Arsip Tag: Factory sharing

Factory Sharing Kakao di Jembrana Wujudkan Hilirisasi Produk Unggulan Daerah

Jembrana:(Globalnews.id) – Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) meresmikan Factory Sharing atau Rumah Produksi Bersama (RPB) khusus Komoditas Kakao di Kabupaten Jembrana, Bali, yang menjadi wujud nyata dukungan KemenKopUKM terhadap hilirisasi produk unggulan Bali, khususnya komoditas kakao atau cokelat di pasar ekspor.

Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengaku senang dan berbangga atas dibangunnya RPB pertama kali atau sebagai piloting di kawasan Jembrana.

KemenKopUKM menargetkan dapat membangun sebanyak 12 RPB di berbagai daerah. “RPB Jembrana ini piloting dan harus sukses, sehingga harapannya RPB bisa dibangun tiap tahunnya di Indonesia. Saya lihat secara langsung, RPB ini yang paling keren,” kata MenKopUKM Teten Masduki dalam acara Peresmian RPB Komoditas Kakao di Jembrana, Bali, Jumat (22/12/2023).

Diungkapkan Menteri Teten, ada dua tujuan pentingnya dibangun RPB. Pertama, produk UMKM rata-rata belum bisa memenuhi standardisasi industri, apalagi memiliki teknologi modern orang per orang. Hal itu mengapa RPB dibangun berdasarkan apa keunggulan komoditasnya. “Kalau membagikan alat sederhana, dikhawatirkan kualitas produk tak akan meningkat. Maka kita bangunkan pabrik bersama dengan alat-alat modern agar memenuhi standar pabrik,” ucapnya.

Tujuan yang kedua, Menteri Teten menyampaikan RPB menjadi kebijakan Pemerintah bahwa hilirisasi bukan hanya wilayah usaha besar tetapi juga melibatkan UMKM seperti kakao dari Jembrana yang berkualitas dunia. “Kita nggak boleh lagi ekspor komoditas yang masih raw material atau mentah. Kalau masih seperti itu ya tidak berubah sejak zaman kolonial. Zaman VOC ekspor kakao maupun rempah-rempah mentah, sekarang harus dikirim dalam bentuk setengah jadi atau barang jadi. Kakao salah satu unggulan komoditasnya,” katanya.

Menteri Teten menegaskan, Pemerintah terus mendorong Bali menjadi daerah unggulan untuk ekspor produk kakao. Kakao Bali sudah mendapatkan keunggulan di pasar ekspor. Meskipun sebagai produsen kakao utama, namun produk ini belum dapat menciptakan nilai tambah dan brand dunia.

“Industrialisasi atau hilirisasi untuk komoditas cokelat harus segera diimplementasikan secara cepat dan terintegrasi, guna menjawab tantangan ini,” katanya.

Tak hanya itu, MenKopUKM juga sangat setuju, jika RPB bisa diintegrasikan dengan potensi lahan para petani dengan membangun corporate farming dalam skala ekonomi, membangun sistem ekonomi dari hulu ke hilir. Di Jembarana, potensi lahan petani kakao mencapai 5.000 hektare yang mengonsolidasikan para petani berlahan sempit.

Dari hilir ada RPB, di hulu KemenKopUKM siap membantu dengan menyiapkan bisnis modelnya berbadan hukum melalui koperasi multipihak, dan dibantu dari sisi pembiayaan oleh LPDB-KUMKM. Sementara kendala pembibitan ada pada kewenangan Kementerian Pertanian (Kementan), yang ke depan bisa untuk saling dikerjasamakan.

“Dengan begitu, kita setuju menjadikan Jembrana sebagai modeling corporate farming dari hulu ke hilir. Maka, penting bagi daerah untuk punya keunggulan produk komoditasnya masing-masing. Jika semua sistem ini terbentuk, Jembrana menjadi daerah hilirisasi kakao, yang menarik menjadi potensi wisata,” kata Menteri Teten.

Selanjutnya, KemenKopUKM ingin menjadikan Bali sebagai hub produksi dan branding produk-produk dari Kawasan Indonesia Timur, antara lain melalui Pembangunan Smesco Hub Timur dan RPB Komoditas Cokelat di Jembrana ini.

Pembangunan RPB ini merupakan usaha dari Pemerintah melalui Dana Tugas Pembantuan KemenKopUKM, sebagai salah satu langkah hilirisasi berbasis koperasi dan UMKM. Langkah ini diharapkan, mampu menciptakan transformasi lapangan kerja yang berkualitas, mengatasi ketidaksetaraan, serta memperkuat struktur industri nasional.

Berbagai tahapan telah dilakukan dalam mendukung proses pembangunan Rumah Produksi Bersama dan mendorong terjalinnya kerja sama dari berbagai pihak, sehingga UMKM lokal semakin kreatif dalam menciptakan produk-produk sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman, menghasilkan produk yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

“Saya berharap, adanya RPB ini, para pelaku UMKM dapat menghasilkan produk kakao yang bernilai tinggi dan berkualitas mutu baik, serta berdaya saing, sehingga dapat meningkatkan produk hilirnya hingga ke pasar ekspor,” ucap Teten.

Terkait hal ini, Bupati Jembrana I Nengah Tamba berterima kasih atas dukungan KemenKopUKM melalui pembangunan RPB Jembrana komoditas kakao. “Adanya pembangunan RPB ini kami tidak ingin sekadar gagah-gagahan saja, tetapi menjadi proses belajar bagaimana petani kakao Jembrana bisa berkembang dan sukses. Karena kakao menjadi tulang punggung masa depan petani kakao di Jembrana,” katanya.

Adanya RPB tersebut, membantu petani kakao di sektor hilir, sementara di sektor hulu, Jembrana masih menghadapi kendala dari sisi pembibitan. Tersisa sebanyak 5.000 lahan kakao yang masih harus dibantu dari sisi pembibitan. “Kami masih kekurangan bibit dan menata manajemen, perlu belajar manajemen RPB ke depannya agar lebih baik,” kata Nengah.

