik sesuai mandat UU No 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian. Tetapi, belum pernah dibahas mendalam karena dibatalkannya UU tersebut oleh MK pada 2013.

Lalu, pada tahun 2016-2017, dilakukan updating terhadap Naskah Akademik (2013), dengan  fokus untuk merumuskan argumentasi pentingnya LPS-KSP dari berbagai perspektif, landasan yuridis yang kokoh berdasar UU No 25 Tahun 1992, hingga format pelembagaan LPS-KSP.

Selanjutnya, tahun 2018-2019, hasil updating naskah akademik menjadi salah satu referensi yang memperkuat argumen pemerintah kepada DPR RI, sehingga  pembentukan LPS-KSP  disetujui diatur dalam pasal RUU Perkoperasian.

“Kemudian, tahun 2020, masa dimana disusun dan dibahas RUU Cipta Kerja, koperasi meski termasuk klaster yang dibahas. Tetapi, LPS-KSP luput sebagai substansi yng diatur dalam UU No 11 Tahun 2020,” ungkap Zabadi.  
 
Namun, seiring dengan perkembangan konstelasi perubahan ekonomi, sosial, budaya, struktur demografi era milenial dan teknologi, serta dinamika persoalan dan potensi koperasi yang tumbuh berkembang di lingkungan modern dan digital, maka diperlukan regulasi  (baru) sebagai  payung hukum yang mampu menjawab tantangan/persoalan kekinian tersebut. 

“Upaya untuk  pembahasan kembali RUU Perkoperasian yang sesungguhnya sudah final di DPR RI perlu terlebih dorongan dan tuntutan hal itu disampaikan berbagai forum gerakan koperasi, masyarakat yang diunggah di berbagai media sosial, juga kalangan DPR RI,” jelas Zabadi.
 
Untuk mengantisipasi kesiapan kemungkinan luncuran pembahasan RUU Perkoperasian, kata Zabadi, maka naskah akademik pembentukan LPS-KSP (tahun 2019) yang ada, perlu dilakukan tinjauan kembali. “Guna dirumuskan  penajaman argumentasi, penyesuaiannya terhadap berbagai peraturan per-UU-an yang baru, UU 11/2020 tentang Ciptaker dan PP 7/2021,” imbuh Zabadi.

Termasuk elaborasi terkait pihak-pihak yang berpretensi meragukan atau kurang setuju adanya LPS-KSP.

Diantaranya, sistem KSP yang bersifat exclusive, dimana dana dihimpun dan disalurkan hanya kepada anggota, maka simpanan sebagai harta milik anggota sekaligus pemilik, mengapa harus dijamin secara eksternal oleh LSP. “Ada juga keraguan akan maraknya moral hazard,” ujar Zabadi.

Ada juga isu pembentukan sebagai badan hukum yang independen, saat awal pendiriannya pada akhirnya akan menyedot dan memberatkan APBN. Juga, pengawasan terhadap KSP yang tidak/belum kompatibel dengan sistem  pengawasan yang dilakukan oleh OJK dan lainnya.

Zabadi menambahkan isu lainnya seperti kepesertaan LPS-KSP, dimana banyak KSP yang belum dijalankan dengan tatakelola yang baik dan dengan sistem terbuka, hingga dana kelolaan LPS-KSP, kurang/tidak  dapat mencakup skala yang luas/besar, sehingga hal ini berpotensi menimbulkan risiko rugi lebih besar, dari pada potensi menciptakan surplus usaha.

“Isu seperti ini memang dapat dikata sebagai lagu lama, yang harus kita jawab, baik secara akademis maupun kesiapan empirik perbaikan tatakeloka koperasi sehingga kompatibel dengan sistem LPS-KSP yang ingin dibangun,” papar Zabadi.

Bagi Zabadi, hal ini justru bertolak belakang dengan suara dari DPR RI yang justru mendukung adanya LPS-KSP yang dikuatkan melalui pengaturan pasal mandatory dalam RUU Perkoperasian.
 
