Arsip Tag: iNSA

Gelar Bukber dan Santunan Anak Yatim: INSA Berharap Pemerintahan Baru Bisa Tingkatkan Produktifitas Pengusaha Pelayaran

Jakarta:(Globalnews.id)- Indonesian National Shipowners Association (INSA) berharap, pemerintahan baru nantinya dapat mengevaluasi kebijakan yang tumpang tindih serta mengikut-sertakan pengusaha dalam melahirkan kebijakan baru untuk mendukung produktivitas pengusaha pelayaran. Ketua Umum INSA Siana A Surya mengatakan hal itu disela-sela buka puasa berama dengan anak yatim di Jakarta, Rabu (27/3).

Siana mengatakan, selama ini masih banyak regulasi yang bersifat tumpang tindih sehingga birokrasi ini menjadi gangguan bagi produktivitas pengusaha atau perusahaan pelayaran angkutan niaga dalam negeri. “Birokrasi seperti ini harus dihapus agar Indonesia dapat bersaing secara global,” kata Siana.

Menurut Siana, ada beberapa kebijakan yang dilnilai tidak sejalan dengan visi Indonesia Maju dimana adanya tarik menarik kepentingan dua kementerian dalam menerbitkan perizinan, sehingga akan samgat mengganggu ketik kapal-kapal Indonesia berada di luar negeri. “Nanti di luar negeri akan ada pertanyaan, ini kenapa begini dan sebagainya. Jadi jangan sampai mereka bermasalah di luar negeri,” kata Siana.

Ia menyebut soal regulasi bidang ketenagakerjaan bidang pelayaran, dimana izin kerja kru kapal yang saat ini berada di dua kementerian. “Nah ini perlu disederhanakan, siapa yang berwenang mengeluarkan izin kerja kru kapal apakah Kemenhub atau Kemenakertrans,” ungkap Siana.

Ia setuju jika nantinya hanya satu kementerian saja yang berwenang mengeluarkan izin kerja kru kapal agar seragam dengan izin yang diterbitkan negara lain. “Tentu saja ini dapat mengurangi birokrasi yang selama ini juga bermasalah,” papar Siana.

Siana mengharapkan, pemerintahan baru nantinya memberikan ruang bagi pengusaha untuk meningkatkan produktivitas dengan meminimalisir regulasi yang menghambat. Selama ini, kata Siana, birokrasi begitu ribet, dan realitas tersebut berbeda dengan negara lain.

Oleh karena itu, INSA nantinya mencoba berdialog dan sounding dengan pihak-pihak terkait agar regulasi yang dibuat untuk kepentingan bangsa yang lebih luas tidak hanya untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.

Ia berharap, mudah-mudah  pemerintahan baru nantinya paham bahwa untuk mendorong produktivitas tentu regulasi yang menghambat itu harus dicarikan solusinya, karena Indonesia harus maju dan bersaing secara global. “Regulasi itu dibuat bagaimana pelaksanaanya lebih efisien dan efektif, tidak merasa satu pihak paling berkuasa atau paling meliliki kewenangan,” papar Siana.

Pada acara buka puasa ini, INSA memberikan santunan kepada anak yatim. Aksi berbagi ini secara rutin dilakukan untuk mengamalkan ajaran agama Islam yang mewajikan sebagian rizki yang didapatkan adalah milik orang lain. (Jef)

Untuk Ketiga Kalinya, INSA dan JSMEA Gelar Indonesia-Japan Business Matching Forum

Jakarta:(Globalnews.id)- Untuk ketiga kalinya, Indonesian National Shipowners` Association (INSA) bersama Japan Ship Machinery and Equipment Association (JSMEA) menggelar Indonesia-Japan Business Matching Forum 2022 di Jakarta, Kamis(17/11/2022).

Sedikitnya 200 pengusaha perkapalan nasional dipertemukan dengan pabrikan mesin dan equipment kapal asal negeri sakura tersebut.