Selain itu, dari sisi infrastruktur, ia berharap pembangunan jalan tol Denpasar-Jembrana nanti semakin membuka pasar bagi produk-produk asli Jembrana. Ia pun berharap, agar ke depan Jembrana bisa memiliki julukan sebagai Kota Kakao atau Kota Cokelat sebagai branding Jembrana.(Jef)

Panggung Cerita Nusantara Optimalkan Ekosistem Rantai Pasok UMKM Melalui RPB

Jakarta:(globalnews.id)- Sebagai upaya mengoptimalkan ekosistem rantai pasok UMKM dari hulu hingga ke hilir, Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) menggelar Panggung Cerita Nusantara yang menjadi momentum bagi UMKM memanfaatkan Rumah Produksi Bersama (RPB) atau Factory Sharing untuk memproduksi wastra dan kriya melalui dukungan pembiayaan KUR Klaster.

Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (25/11) mengatakan pengembangan RPB yang dibangun dengan standar industri untuk mengelola UMKM secara terpadu dengan didukung pembiayaan dari KUR Klaster perlu didukung dengan momentum seperti acara panggung Cerita Nusantara.

“Secara megah acara ini menampilkan ide-ide brilian, inklusivitas dalam keragaman, daya saing ekosistem lokal, karya seni rupa, kerajinan tangan, tekstil, juga inovasi digital, setelah melalui perjalanan panjang dari tanah Indonesia hingga panggung internasional,” kata MenKopUKM.

Acara yang merupakan hasil kolaborasi KemenKopUKM bersama Dekranas dan OASE itu telah berjalan sejak 2021 dengan Perjalanan Cerita Wastra dan Cerita Kriya dan kini bermuara di panggung Cerita Nusantara.

“Dalam panggung Cerita Nusantara, kita mengapresiasi setinggi-tingginya setiap ekosistem kriya dan wastra yang telah bersinar, berjejaring, dan berhasil lebih jauh membawa karya terbaik dan kisah memukau dari Nusantara,” katanya.

Lebih lanjut, menurut dia, acara-acara seperti itu diperlukan untuk mengoptimalkan berjalannya konsep rumah produksi bersama yang memang hadir untuk para pelaku UMKM agar lebih mudah mengelola bahan mentah menjadi produk jadi secara bersama sehingga kontinyuitas produk juga terjaga.

“Pada awalnya rumah produksi bersama dihadirkan untuk membuat produksi lebih mudah dalam skala massal dan menciptakan standar tinggi, ketika sudah berjalan lebih dari satu semester, terlihat ada dampak positif lainnya setelah rumah produksi bersama hadir,” kata Menteri Teten.

Rumah produksi bersama secara nasional ditargetkan akan mencapai 18 titik hingga 2024 dan selain meningkatkan kinerja UMKM dalam memproduksi barang juga diharapkan mampu mendorong praktik UMKM Hijau.

Dari beberapa RPB yang diinisiasi oleh KemenKopUKM, terdapat RPB Kulit Garut yang berlokasi di Jawa Barat. Pembangunan RPB tersebut menjadi salah satu upaya untuk memperkuat hilirisasi produk fesyen berbasis kulit domba asal garut.

KemenKopUKM akan bekerja sama dengan pihak lain, terutama dengan para desainer produk-produk kulit, agar SDM di Jawa Barat semakin berkembang.

“Saya bersama desainer Poppy Dharsono dan Bupati Garut akan mengembangkan hilirisasi produk kulit asli Garut, agar kualitas produknya jauh lebih baik,” kata Menteri Teten.

RPB Kulit Garut juga diharapkan bisa memfasilitasi para pelaku usaha mikro untuk membuat produk-produk kerajinan dari kulit, Mulai dari sepatu maupun aksesoris dari kulit lainnya. Sehingga ke depan, produsen kulit Jawa Barat dapat berdaya saing dengan produk kulit di daerah lain, hingga berdaya saing dengan produk luar.

Selain RPB Garut, KemenKopUKM juga membangun RPB Bambu di Manggarai Barat, Labuan Bajo sebagai hub penghasil bambu. Bambu-bambu yang ada nantinya akan dipilah dan dimanfaatkan untuk berbagai produk seperti kemasan pengganti plastik, furnitur, bahan bangunan untuk rumah, hotel, restoran, hingga sepeda bambu.

Selain itu, RPB juga dibangun di Sukoharjo, Jawa Tengah yang Sebagian besar warganya mengandalkan pembuatan kerajinan rotan sebagai mata pencaharian utama. RPB ini menjadi upaya untuk mengatasi beragam permasalahan UMKM perajin rotan, seperti masalah bahan baku furniture dan kerajinan, sekaligus menguatkan UMKM dari sisi hulu, produk, pemasaran, hingga kelembagaan.

Pengembangan RPB didukung kemudahan dalam akses pembiayaan yang dapat diterapkan oleh sebuah ekosistem bisnis yakni melalui KUR Klaster. Pelaku UMKM yang tergabung dalam ekosistem atau klaster memiliki manfaat kolektif untuk mengakses pembiayaan dan akses pasar untuk meningkatkan skala ekonomi.

Hal tersebut pula yang dapat diterapkan oleh ekosistem atau klaster dalam industri fesyen, di mana industri fesyen memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Tercatat, 18 persen PDB Nasional berasal dari sektor ini, bahkan industri fesyen juga menyumbang 66 persen dari total nilai ekspor produk ekonomi kreatif Indonesia.

Salah satu ekosistem fesyen yang sudah berkembang stabil di Indonesia adalah Jakarta Clothing Expo (Jakcloth). Oleh karena itu, Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki berharap agar Jakcloth bisa mengakses pembiayaan KUR Klaster. Melalui KUR Kluster, setiap orang dapat mengakses pembiayaan hingga Rp500 juta.