“Saya berharap apa yang kita cita-citakan bersama, dapat membangun komitmen yang kuat dan mendorong upaya yang lebih serius dari kita semua untuk pembentukan Lembaga Penjaminan Simpanan Koperasi simpan pinjam,” tutur Zabadi.

Diwaktu yang sama anggota Komisi VI DPR RI Muhammad Idris Laena menambahkan, baik pemerintah dalam hal ini termasuk dirinya sebagai anggota komisi VI DPR RI, siap membantu mewujudkan terciptanya koperasi sebagai soko guru perekonomian bangsa yang menjadi pilihan utama masyarakat.

Menurut Idris Laena dengan hadirnya Lembaga Penjamin Simpanan diharapkan masyarakat yang menjadi anggota koperasi dapat merasa aman saat menaruh uang di koperasi tersebut.

“Masyarakat akan merasa aman bila menaruh uang dengan jumlah besar di Koperasi, sebagai contoh jika menaruh uang dengan jumlah Rp500 juta di koperasi, ia akan menjadi pemilik dari koperasi tersebut, beda jika ditaruh di bank masyarakat tidak akan memiliki bank tersebut,” ujar Idris Laena.

ia juga siap mendukung penuh agar Lembaga Penjamin Simpanan untuk Koperasi Simpan Pinjam dapat tercapai.

Idris Laena juga menegaskan pemerintah perlu memperkuat kelembagaan koperasi, agar koperasi bisa menjadi sepenuhnya menjadi soko guru perekonomian bangsa dan diminati oleh masyarakat. Perlu dibuat UU tentang Perkoperasian yang baru sebagai pengganti UU Perkoperasian No 25 tahun 1992, dengan mengikuti perkembangan zaman dalam era globalisasi dan digitalisasi.

“InshaAllah mudah – mudahan di periode ini 2019-2024 bisa segera kita sahkan dan saya siap mengawal sebelum berakhir masa jabatan saya,” pungkas Idris Laena. (Jef)

KemenkopUKM Dorong Konsolidasi Petani dalam Koperasi Wujudkan Korporatisasi Pangan

JAKARTA:(Globalnews id) – Kementerian Koperasi dan UKM mendorong upaya konsolidasi petani dalam bentuk koperasi untuk mewujudkan korporatisasi sektor pangan di tanah air.

Deputi Bidang Perkoperasian Ahmad Zabadi dalam Rangkaian Webinar Hari Koperasi (HARKOP) Ke-74 Tahun 2021 dengan tema “Korporatisasi Petani, Peternak dan Nelayan Melalui Koperasi”, Kamis (8/7/2021), mengatakan petani harus dikonsolidasi dan jangan dibiarkan hanya menggarap di lahan yang sempit, tetapi lebih baik terkonsolidasi melalui koperasi.

“Kalau sudah ada koperasi, para petani dapat fokus untuk berproduksi di lahan yang juga dikonsolidasikan menjadi skala ekonomi. Yang berperan menjadi offtaker pertama adalah koperasi (sebagai aggregator) dan melakukan pengolahan hasil panen, yang berhadapan dengan pembeli juga koperasi, sehingga harga tidak dipermainkan oleh buyer,” kata Deputi Zabadi.

Deputi Zabadi menambahkan, koperasi sebagai badan usaha yang berbadan hukum juga dapat melakukan kerja sama dengan berbagai pihak, mulai dari akses terhadap sumber-sumber pembiayaan dan kerja sama dengan Perguruan Tinggi untuk teknologi tepat guna, sampai pada hilirisasi produk (pemasaran) baik secara offline dan online.

