Arsip Tag: kopi Gayo

MenKopUKM: Kopi Jadi Komoditas Penggerak Koperasi dan UMKM Indonesia

Jakarta:(Globalnews.id)- Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan bahwa komoditas kopi telah menggerakkan kinerja UMKM dan koperasi, baik dari sisi hulu dan hilir. Hal ini dibuktikan dengan 96 persen perkebunan kopi Indonesia dikuasai oleh 1,3 juta petani dan lebih dari 2.950 kedai kopi dikelola anak muda dan pelaku ekonomi kreatif.

“Di tengah pandemi, tiap-tiap negara tengah mencari keunggulan domestiknya masing-masing. Ini penting agar Indonesia tidak terus-menerus mengekor ke negara-negara maju. Kopi dan rempah adalah komoditas unggulan negara kita yang harus dikelola dengan baik, dikuasai inovasi teknologinya, punya nilai tambah, menyejahterakan petani, dan berkelanjutan,” kata MenKopUKM Teten Masduki dalam acara Sarasehan Kebangkitan Kopi Rempah Nusantara yang diselenggarakan oleh Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IKA FAPERTA IPB University) di IPB Convention Center, Bogor, Sabtu (21/5).

Namun, menurut Menteri Teten terdapat tiga tantangan untuk pengembangan kopi rakyat, di antaranya lemahnya kelembagaan usaha yang umumnya masih perorangan, rendahnya produktivitas dan kualitas produk UMKM dan koperasi, serta kesulitan akses pembiayaan dan pasar.

“Dalam hal ini, KemenKopUKM memberikan dukungan dari hulu dan hilir. Dari hulu, kami ingin melakukan penguatan kelembagaan usaha melalui korporatisasi petani kopi berbasis koperasi dan pengembangan model bisnis terintegrasi hulu-hilir dari mulai produksi, akses pembiayan, rantai pasok, dan pemasarannya,” ucap Menteri Teten.

Lebih lanjut, Menteri Teten menambahkan bahwa pihaknya sudah melakukan beberapa piloting terkait korporatisasi petani ini. Salah satunya ialah Koperasi Produsen Baitul Qiradh Baburrayyan di Aceh Tengah yang diusahakan untuk menguasai pasar ekspor 345,6 ton Kopi Arabica Gayo ke pasar Amerika Serikat dan Eropa.

“Ini akan menjadi satu-satunya koperasi yang memiliki akses penjualan kopi langsung ke Starbucks,” kata Menteri Teten.

Selain itu, terdapat juga Koperasi Klasik Beans-Sunda Hejo di Jawa Barat yang mengonsolidasikan petani perhutanan sosial dan akan memasok kopi specialty untuk kebutuhan dalam negeri dan mancanegara.

“Juga ada Koperasi Kopi Wanita Gayo (Kokowagayo) yang menjadi satu-satunya koperasi wanita di Asia Tenggara yang masuk dalam Organic Product Trading Company (OPTCO) Cafe Femenino. Petani kopi perempuan berjumlah 409 orang dan mengelola lahan sebanyak 342 hektare. Sebanyak 70 persen produksi diekspor ke Amerika Serikat, 20 persen ke Eropa, dan 10 persen ke Australia,” kata Menteri Teten.

Dari sisi hilir, KemenKopUKM mendorong konsumsi kopi di dalam negeri, di mana anak muda menjadi kunci. Hal ini dilakukan dengan perluasan kedai kopi ke daerah secondary city melibatkan komunitas kreatif dan basis pesantren.

Berdasarkan riset Toffin dan Majalah MIX Marcoom pada 2019 jumlah kedai kopi di Indonesia tumbuh hingga 2.950 gerai dan angka tersebut mengalami kenaikan tiga kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.

Menurut Menteri Teten, kopi telah disinergikan ke dalam prioritas 2022, yaitu pemulihan transformatif, di mana afirmasi 70 persen program kementerian untuk anak muda, perempuan dan usaha ramah lingkungan, termasuk kopi.

“Kami juga mematok 40 persen pembiyaaan LPDB ke sektor rill agar memacu pembiayaan perbankan dan nonperbankan lebih terkonsolidasi ke dalam ekosistem sektor produktif, termasuk kopi. Kami targetkan 20 juta UMKM sudah masuk ke dalam ekosistem digital, termasuk kopi,” kata Menteri Teten.

“Kopi tak lagi sekadar minuman, apalagi diracik dengan rempah nusantara. Kopi telah menjelma menjadi kebutuhan hidup, memasok energi, dan menjadi bahasa universal bagi semua kalangan tanpa batas,” ujar Menteri Teten.

Berdasarkan Laporan International Coffee Organization (ICO), Indonesia telah menempati peringkat 4 produsen kopi terbesar di dunia dengan total produksi 12 juta karung kopi berukuran 60 kg pada 2014-2019.

Selain itu, meskipun produksi kopi mengalami penurunan saat pandemi, namun harga kopi dunia naik 1,02 persen dari 748,6 juta dolar AS menjadi 756,2 juta dolar AS di tahun 2021. Dalam jangka panjang, konsumsi kopi dunia diperkirakan akan terus meningkat, paling sedikit tumbuh minimal 2 persen pertahun, sedangkan di daerah Asia Timur dan Tenggara tumbuh di atas 5 persen.

Kepala Subdirektorat Pemasaran Hasil Perkebunan Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian, Normansyah Hidayat Syahruddin menambahkan, produksi kopi Indonesia pada 2021 telah mencapai 670 ribu ton. Dia pun menegaskan bahwa Indonesia telah menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia.

“Kami pada awal 2022 juga sudah melakukan gerakan menanam kopi serentak di Kabupaten Bandung. Kami fokus untuk melakukan korporasi perkebunan. Ini bentuk penguatan lembaga petani yang diharapkan membuat konsisten ekspor pasokan produksi kopi dan daya jualnya,” ujar Normansyah.