“Tentu harus ada badan hukumnya yaitu koperasi. Saya ambil contoh di Bali ada toko oleh- oleh Krisna, di dalamnya ada pemasok barang dagangannya sekitar 360 UMKM, mereka itu lalu membentuk koperasi dan lantas dihubungkan dengan KUR klaster. Jadi, nanti para tenant Jakcloth bisa mengambil itu juga. Pengalaman selama 14 tahun dan 30 event dalam setahunnya itu sudah menunjukkan bahwa produksinya stabil. Jadi nanti kita coba Jakcloth menjadi bagian KUR klaster,” kata Menteri Teten.

Meski demikian ia mengingatkan Jakcloth maupun produsen pakaian dalam negeri untuk terus memperhatikan pengembangan R&D (Research & Development), mengingat gaya hidup dalam busana itu cepat sekali berubahnya atau sangat dinamis.

Sampai dengan April 2023, telah terealisasi KUR Klaster Berbasis Rantai Pasok sebesar Rp538,7 miliar kepada 50 Klaster dengan anggota klaster sebanyak 5.310 UMKM oleh 9 Penyalur KUR. Teten berharap, lembaga keuangan dapat memperluas skema KUR Klaster.

Secara total ekspektasi yang akan ikut dalam penyerahan KUR Klaster Berbasis Rantai Pasok sebesar Rp1,34 triliun yakni 117 klaster dengan anggota klaster sebanyak 15.776 UMKM.

“Untuk itu, upaya-upaya terobosan, termasuk melalui program KUR Klaster Berbasis Rantai Pasok penting dijalankan sebagai bagian dari upaya meningkatkan akses penyaluran kredit bagi pelaku ekonomi kerakyatan,” kata MenKopUKM.(Jef)

MenKopUKM: Factory Sharing Solusi Jitu Sejahterakan Petani Garam Makassar

Kab.Pangkep:(Globalnews.id)- Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan Rumah Produksi Bersama (RPB) atau factory sharing komoditas garam yang dibangun dengan dana APBN di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan diyakini mampu sejahterakan petani garam.

MenKopUKM Teten Masduki meminta agar pengelola Koperasi Produsen Mappatuwo sebagai pengelola RPB dan offtaker dari para petani garam bisa memperbaiki tata kelola bisnis dan tata kelola perniagaannya. Hal ini diperlukan agar anggota koperasi yang merupakan para petani/petambak garam bisa terjamin harga jual produksinya saat panen raya.

“Kita harapkan garam hasil produksi petani bisa ditingkatkan value dan kualitasnya supaya petani bisa semakin sejahtera karena garam yang diolah di RPB ini bisa memenuhi standar industri. Ini menjadi bagian upaya pemerintah meningkatkan kualitas produksi para petani garam agar keuntungan bisa dinikmati mereka,” tutur Menteri Teten saat meninjau lokasi Rumah Produksi Bersama Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Kab. Pangkep), Kamis (19/10).

Menteri Teten mengatakan bahwa RPB komoditas garam di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan ini merupakan bagian dari rencana pemerintah membangun 8 titik RPB di tahun 2023.

Saat ini progres dari pembangunan RPB komoditas garam di wilayah tersebut mencapai 45 persen. Dari RPB ini nantinya 80 persen hasil produksi untuk memenuhi sektor industri dan 20 persen sisanya untuk garam konsumsi yang akan dijual melalui ritel-ritel modern.

Menteri Teten meminta semua petani garam di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan bisa bergabung dalam wadah Koperasi Mappatuwo agar mampu memenuhi skala industri serta terjamin kualitasnya. Menurutnya dengan bergabung dan berproduksi bersama maka jaminan kualitas, kontinuitas, dan kuantitas produksi bisa terjamin. Hal ini menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan kesejahteraan anggota koperasi.

“Mudah-mudahan dengan kehadiran RPB ini bisa menaikkan kesejahteraan bapak/ibu. Jadi tolong dijaga RPB ini supaya bisa berkelanjutan dan tolong semua petani garam segera gabung ke koperasi supaya keuntungan dari koperasi juga nanti ada SHU (Sisa Hasil Usaha) yang bisa diberikan ke bapak/ibu,” ucapnya.

Menteri Teten juga mengungkapkan dengan optimalisasi produksi garam industri yang dilakukan oleh RPB Koperasi Mappatuwo diharapkan bisa menekan angka importasi garam. Menurutnya selama ini Indonesia masih mengandalkan pasokan impor garam khususnya untuk industri yang mencapai 2,1 juta – 2,3 juta ton per tahun. Mayoritas pasokan garam untuk industri berasal dari India dan Australia.

“Untuk mewujudkan ekosistem dan tata niaga yang baik, anggota Koperasi Mappatuwo yang sekaligus sebagai petani garam ini juga harus disiplin dalam menjalankan produksinya,” ucap Menteri Teten.

Dia berharap para petani tersebut hanya menjual hasil produksinya kepada koperasi meskipun ada iming-iming harga yang sedikit lebih tinggi.

“Bapak/Ibu sebagai petambak (petani garam) harus menjualnya ke koperasi, harus disiplin menjual langsung koperasi tidak ke pedagang (tengkulak) sehingga ekositem yang kita bangun tidak buyar. Lalu kepada koperasi juga harus transparan,” ucapnya.

Pada kesempatan yang sama Bupati Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) Muhammad Yusran Lalogau menyatakan siap untuk mendukung kesuksesan program hilirisasi di sektor pangan sebagaimana yang disampaikan Presiden Joko Widodo. Komitmen ini akan diwujudkan melalui pendampingan secara konsisten terhadap kegiatan produksi di RBP di Kabupaten Pangkep.

Dia mengapresiasi dukungan pemerintah pusat dalam upaya mendorong daya saing produk garam yang dihasilkan para petani di wilayahnya. Dia optimis melalui RBP di Kabupaten Pangkep akan mampu mendorong produktivitas dan daya saing produk garam dari Koperasi Mappatuwo. Ke depan tidak menutup kemungkinan produksi garam dari wilayah sekitar juga dapat diserap dan diagregasi oleh koperasi di Kabupaten Pangkep tersebut.