“Saya memiliki keyakinan, jika kita dapat membangun komitmen bersama untuk dapat mendampingi para petani, peternak dan nelayan meningkatkan skala ekonomi, kualitas produksi dan terhubung dengan offtaker serta rantai pasok industri pertanian dan perikanan, maka akan banyak role model pengembangan korporatisasi petani, peternak dan nelayan melalui koperasi dengan berbagai komoditas unggulan daerah,” kata Deputi Zabadi.

Pihaknya menekankan pentingnya korporatisasi dan pengembangan sektor pangan sebagaimana arahan Presiden Jokowi. Di samping itu, Indonesia juga perlu melakukan langkah antisipasi terhadap krisis pangan, karena berdasarkan FAO (2020) diperkirakan akan ada gangguan keamanan pangan (krisis pangan), yaitu terganggunya ketersediaan tenaga kerja, keseimbangan rantai pasok, dan pembatasan perdagangan. Bahkan World Food Program (2020) juga memperkirakan ada ancaman kelaparan global meningkat dua kali lipat. Sebanyak 270 juta orang menghadapi krisis kelaparan, naik 82% dari sebelum pandemi Covid-19.

Disisi lain, saat masa pandemi Covid-19, data BPS Triwulan II 2020 menunjukkan kontribusi sektor Pertanian terhadap PDB justru naik menjadi 15,46%, sementara sektor yang lain (Industri Pengolahan, Perdagangan Besar dan Eceran, Konstruksi, Sektor lainnya) mengalami kontraksi, sehingga sektor Pertanian menjadi terbesar kedua setelah Industri Pengolahan (19,87%).

“Hal ini tentu harus kita respon positif untuk mengoptimalkan berbagai potensi yang ada, baik dari sisi ketersediaan lahan pertanian, peternakan, termasuk sektor perikanan dan kelautan serta perlunya melakukan identifikasi komoditas unggulan di berbagai daerah, kesiapan SDM petani serta kelembagaan ekonomi petani yang kuat,” kata Deputi Zabadi.

Pada kesempatan itu, hadir Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto; Vice President PT. Metranet, Ruby H. Wijoseno; Ketua Koperasi BUMR Paramasera, Agus Somamihardja; dan Junior Manager PT GGP di Kab. Tanggamus, Waliyuddin.

Kemudian President Director PT. Agrikencana Perkasa, Andreas; Ketua Koperasi KUB Balitbang, H. Yadiman; Ketua KPBS Pangalengan, H. Aun Gunawan; Ketua Koperasi Mambo Mina Mekar Sejahtera, Muhammad Ihsan; anggota gerakan koperasi, pelaku UMKM, para PPKL, akademisi dan media.(Jef)

Holding Company Koperasi untuk Membangun UMKM Indonesia

Jakarta:(Globalnews id)-Kementerian Koperasi dan UKM terus mendorong koperasi simpan pinjam (KSP) membentuk holding company dengan cara melakukan spin off atau pemekaran usaha. Pemekaran lembaga dilakukan dengan cara membangun satu koperasi sektor riil oleh KSP sebagai jangkar.
Upaya ini dalam rangka meningkatkan nilai Promosi Ekonomi Anggota koperasi yang sebagian besar adalah pelaku usaha dalam skala usaha mikro dan kecil (UMK).

“Koperasi atau KSP membentuk holding company dengan model close loop economy. Kebutuhan modal disediakan oleh KSP sedangkan kapasitas produksi ditangani oleh koperasi produsen dan pemasarannya oleh koperasi pemasaran. Dengan cara seperti ini anggota yang sebagian besar pelaku usaha mikro dan kecil tersebut dapat menerima layanan dan manfaat optimum dari koperasi,” kata Deputi Bidang Perkoperasian KemenkopUKM Ahmad Zabadi, Senin (28/06/2021).