“Di forum bisnis ini para anggota berpeluang meningkatkan jaringan dan sekaligus bertemu langsung dengan pabrikan asal Jepang,” kata Ketua Umum DPP INSA Sugiman Layanto kepada awak media di sela-sela acara.

Menurut Sugiman, dengan betemu langsung dengan pabrikan yang selama ini memasok mesin dan berbagai peralatan kapal, para pengusaha kapal Indonesia dimungkinkan mendapat harga yang kompetitif dengan kualitas produk yang tetap tinggi.

Selain itu, lanjut Sugiman, pelaku industri perkapalan nasional juga melakukan penjajakan pengadaan mesin-mesin kapal yang ramah lingkungan.
“Tren global, termasuk Indonesia, ke depannya lebih berorientasi pada industri ramah lingkungan untuk menekan emisi gas buang. Apalagi pemerintah Indonesia telah menetapkan net zero emission pada tahun 2050 mendatang,” kata Sugiman.

Menurutnya, pabrikan-pabrikan Jepang saat ini mulai mengembangkan mesin-mesin kapal yang rendah emisi.Beberapa eksperimen sudah jalan. Ada yang memakai bahan bakar metanol dan amonia,” kata Sugiman.

Chairman JSMEA Kinoshita Shigeki mengatakan kegiatan Business Matching Forum ini merupakan yang ketiga kalinya di gelar di Indonesia. “Tujuannya untuk mempererat kolaborasi industri perkapalan kedua negara. Apalagi Indonesia merupakan pasar yang sangat penting bagi industri permesinan kapal di Jepang.

“Banyak kapal-kapal Indonesia yang mengguna mesin dari Jepang, terutama kapal tugboat, ferry, dan lainnya,” kata Kinoshita Shigeki.

Terkait dekarbonisasi, Kinoshita Shigeki menjelaskan bahwa Jepang saat ini sedang melakukan uji coba mesin kapal hybrid atau dual engine agar lebih ramah lingkungan.

Forum tersebut menghadirkan Director, International Affairs Office, Shipbuilding and Ship Machinery Division, Maritime Bureau Ministry of Land, Infrastructure, Transport and Tourism Mr. Maeda Takanori sebagai keynote speaker dengan tema For Enhancement of Cooperation between Japan and Indonesia in Maritime Sector.
Kemudian juga akan hadir Koordinator Industri Maritim, Direktorat Industri Maritim, Alat Transportasi dan Pertahanan, Kementerian Perindustrian RI Andi Komara.

Narasumber lainnya adalah Ketua Umum Indonesian National Shipowners` Association Sugiman Layanto yang mempresentasikan tema Present Market and Future Prospect of Indonesia Shipping Industries.

Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (IPERINDO) Anita Puji Utami yang mempresentasikan tema Present Market and Future Prospect of Indonesia Shipbuilding and Offshore Industries

JSMEA merupakan sebuah badan nirlaba yang didirikan oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur, perbaikan dan penjualan mesin propulsi laut dan berbagai mesin kapal tambahan seperti pompa, kompresor udara, pembersih oli, penukar panas, kargo dan tambat derek, kerek jangkar, derek dek, roda gigi kemudi, alat bantu navigasi, perlengkapan dan aksesori.
Saat ini, JSMEA memiliki total 244 anggota korporat reguler dan 75 organisasi anggota pendukung. (Per Juli 2022).

Kegiatan organisasi JSMEA antara lain melakukan berbagai riset terkait administrasi bisnis dan teknologi di industri permesinan kapal dan kegiatan yang bersifat mempromosikan produk industri permesinan kapal ke pasar internasional maupun kegiatan lain seperti menghubungkan atau koordinasi dengan asosiasi perdagangan lain yang terkait dengan pembuatan kapal dan pembuatan mesin kapal.(Jef)

INSA Berharap Adanya Vaksin Covid-19 dan UU Ciptaker Berikan Dampak Positif pada Industri Pelayaran Nasional

Jakarta: (Globalnews.id)- Asosiasi Pemilik Pelayaran Nasional Indonesia (INSA) menilai keberadaan vaksin COVID-19 dan Undang-Undang Cipta Kerja akan memberikan peluang bagi sektor industri pelayaran di 2021 yang saat ini terpukul akibat pandemi.