“Pembangunan RPB untuk komoditas garam ini tentunya bertujuan meningkatkan nilai tambah komoditi garam, khususnya pengembangan pada sektor industri,” ucap Yusran.

Sementara itu Ketua Koperasi Produsen Mappatuwo, Andi Muhammad Yusuf, berharap agar RPB Komoditas Garam yang kini dibangunnya bisa benar-benar menjadi solusi bagi upaya peningkatan kualitas produksi petani garam. Dia mengakui selama ini hasil produksi garam petani masih belum mampu memenuhi standar pasar khususnya untuk garam konsumsi sehingga sulit untuk bisa dijual di toko ritel.

“Kami berharap supaya hasil produksi UKM kita bisa menembus pasar ritel karena selama ini kemasan mereka itu standarnya tidak masuk. Jadi ketika nanti sudah ada mesin packing di RPB insyaallah nanti toko ritel bisa menerima,” ucap Andi.

Dijelaskan Andi bahwa hasil produksi garam yang diolah melalui RPB seluruhnya sudah siap diserap oleh buyer. Beberapa perusahaan besar yang siap membeli garam hasil produksi RPB yaitu PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk, PT NewHope Indonesia, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk, dan PT Cargill Indonesia. Untuk kapasitas produksi dari RPB ini nantinya mencapai 30 metric ton per hari.

“Hasil produk kami rencananya 80 persen untuk memenuhi garam industri dan 20 persen untuk garam konsumsi. Saat ini kita sudah punya pasar yang siap jadi offtakernya. Untuk garam konsumsi nanti akan kita suplai untuk toko ritel seperti Lotte, Indomart, Hypermart, dan lainnya,” kata Andi.(Jef)

MenkopUKM: Pengelolaan Factory Sharing Harus Ciptakan Konglomerasi Berbasis Usaha Kecil

Sleman:(Globalnews.id) – Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki menekankan keberadaan dan pengelolaan Rumah Produksi Bersama (RPB) atau Factory Sharing harus diarahkan untuk menciptakan konglomerasi berbasis usaha-usaha kecil.

“Selain itu, Factory Sharing yang dikelola koperasi harus dilakukan secara benar dengan standar industri. Pola pikir pelaku UMKM harus sudah mengarah ke industrialisasi,” ucap MenkopUKM, Teten Masduki, saat meninjau lahan pembangunan Factory Sharing Pengolahan Susu, di Kecamatan Pakem, Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (23/6).

Di depan para pelaku koperasi dan peternak (sapi dan kambing), Menteri Teten berharap Factory Sharing di Sleman ini sudah bisa beroperasi pada November 2023.

“Tujuan utama membangun piloting Factory Sharing adalah meningkatkan kualitas produk UMKM,” kata MenkopUKM.

Dengan begitu, para peternak sapi perah dan kambing di Yogyakarta tidak lagi menjual bahan mentahnya. “Dikelola di pabrik ini menjadi produk susu UHT. Nilai tambah produk meningkat, sehingga kesejahteraan peternak juga ikut naik,” kata Menteri Teten.

MenkopUKM memastikan, kualitas produk susu dari Factory Sharing sama dengan produk hasil pabrikan. “Maka, peralatan produksi dalam Factory Sharing harus modern, tidak boleh asal-asalan,” kata Menteri Teten.

Selain itu, Menteri Teten juga menegaskan bahwa Factory Sharing harus dikelola secara bisnis. Oleh karena itu, MenkopUKM meminta agar hal itu dipersiapkan dengan matang termasuk koperasi yang akan mengelola Factory Sharing. “Nantinya, diharapkan akan menghasilkan brand susu bersama, tidak lagi sendiri-sendiri seperti selama ini,” kata Menteri Teten.

Bagi MenkopUKM, dengan bergabung dalam satu brand saja, maka akan menciptakan valuasi bisnis yang besar dengan market share yang besar pula. “Pelaku UMKM jangan lagi sendiri-sendiri, harus dikonsolidasi dan diagregasi lewat koperasi untuk meningkatkan skala usaha,” kata Menteri Teten.

Lebih dari itu, kata MenkopUKM, bila pelaku usaha yang kecil-kecil ini membangun ekonomi kolektif lewat koperasi, maka bisa terbangun efisiensi hingga mampu bersaing secara kompetitif. “Ini akan menjadi role model untuk pengembangan UMKM ke depan,” kata Menteri Teten.

Di NTT, misalnya, akan dibangun Factory Sharing untuk pengolahan produk bambu dan sapi. Sementara di Minahasa Selatan yang kaya akan perkebunan kelapa, akan dibangun pabrik pengolahan kelapa. “Tahun ini, kita akan membangun 8 Factory Sharing, sedangkan tahun lalu sudah ada 3. Hal seperti ini bisa dilakukan UMKM, bukan hanya konglomerat, tapi dengan standar pabrikan,” ucap MenkopUKM.

Nantinya, menurut MenkopUKM, dari mulai proses produksi, branding produk, izin edar, dan sebagainya, bakal terintegrasi dalam satu Factory Sharing. “Bila unsur higienis standar BPOM terpenuhi, maka produk mudah mendapat izin edar,” imbuh Menteri Teten.

Pembangunan Factory Sharing pengolahan susu di Yogyakarta mendapatkan dukungan penuh dari Pemprov DIY dari sisi penyediaan infrastruktur (jalan, listrik, amdal, pematangan lahan, kesehatan ternak, dan kegiatan pelatihan).