Untuk mewujudkan holding company koperasi di Indonesia, KemenkopUKM telah membuat beberapa proyek pelopor yang modelnya seperti Koperasi CU Keling Kumang di Kalimantan Barat, Koperasi Kopkun di Banyumas, Benteng Mikro Indonesia di Tangerang dan lainnya. Dengan pendekatan ini Kementerian Koperasi dan UKM menargetkan usaha dan produk rakyat bisa tumbuh dan naik kelas
Di sisi lain, Zabadi mengatakan, KemenkopUKM melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir KUMKM (LPDB-KUMKM) juga menyiapkan akses modal murah bagi koperasi khususnya kepada koperasi sektor riil.

Kementerian Koperasi dan UKM sedang mengupayakan dana kelolaan LPDB-KUMKM naik 5 kali lipat, dari Rp2 triliun agar naik menjadi Rp10 triliun.
Kapasitas pembiayaan LPDB-KUMKM ke suatu koperasi bisa sampai Rp100 miliar. Seperti yang sudah disalurkan ke Koperasi CU Obor Mas Maumere, Kospin Jasa Pekalongan, Koperasi Makmur Mandiri, Bekasi, Koperasi Balota di Toraja dan lainnya.

Anggota-anggota mereka sebagian pedagang dan petani membutuhkan dukungan modal kontinyu dan cepat.
Dengan cara ini, Kementerian Koperasi dan UKM menjamin negara hadir melalui pendekatan dan instrumen yang tepat.
“Meski demikian karena keterbatasan sumberdaya belum semua koperasi serta UMKM bisa menikmati fasilitas pembiayaan murah tersebut. Sehingga butuh gotong royong lembaga lain seperti BPR, LKM, BRI, Pegadaian, PNM, yang selama ini concern di UMKM,” kata Zabadi.

Terlebih dalam situasi pandemi membutuhkan pemulihan ekonomi yang cepat. Data per 2020 memperlihatkan karakteristik koperasi di Indonesia didominasi oleh koperasi konsumen 57%, koperasi produsen 20%, simpan pinjam 14%, jasa 6% dan pemasaran 3%.

Dengan pendekatan holding company, KemenkopUKM menargetkan koperasi sektor produksi dan pemasaran tumbuh signifikan. Sebab dua sektor itu yang hari ini sangat dibutuhkan UMKM.(Jef)

Holding Ultra Mikro Tidak Akan Mematikan Koperasi Simpan Pinjam

Jakarta:(Globalnews id)- Kementerian Koperasi dan UKM menyambut baik rencana pembentukan holding ultra mikro antara BRI, Pegadaian, dan PNM yang akan terealiasi dalam waktu dekat. Kehadiran holding tersebut dinilai berdampak positif sebab dapat memperluas akses pembiayaan bagi pelaku usaha ultra mikro untuk mengembangkan usahanya.

“Selama ini pelaku usaha ultra mikro belum banyak tersentuh oleh lembaga pembiayaan, sehingga dengan terbentuknya holding ultra mikro menghadirkan pemerataan sumber-sumber pembiayaan di semua level usaha,” kata Deputi Perkoperasian KemenkopUKM Ahmad Zabadi, Kamis (24/06/2021).

Zabadi menegaskan kehadiran holding ultra mikro tidak perlu dikhawatirkan oleh penggiat Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan menganggap sebagai persaingan. Pendekatan layanan yang diberikan oleh KSP dan holding sebagai bank berbeda. KSP sebagai lembaga koperasi berbasis keanggotaan, hanya memberikan layanan kepada anggota yang di dalamnya ada semangat memiliki dan gotong royong.

Dikemukakan masing-masing lembaga pembiayaan ini pun memiliki pasar masing-masing, di mana KSP dengan basis keanggotaan menciptakan rasa memiliki terhadap koperasi di mana dia menjadi anggota. Keberlangsungan koperasi merupakan hasil keputusan bersama anggota yang kemudian dijalankan bersama.

“Karena itu, kekhawatiran persaingan bunga pinjaman seharusnya tidak perlu ada, karena hal tersebut merupakan kesepakatan bersama dalam Rapat Anggota,” kata Zabadi.