“Tentunya dengan masuknya vaksin ke Indonesia sekalipun masih menunggu fase ketiga dan sudah ada UU Cipta Kerja, ini memberikan angin baik bagi industri pelayaran di 2021,” kata Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto dalam diskusi daring bertema Optimisme Industri Pelayaran 2021 yang diselenggarakan Forum Wartawan Perhubungan/Forwahub di Jakarta, Senin (14/12)

Carmelita mengatakan dengan adanya vaksin yang diharapkan akan terus bertambah di Indonesia jumlahnya dan memberikan dampak positif, maka akan menimbulkan rasa kepercayaan dan aman bagi dunia usaha.

Selain itu, katanya, belanja dan bepergian akan kembali baik lagi yang pada akhirnya konsumsi rumah tangga meningkat.

“Terpenting juga adalah kapasitas angkut barang dan penumpang di industri pelayaran, juga tentunya investasi akan meningkat jika vaksin berhasil dengan baik,” kata Carmelita.

Sementara dengan adanya UU Cipta Kerja, dia menilai, kepercayaan dunia usaha akan meningkat dan beban usaha berkurang yang pada akhirnya bisa memberikan keuntungan bagi perusahaan pelayaran. Juga iklim investasi meningkat, penciptaan lapangan kerja bertambah, serta terciptanya akselerasi ekonomi digital industri.

INSA, katanya, juga menyoroti pembangunan Pelabuhan Patimban di Subang, Jawa Barat, yang diharapkan akan memberikan prospek baik pada 2021 bagi industri pelayaran.

“Kami berharap Patimban dan Pelabuhan Tanjung Priok bisa saling berkolaborasi bukan berkompetisi sehingga justru makin merugikan dunia usaha,” katanya.

INSA menilai jika Pelabuhan Patimban didorong menambah kapasitas terminal peti kemas, maka perlu dimulai untuk mewujudkan penerapan tarif yang tidak lagi diatur pemerintah.

Pelabuhan Patimban dititikberatkan sebagai pelabuhan yang melayani kegiatan ekspor impor dan domestik untuk kargo kendaraan dan kontainer. Pembangunan Pelabuhan Patimban merupakan proyek berskala panjang yang dimulai pada tahun 2018 dan direncanakan selesai tahun 2027.

Prospek ke depan pembangunan Pelabuhan Patimban dapat menjadi pelabuhan berskala Internasional yang mampu melayani dan menyediakan Terminal Peti Kemas dengan Kapasitas 7,5 juta TEUs. Selain itu, terminal kendaraan dengan kapasitas kumulatif 600.000 CBU yang didukung akses tol dan jalur kereta api langsung menuju Pelabuhan Patimban dan diharapkan dapat mendukung pemerataan ekonomi di wilayah Provinsi Jawa Barat yang tercakup dalam kawasan Segitiga Rebana.(Jef)

INSA : UU Cipta Kerja Belum Jawab Masalah Pelayaran

Jakarta(Globalnews.id)- Undang-Undang
tahun 2008 tentang Pelayaran
termasuk salah satu UU yang
direvisi Pemerintah melalui
pengesahan Rancangan Undang￾Undang tentang Cipta Kerja atauOmnibus Law.

Di dalam RUU Cipta Kerja yang
sudah diketok oleh Parlemen dan
ditandatangani menjadi UU No.11
tahun 2020 tersebut, setidaknya
terdapat 60 lebih pasal UU
Pelayaran tahun 2008 yang direvisi.
Pasal sebanyak itu, ada yang
diubah, ditambah dan sebagian ada
yang dihapus.

Indonesian National Shipowners
Association (INSA) pun angkat bicara
tentang hasil revisi UU Pelayaran
tersebut melalui UU Omnibus Law.
Meskipun belum gembira dengan
hasil revisi, akan tetapi Indonesian
National Shipowners Association
tetap mengapresiasinya.