Factory Sharing yang berada di atas lahan milik Pemprov DIY seluas 5000 meter persegi itu diproyeksikan memiliki kapasitas produk diolah sebesar 6.500 liter perhari, dengan kapasitas produksi Factory Sharing sebesar 2000 liter perjam.(Jef)

KemenKopUKM Terapkan Tiga Program Prioritas Koperasi dan UMKM di Papua Barat

Manokwari:(Globalnews.id)- Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (SesKemenKopUKM) Arif Rahman Hakim menegaskan KemenKopUKM memiliki beragam program prioritas untuk mendorong UMKM naik kelas, memodernisasi koperasi, hingga menumbuhkan kewirausahaan di seluruh Indonesia, khususnya di Papua Barat.

SesKemenKopUKM Arif Rahman Hakim mengatakan program konkret diterapkan dalam hal pendataan lengkap KUMKM, Rumah Produksi Bersama (Factory Sharing), pengembangan Kewirausahaan Nasional melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2022, pengembangan Layanan Rumah Kemasan, redesain PLUT-KUMKM (New PLUT) melalui pembentukan Expert Pool, hingga pengentasan kemiskinan ekstrem.

“Tak ketinggalan yakni membangun koperasi modern yang didukung melalui Undang-Undang Perkoperasian, Korporatisasi Pangan, dan pengawasan koperasi,” kata SesKemenKopUKM, Arif Rahman Hakim, dalam acara Rapat Koordinasi Teknis Koperasi dan UKM Provinsi Papua Barat Tahun 2023, di Kota Manokwari beberapa hari lalu.

Selain program prioritas, kata Arif, KemenKopUKM juga mengembangkan program strategis yang dilaksanakan tahun ini, seperti pembiayaan koperasi dan UMKM melalui KUR Klaster, KUR Reguler, dan penyaluran dana bergulir yang akan berfokus pada koperasi sektor riil.

Program strategis lainnya adalah UMKM on-boarding digital, satu juta produk UMKM masuk dalam e-katalog LKPP, pengembangan Minyak Makan Merah yang dikelola koperasi, perluasan kemitraan UMKM dengan BUMN dan usaha besar, program MAKMUR yaitu penyaluran pupuk non-subsidi berbasis koperasi, hingga program SOLUSI NELAYAN yaitu pembangunan Stasiun Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN) yang dikelola koperasi.

Oleh karena itu, bagi SesKemenKopUKM, Provinsi Papua Barat setelah adanya pemekaran wilayah Papua, perlu penyesuaian kembali pengembangan koperasi, UMKM, dan kewirausahaan.

“Saya berharap kegiatan ini akan memberikan pandangan dalam hal arah kebijakan pengembangan koperasi, UMKM, dan kewirausahaan di seluruh wilayah Papua Barat pada 2023-2024,” kata Arif.

Menurut Arif, kegiatan ini juga dilaksanakan dalam rangka sinkronisasi antara program KemenKopUKM dengan program seluruh OPD yang membidangi urusan koperasi, UMKM, dan kewirausahaan di Papua Barat.

“Kita sadari bersama bahwa pemberdayaan koperasi, UMKM, dan kewirausahaan merupakan salah satu prioritas pembangunan di bidang ekonomi. Keberadaan dan peran strategis koperasi dan UMKM di tengah-tengah masyarakat, telah menjadi faktor penting dalam pembangunan ekonomi nasional,” kata SesKemenKopUKM.

Arif menambahkan, hanya ada dua pilihan bagi koperasi dan UMKM di era globalisasi ini, yakni adaptasi atau mati. “Kalau mau eksis dan berkembang, maka mau tidak mau, suka tidak suka, koperasi dan UMKM harus mengikuti perkembangan zaman,” ujar SesKemenkopUKM.

Meski begitu, Arif mengakui, masih terdapat sejumlah isu utama dalam pengembangan koperasi, UMKM, dan kewirausahaan di Indonesia, seperti rendahnya UMKM yang terjalin dalam kemitraan, dan akses pembiayaan UMKM yang masih rendah. “Juga, masih rendahnya pemanfaatan teknologi dalam menjalankan usaha, serta koperasi belum menjadi pilihan utama kelembagaan ekonomi rakyat,” ujar SesKemenKopUKM.(Jef)

SesKemenKopUKM Ajak UMKM Manfaatkan Factory Sharing Untuk Meningkatkan Nilai Tambah

Kutai Kartanegara:(Globalnews.id)- Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (SesKemenKopUKM) Arif Rahman Hakim menekankan bahwa bila pembangunan sebuah Factory Sharing bisa diselesaikan dan dioperasikan, maka masyarakat UMKM bisa memanfaatkannya untuk meningkatkan nilai tambah dari produk yang dihasilkannya.

“Bahkan, selain produksi, keberadaan Factory Sharing juga bisa dimanfaatkan sebagai rumah kemasan,” ucap SesKemenKopUKM, saat meninjau pembangunan Factory Sharing di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Sabtu (10/12).

Arif mengaku mendapat kepastian langsung dari pihak kontraktor bahwa pembangunan akan selesai pada akhir tahun ini dan segera beroperasi pada 2023 mendatang. “Saya sudah mengecek langsung dan mendapat kepastian itu,” kata SesKemenKopUKM.

Arif berharap dengan adanya Factory Sharing tersebut, warga dan para pelaku UMKM di Kaltim tidak lagi menjual produk bahan mentahan, atau bahan baku.

“Misalnya, jahe. Di Factory Sharing bisa diolah menjadi sesuatu yang memiliki nilai tambah. Sehingga, ketika dipasarkan, hasilnya bisa lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ucap SesKemenKopUKM.

Selain meninjau pembangunan Factory Sharing, SesKemenkopUKM melakukan kegiatan evaluasi dan monitoring PK2UMK DAK Nonfisik di Kota Samarinda, Kaltim.

“Tujuannya adalah untuk memastikan kegiatan-kegiatan prioritas UMKM bisa terjabar dari atas sampai ke bawah dan bersinergi bersama,” ucap Arif.

Dalam kesempatan itu, SesKemenKopUKM memaparkan evaluasi kegiatan UMKM, agar bisa satu arah dari pusat ke daerah untuk mencapai target dan diwujudkan bersama.