Lembaga KSP dengan prinsip-prinsip perkoperasian telah membangun sistem pengelolaan koperasi yang bersifat demokratis dan terbuka. Ada pembagian sisa hasil usaha (SHU) yang adil terhadap semua anggota.
“Anggota memperoleh kemanfaatan lain sebagai bagian dari koperasi, tidak sekedar hanya mendapatkan layanan pinjaman,” kata Zabadi.

Zabadi meminta, ini saatnya KSP untuk semakin meningkatkan layananannya dan melihat potensi-potensi baru sebagai market yang akan menjadi pasar KSP.(Jef)

KemenkopUKM Luncurkan Template Anggaran Dasar Pendirian Koperasi

Jakarta:(Globalnews.id)-Kementerian Koperasi dan UKM meluncurkan template anggaran dasar pendirian koperasi yang simpel yang diharapkan akan mempermudah masyarakat saat akan membuat anggaran dasar untuk keperluan pendirian koperasi.

Deputi Bidang Perkoperasian, Ahmad Zabadi, dalam keterangannya, Senin, 21 Juni 2021, mengatakan bahwa pembahasan konsep final template akte pendirian koperasi sudah selesai dilakukan pembahasannya, yang telah dilakukan beberapa kali pembahasannya dengan melibatkan lintas pelaku terkait terutama Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (INI) serta Praktisi yang berasal dari Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK).

“Dalam waktu dekat, Kementerian Koperasi dan UKM-Deputi Bidang Perkoperasian template akta pendirian koperasi yang berisikan anggaran dasar dengan sistematika yang telah disederhanakan akan diperkenalkan ke publik,” kata Zabadi.

Ia berharap hal ini akan benar-benar memberikan manfaat bagi Gerakan Koperasi, karena template akta pendirian koperasi ini tidak lebih dari 17 halaman, sebelumnya sampai dengan 50 halaman.

“Akta Pendirian Koperasi adalah akta perjanjian yang dibuat oleh para pendiri dalam rangka pembentukan Koperasi, sehingga template yang kami siapkan tidak menjadi baku dan wajib, tetapi sebagai bentuk gambaran terkait substansi yang harus diatur di dalam Akta Pendirian (Anggaran Dasar),” katanya.

Yang menjadi penting kata Zabadi, adalah pemahaman dari para pendiri koperasi terkait hal-hal apa saja yang harus mereka atur di dalam Akta Pendirian sebelum dilakukan pembentukan koperasi.

Deputi Zabadi menggarisbawahi template yang akan diluncurkan dalam waktu segera adalah panduan, bukan pedoman, artinya template ini hanya referensi bagi lintas pelaku terkait seperti notaris, dan masyarakat yang akan mendirikan koperasi. Deputi Zabadi juga mengingatkan dan mempertegas bahwa anggaran dasar sepenuhnya adalah kesepakatan para pendiri. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM, membantu menyiapkan contoh.

Deputi Zabadi mengatakan bahwa template anggaran dasar yang akan diluncurkan menunjukkan aksi keberpihakan pemerihtah kepada masyarakat, ini bagian kebijakan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi, paska ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

“Kami berharap Ikatan Notaris Indonesia (INI) khususnya Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK) mempunyai persepsi yang sama bahwa ini adalah bagian dari kemudahan berusaha, sehingga Notaris nantinya mempercepat proses pembuatan akta serta menyesuaikan biaya pembuatan akta pendirian koperasi, karena akta pendirian koperasi nantinya lebih sederhana  atau simpel,” ujar Zabadi.

Deputi Zabadi mengharapkan tidak ada lagi curahan-curahan hati (curhat), dari masyarakat mahalnya biaya akta pendirian koperasi.

“Kami ingin memberikan kemudahan kepada masyarakat yang ingin mendirikan koperasi, sehingga koperasi di Indoensia tetap menjadi soko guru perekonomian bangsa serta memperkokoh peran koperasi dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional,” katanya.(Jef)