“Kami mengapresiasi karena
beberapa pasal di dalam UU
Pelayaran telah direvisi menjadi
lebih pro terhadap investasi dan
pengembangan usaha angkutan
laut dalam negeri, misalnya tentang
sanksi,” kata Ketua Umum
Indonesian National Shipowners
Association Sugiman Layanto di Jakarta kemarin.

Meskipun demikian, katanya, ada
beberapa pasal yang juga berpotensi merugikan industri pelayaran nasional, salah satunya adalah adanya pasal yang
mengakomodasi keberadaan perusahaan asing, kapalberbendera asing dan awak kapalasing untuk beroperasi di perairan
dalam negeri.

Di dalam RUU Cipta Kerja, katanya,
kapal asing dapat melakukankegiatan lain yang tidak termasuk kegiatan mengangkut penumpang dan/atau barang dalam kegiatan
angkutan laut dalam negeri di perairan Indonesia sepanjang kapal berbendera Indonesia belum tersedia. “Kami kurang gembira dengan pasal ini,” katanya.

Dia menjelaskan secara umum UU Omibus Law belum menjawab permasalahan yang dihadapipelayaran yang selama ini
dikeluhkan yakni tentang adanyatumpang tindih kewenangan di dalam penegakan hukum di laut.

Menurut dia, dengan jumlah kapal niaga nasional yang mencapai 27.567 unit yang dioperasikan oleh sekitar 3.612 perusahaan, baik SIUPAL maupun SIOPSUS,
masalah penegakan hukum di laut
dalam rangka memberikan rasa aman kepada kegiatan angkutanlaut menjadi tantangan Pemerintah untuk mewujudkannya.

Pihaknya sejauh ini telah melakukan analisa mengenai masalah yang terjadi di dalam proses penegakan hukum di laut
dan menemukan sejumlah masalah antara lain adanya tumpang tindih
kewenangan di dalam pemeriksaan
/penyidikan serta banyaknya instansi yang terlibat dalam proses pemeriksaan.

Saat ini, setidaknya terdapat 13
Undang-Undang yang memberikan
otorisasi terhadap kegiatan penegakan hukum di laut denganmelibatkan 13 kelembagaan. “Sejak awal kami mengharapkan Omnibus Law menyasar masalahini karena penyederhanaan
penegakan hukum di laut sangat
urgent,” ujarnya.

Dia menjelaskan masalah tumpang tindih kewenangan di dalam penegakan hukum di laut telahdibahas dalam Rapat Umum
Anggota (RUA) Indonesian National
Shipowners’ Association tahun
2019.

Dalam rapat tersebut, para anggota
Indonesian National Shipowners’ Association menyepakatinya
menjadi program kerja dan mendo￾rong penyelesaiannya melalui RUU Omnibus Law. Namun, hingga RUU Cipta Kerja disahkan, masalah penegakan hukum di laut tidak
masuk di dalamnya.

Sementara itu, Koordinator Indonesian Cabotage Advocation Forum ( INCAFO) Fakultas Teknik Universitas Indonesia Idris Sikumbang menilai UU Cipta Kerja telah memperlemahsemangat azas cabotage yang merupakan modal dan kunci utama
bagi Indonesia untuk mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim
Dunia.

Pelemahan itu terjadi setelah adanya
pasal 14-A, pasal tambahan yang
esensinya sangat tidak sejalan dengan azas cabotage, termasuk dengan judulnya yakni untuk membuka lapangan kerja bagi
bangsa Indonesia. Sebab, pasal
tersebut justru memberikan lapangan
pekerjaan bagi asing.

Oleh karena itu, katanya, INCAFO
menyerukan kepada Pemerintah
untuk memperbaiki RUU Cipta Kerja
dengan cara menghapus pasal 14-A
di dalam UU No 17 tahun 2008
tentang Pelayaran.(Jef)