“Misalnya, terkait koperasi moderen, kami memiliki target secara nasional, juga diharapkan bisa diwujudkan bersama. Harapannya, itu bisa meningkatkan pendapatan APBD,” ucap SesKemenKopUKM.

Sementara itu, Plt Kepala DKUMKMP Kota Balikpapan Rosdiana berharap adanya peningkatan UMKM di Kota Balikpapan. “”Meningkat dari segi hasil produksi dan yang utama bisa mensejahterakan pelaku usaha mikro yang ada di daerah dan Kota Balikpapan khususnya,” kata Rosdiana. (Jef)

SesKemenKopUKM : Factory Sharing di Minahasa Selatan Beroperasi di 2023

Minahasa Selatan:(Globalnews.id) – Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (SesKemenKopUKM) Arif Rahman Hakim meminta agar pembangunan Factory Sharing di Minahasa Selatan bisa beroperasi pada 2023 mendatang.

Sebelumnya, pada 23 September 2022 lalu, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki sudah melakukan peletakan batu pertama disana.

“Saya tadi meminta kepastian dari pemborong untuk penyelesaian pekerjaan factory sharing ini,” ucap SesKemenKopUKM, usai meninjau pembangunan Factory Sharing di Desa Kapitu, Kecamatan Amurang Barat, Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, Sabtu (3/12).

Arif merasa lebih tenang, karena telah melihat langsung dan bertemu dengan pihak pemborong. “Dan mereka mengatakan sanggup untuk menyelesaikan pekerjaan ini sebelum akhir Tahun Anggaran 2022,” ucap SesKemenKopUKM.

Artinya, sebelum 27 Desember 2022, pekerjaan itu sudah bisa selesai. “Mudah-mudahan itu bisa ditepati dan saya juga meminta bantuan kepada Bupati Minahasa Selatan agar di tahun 2023 mendatang, Factory Sharing ini bisa dioperasikan,” imbuh Arif.

Arif juga menyinggung soal SDM yang akan mengoperasikan Factory Sharing ini. “Saya titip pesan kepada Bupati Minsel, agar dapat memperhatikan masalah SDM yang akan mengelola Factory Sharing ini,” ujar SesKemenKopUKM.

Karena ke depan, lanjut Arif, pasti akan ada program atau kegiatan lanjutan dari KemenKopUKM untuk Minahasa Selatan. Oleh karena itu, penempatan SDM harus diprioritaskan.

Dalam kesempatan itu, Bupati Minahasa Selatan Franky Donny Wongkar mengatakan bahwa kunjungan SesKemenKopUKM ini untuk melakukan pemantauan atau melihat secara langsung terhadap progres penyelesaian pembangunan Factory Sharing.

“Memang sudah dijadwalkan untuk melakukan pemantauan terhadap pembangunan di sini. Bahkan, langsung melakukan wawancara dengan pihak pemborong  yang melakukan pekerjaan proyek ini,” ucap Franky.

*Rapat Sinkronisasi*

Sementara itu, dalam acara Rapat Sinkronisasi Indikator Kinerja Bidang Koperasi, UMKM, dan Kewirausahaan Tahun 2022 di Manado, SesKemenKopUKM menekankan proses perencanaan dan rancangan kebijakan yang panjang dimulai dari keinginan untuk memecahkan permasalahan yang terjadi di masyarakat.

“Hingga akhirnya tertuang dalam dokumen perencanaan nasional dan diturunkan kembali sampai pada komponen kegiatan di daerah,” ucap Arif.

Menurut Arif, proses yang kompleks ini melibatkan banyak pihak di berbagai sektor, sehingga memerlukan upaya lebih untuk menyelaraskan perencanaan dan pelaksanaannya.

“Sebagai instrumen pemerintah, sudah sewajarnya bahwa setiap kegiatan diperlukan adanya dasar hukum yang jelas dan terarah,” kata SesKemenKopUKM.

Mulai dari RPJP hingga RPJM dan RKP baik pusat dan daerah, diharapkan memiliki tujuan, indikator, dan outcome yang tersinkronisasi dengan baik dan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Bagi Arif, forum ini adalah upaya dalam rangka mendukung singkronisasi antara indikator kinerja yang telah direncanakan dengan pelaksanaan progran dan kegiatan di pusat dan daerah.

“Tujuannya, untuk mewujudkan pengembangan koperasi, UMKM, dan kewirausahaan yang inklusif dan berkelanjutan dengan memperhatikan peraturan yang telah ditetapkan Kementerian Dalam Negeri,” ujar SesKemenKopUKM. (Jef)

MenKopUKM: Rumah Produksi Bersama Sejahterakan Petani Kelapa Minahasa Selatan

Minahasa Selatan:(Globalnews.id)- Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) secara resmi akan membangun Rumah Produksi Bersama (RPB) olahan kelapa di Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara yang nantinya akan dikelola oleh koperasi untuk mempercepat hilirisasi produk kelapa milik para petani.

Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki dalam Peletakkan Batu Pertama RPB Produk Kelapa di Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, Jumat (23/9), mengatakan Sulawesi Utara khususnya Kabupaten Minahasa Selatan merupakan salah satu sentra produksi kelapa terbesar di Indonesia. Produksinya dikatakan mencapai lebih dari 270 ribu ton pada 2021. Sayangnya, produksi kelapa ini belum memberikan nilai tambah bagi petani kecil secara langsung.

“Selama ini petani hanya menjual kelapa utuh. Harganya kadang murah dan nilai tambahnya tidak dapat diterima. Saya dapat gambaran, rata-rata per butir Rp2 ribu. Ini kalau diolah jadi virgin coconut oil (VCO) bisa Rp12 ribu rupiah per butir,” katanya.

Selain itu, Menteri Teten menambahkan untuk setiap 100 kg kelapa juga dapat menghasilkan sabut 25 kg yang dapat diolah menjadi 7,5 kg cocofiber dengan harga Rp2 ribu per kg, dan 16 kg cocopeat Rp500 per kg.

Tempurung kelapa juga dikatakan dapat diolah menjadi briket atau arang yang dikatakan saat ini memiliki permintaan banyak dari luar negeri.

“Pelaku usaha juga sedang investasi besar-besaran pada produk kelapa. Jadi ini punya nilai ekonomi yang besar lebih dari sawit dan tidak ada isu lingkungan. Ini jadi kekuatan unggulan kita,” kata Menteri Teten.

Menurutnya, para petani tidak mungkin mampu mengolah produk secara mandiri karena teknologi yang digunakan cukup mahal. Maka dari itu, pembangunan RPB ini telah menjadi langkah besar sebagai upaya hilirisasi produk olahan rakyat.

Namun, Menteri Teten menekankan RPB ini harus dirawat secara baik agar dapat bertahan dalam kurun waktu yang lama. Dia menambahkan jika RPB ini terbukti berhasil, bukan tidak mungkin pemerintah akan membangun di berbagai daerah lain di Indonesia.

“Kalau ini berhasil, kami akan terus membangun lagi RPB di berbagai tempat. Jadi bukan hanya kelapa. Di Aceh misalnya, kita bangun RPB olahan nilam, di Kalimantan Timur ada RPB jahe, NTT RPB daging sapi, Jawa Tengah pengolahan rotan. Jadi bergantung keunggulan komparatif daerahnya apa,” katanya.

Di tempat yang sama, Bupati Minahasa Selatan Franky Donny Wongkar mengatakan daerahnya memiliki luas lahan untuk area tanam kelapa sebesar 46 ribu hektare. Nantinya, akan terdapat 600 UKM yang secara khusus mengembangkan komoditas kelapa dari RPB ini.

Dia juga yakin, dengan adanya pembangunan RPB ini akan membantu para petani kelapa khususnya UMKM untuk mendapatkan nilai tambah melalui hilirisasi olahan kelapa.

“Marilah kita bergandengan tangan dan mendukung serta bekerja sama untuk menyukseskan ini. Hanya 5 kabupaten/kota yang menerima proyek pembangunan rumah produksi bersama ini dan Minahasa Selatan beruntung dapat menjadi salah satunya,” kata Franky.(Jef)

KemenkopUKM Dorong Koperasi Eptilu Garut Dirikan Industri Olahan

Garut:(Globalnews.id)- Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Arif Rahman Hakim menyarankan Koperasi Petani Eptilu (Fresh From Farm) untuk mendirikan industri olahan (Factory Sharing) yang mampu mengolah produk pertanian yang tidak terserap pasar, menjadi produk yang tetap memiliki nilai. Misalnya, hasil panen cabai bisa diolah menjadi Pasta Cabai, Saos Sambal, dan sebagainya.

“Industri olahan tersebut dimiliki oleh seluruh anggota koperasi. KemenkopUKM juga akan terus mendampingi Koperasi Eptilu masuk rantai pasok, khususnya produk pertanian,” kata Arif, saat mengunjungi kawasan holtikultura dan Agrowisata Eptilu di Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Jumat sore (21/5).

Dalam kunjungan kali ini, Arif menyebutkan dalam rangka mengembangkan korporasi petani yang melibatkan banyak petani milenial di Kabupaten Garut. Arif pun mengapresiasi ide dan langkah Eptilu dalam mengembangkan bisnis serta bermitra dengan para petani. “Konsep ini sangat cocok diterapkan dengan kondisi Indonesia,” kata Arif.

Eptilu merupakan salah satu Agrowisata dan kebun edukasi yang ada di Garut. Dalam konsepnya, Eptilu menerapkan Closed Loop System, dimana semua pihak terlibat langsung mendampingi petani mulai dari proses produksi.

Selain itu, Arif juga berharap Koperasi Eptilu menjaga manajemen kualitas produk sesuai standar pasar internasional. Tak terkecuali, meningkatkan kualitas manajemen packaging. “Kita bisa bersinergi dengan memberikan pelatihan secara daring, sesuai dengan kebutuhan para anggota koperasi yang seluruhnya petani. Kita bisa fasilitasi para pakar yang ahli di bidangnya,” ucap Arif.

Dalam kesempatan itu, Ketua Koperasi Eptilu Rizal Fahreza (29 tahun) bercerita bahwa awalnya bersama rekan-rekannya yang rata-rata berusia di bawah 35 tahun, mengusahakan budi daya jeruk siam Garut, tomat, dan kentang serta produk hortikultura lainnya sejak 2017.

Mereka memutuskan untuk membentuk lembaga koperasi pada 2019. Mulanya mereka mengelola lahan seluas lebih dari 5 hektar di Desa Mekasari, Cikajang, Kabupaten Garut untuk ditanam jeruk dan aneka produk holtikultura, seperti cabai, tomat, sawi dan sebagainya.

Produk itu dipasarkan di Jabodetabek hingga Pangkalpinang, Pulau Bangka. Mereka panen hampir setiap bulan, namun produksinya baru mencukupi kebutuhan operasional koperasi yang beranggotakan 24 hingga 27 orang, serta karyawan koperasi sekitar 20 orang.

“Kami baru menata kelembagaan dulu dan serta melakukan digitalisasi untuk memasarkan produk. Misalnya, anggota A punya produk tomat kita pasarkan. Ke depan, fungsi koperasi jadi offtaker,” kata Rizal.

Rizal menambahkan, selain sebagai offtaker bagi para petani holtikultura, koperasi juga menjadi penghubung dengan PT Pasar Komoditi Nasional atau Paskomnas dan Eden Farm. “Dan kami sedang melakukan persiapan kerjasama dengan Indofood,” imbuh Rizal.

Rizal mengatakan, dengan petani berkorporasi memiliki daya nilai tawar yang tinggi, setara dan petani itu mempunyai bagian posisi yang tinggi. “Mereka bisa lebih makmur, bila melakukan akselerasi, tidak perorangan dan berjamaah” tukas Rizal.

Percontohan Integrasi

Lebih dari itu, Eptilu sendiri merupakan percontohan integrasi dan sinergi perangkat daerah. Integrasi dan sinergi antara Dinas Pertanian, Dinas Koperasi dan UKM serta Dinas Pariwisata. Pola tersebut juga diimplementasikan di lokasi pengembangan lainnya yaitu Kebun Jeruk Selekta di Cikandang, Bosaga di Samarang.

Masing-masing perangkat daerah melakukan pembinaan dan pengembangan sesuai urusannya. Dinas Pertanian melakukan pembinaan budidaya jeruk, Dinas Koperasi dan UKM melakukan pembinaan kelembagaan sekaligus pembinaan kuliner, dan Dinas Pariwisata menyelenggarakan pembinaan Sumber Daya Manusia Sadar Wisata.

Koperasi Eptilu yang bergerak di bidang pertanian sebagai bidang utama yang dikembangkan. Seiring dengan perkembangan dan potensi Eptilu kemudian melakukan ekspansi di bidang usaha lain yakni pendidikan dan ecotourism.

“Saya yakin dengan menggabungkan pertanian dengan agrowisata, ternyata sangat menarik dan indah. Optimis Eptilu dapat menjadi contoh dalam regenerasi petani milenial”, pungkas Rizal.(Jef)

Sesmenkop UKM Bersama Deputi UKM Menyiapkan Rumah Produksi Bersama Olahan Nanas di Kab Subang

SUBANG-(GLOBALNEWS.ID)- Menindaklanjuti arahan Menteri Koperasi dan UKM untuk mendirikan rumah produksi bersama ( factory sharing ) olahan hasil perkebunan yang paling dominan di kab Subang yaitu “Nanas”, Sesmenkop UKM Arif R Hakim bersama Deputi UKM Hanung H Rachman, melakukan kunjungan lapangan ke Koperasi Produsen Singgalang Sari Maju di Kp Mekarsari Rt 08 Rw O3 Desa Sarireja Kecamatan Jalancagak Subang, Jawa Barat, Minggu (9/5/2021).

Turut hadir dalam acara tersebut Sekda Subang, Asep Nuroni, Kadis Koperasi, UMKM, Perdagangan dan Perindustrian Kab. Subang, Dadang Kurnianudin, Sekdis DKUPP, Suwitro, Kabid Koperasi, Ahmad Sudrajat, Kabid UMKM, Dedeh Efendi, Kasi Kelembagaan dan Diklat, Kasi Pengembangan dan kemitraan Usaha Kop dan Kasi Pembiayaan UMKM,; Sekmat Jalancagak,; Ketua Koperasi produsen Singgalang Sari Maju, F. Rizal Ali.

“Sesuai arahan Menkop bapak Teten Masduki yang berkunjung ke Subang tiga bulan lalu dan membahas kerjasama industri olahan produk unggulan di Kabupaten Subang. Pada waktu itu disepakati Nanas yang sebagai prioritas produk olahan yang akan dikerjakan,” jelas Arif R Hakim.

Kab Subang selama ini dikenal sebagai sentra nanas dan mensuplai 90 persen produksi Nanas di Jawa Barat. Produknya banyak tapi harganya tidak stabil terlebih saat panen raya, karena itu perlu dibantu industri olahan agar UMKM malah bisa naik kelas dengan adanya produk olahan nanas.

‘”Harapannya para pelaku di bidang pertanian bisa dihimpun dalam satu wadah koperasi dan koperasinya memiliki usaha industri olahan. Nanti juga dikaji skala ekonominya, berapa kolompok usaha minimalnya, demikian juga berapa luas lahan dikaji berapa kelomok tujuannya agar terjaga kontinuitas produksinya,” harap SesmenkopUKM.

” Saya juga berharap apa yang saat ini dikerjakan untuk membangun industri olahan segera terwujud. Kalau biayanya tidak terlalu besar dan kompleksitasnya tidak terlalu banyak, saya optimis factory sharing bisa didirikan pada tahun 2021 ini,” ujar Sesmenkop Arif Hakim.

Bahas Masalah Teknis

Sementara Deputi Bidang UKM Kemenkop Hanung Harimba Rachman mengatakan terkait persoalan teknis pihaknya akan melakukan beberapa langkah.

“Tim kami nanti secara teknis akan melakukan semacam persiapan semacam cek lokasi, melihat ke ekonomiannya dan lain sebagianya. Termasuk juga mengenai pengelolaannya nanti kedepan,”jelasnya.

Hanung mengatakan bahwanya dirinya telah memiliki beberapa model bisnis yang telah dicoba. Salah satunya dengan menggandeng BUMN.

Beberapa kajian dilakukan juga upaya menghindari perlatan yang telah diberikan namun tidak digunakan.

“Kami akan melakukan kajian perisiapan dan sebagainya. Kita harapkan sebagaiman dikatakan pak Sesmen tahun 2021 bisa dilaksanakan kalo kompleksitas dan biayanya terlalu besar,”paparnya.

Ia pun menjelaskan akan mencoba institusi- institus lain yang punya program yang sama agar lebih terarah setelah kajian dilaksanakan terkait.

Adapun untuk market jangka pendek,kata Hanung, pihaknya akan coba mempertemukan platform- platform yang ada.

Adapun untuk kajian Kemenkop akan menggandeng BPPT, untuk melihat ketepatan teknologi yang digunakan.

Sementara Sekda Kabupaten Subang, Asep Nuroni berharap Kemenkop bisa membantu mengembangkan Koperasi bisa lebih mandiri.

“Dalam arti sebagai produsen juga sebagai pemasar itu sendiri,” kata Asep. Adapun kaitan dengan factory Subang, Asep Nuroni mengatakan bahwa Pemkab Subang akan konsen pada penyiapan lahan.
“Jadi kita konsen dalam perluasapan lahan.Kita manfaatkan lahan yang tidur dan dikerjaksamakan dengan BUMD yang ada,”tukasnya.(Jef)