Di tempat yang sama, Ketua IKA FAPERTA IPB University Octen Suhadi menegaskan bahwa pihaknya senantiasa menjadi pelopor kebangkitan kopi nusantara. Dia juga berharap, IPB University dapat membalikan kejayaaan kopi nusantara.

Sementara itu, Kepala Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB University Ernan Rustiadi menuturkan bahwa komoditas kopi telah membuat petani bukan hanya sebagai penghasil buah segar saja, tapi juga mendapatkan nilai tambah.

“Petani kopi saat ini bukan hanya penghasil buah segar saja, tapi juga dapat menghasilkan gabah kopi, mengolah ceri menjadi green bean, roasting untuk jadi kopi bubuk dan bahkan ada yang punya kafe sendiri. Ini dinikmati petani nilai tambahnya. Ini karena hilirisasi kopi yang baik di Indonesia,” kata Ernan.(Jef)

Ini Dia, Solusi Menteri Teten Agar Kopi Aceh Tengah Masuk Pasar Global

Aceh Tengah:(Globalnews.id)- Petani kopi di Aceh Tengah, khususnya para anggota Koperasi Produsen Gayo Highland, berkesempatan berdiskusi langsung dengan Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki, terkait pengembangan kualitas produk dan pemasaran kopi.

Dalam dialog tersebut, yang juga dihadiri Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) Ahmad Zabadi dan Dirut Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) KUMKM Supomo, muncul beberapa masalah dan kendala yang kerap dihadapi para petani kopi. Diantaranya, mengenai musim panen kopi yang kerap bersamaan dengan turunnya musim hujan. Sehingga, kualitas kopi yang tengah dijemur menurun.

“Kami membutuhkan Rumah Jemur Kopi atau Green House agar harga kopi di pasar, baik domestik maupun ekspor, tetap terjaga bagus,” ungkap salah seorang perwakilan petani, pada acara diskusi dengan Menteri Teten di Gudang Proccessing Kopi milik Koperasi Produsen Gayo Highland, di Aceh Tengah, Provinsi DI Aceh, Jumat (25/2).

Masalah lain, Ketua Koperasi Produsen Gayo Highland Abdullah menyebutkan bahwa terkait masalah ekspor. Produksi kopi dari 700 lebih petani dengan sekitar total lahan 1000 hektar, sudah terbilang besar, yaitu sebesar 54 Lot.

Namun, Abdullah mengakui, marjin yang diterima koperasi (dan para petani kopi) masih belum maksimal karena ekspor masih melalui perantara atau mitra. “Padahal, kita tinggal selangkah lagi untuk bisa melakukan ekspor sendiri. Kami mohon dukungan dari Kementerian Koperasi dan UKM untuk mewujudkan itu,” tukas Abdullah.

Menanggapi beberapa kendala tersebut, Menteri Teten memberikan beberapa solusi strategis bagi petani kopi dan koperasi kopi di Aceh Tengah agar mampu menembus pasar global. “Pertama, saya mengusulkan yang berhubungan langsung dengan buyer bukan petani, melainkan koperasi petani kopi,” ungkap Menteri Teten.

MenKopUKM menyebutkan bahwa arahan Presiden Jokowi untuk memperkuat sektor pangan nasional dengan membangun Corporate Farming di seluruh Indonesia. Dimana tidak ada lagi petani-petani perorangan berlahan kecil yang berhubungan dengan buyer. “Harus bergabung ke koperasi agar memiliki kualitas produk yang baik, efisien, dan masuk skala ekonomi,” ucap MenkopUKM.

Kedua, lanjut Menteri Teten, koperasi-koperasi petani kopi (primer) yang ada di Aceh Tengah, bergabung menjadi satu membentuk satu koperasi sekunder. “Dengan begitu, produk kopi asal Aceh Tengah memiliki satu pintu untuk masuk pasar ekspor,” ulas Menteri Teten.

Oleh karena itu, MenKopUKM pun berharap bahwa kualitas dan produktifitas kopi asal Aceh Tengah terus ditingkatkan. Teten mencontohkan Vietnam yang mampu memproduksi kopi sebanyak 2 ton per hektar, dengan kualitas bagus.

“Kami akan terus mendukung upaya untuk meningkatkan kualitas produk dan konsolidasi produk kopi,” ujar Menteri Teten.

Untuk memperkuat permodalan koperasi tersebut, Menteri Teten memberikan solusi untuk memanfaatkan dana bergulir dari LPDB-KUMKM, yang bunganya super murah.

Tujuannya, agar koperasi bisa memiliki kemampuan untuk membeli produk langsung dari petani. Termasuk dalam pengadaan Rumah Produksi Bersama. “Sedangkan untuk onfarm-nya, yakni para petaninya, bisa memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) kluster,” tegas MenKopUKM.

Lebih dari itu, Menteri Teten pun mengusulkan agar petani di Aceh Tengah mampu mengkombinasikan lahan untuk menanam kopi dan juga pisang. Dalam arti, ada substitusi musim tanam dan panen, antara kopi dengan pisang.

“Hasil kajian FAO menyebutkan bahwa pola tumpang-sari seperti itu, antara kopi dan pisang, mampu meningkatkan pendapatan petani atau berpendapatan jauh lebih baik ketimbang hanya menanam satu jenis tanaman saja,” pungkas Menteri Teten.(Jef)

KemenKopUKM Latih Barista Aceh Agar Trampil Kelola Kedai Kopi


Banda Aceh:(Globalnews id)- Kementerian Koperasi dan UKM menggelar pelatihan Barista di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, pada 30 November hingga 4 Desember 2021 yang diikuti 30 orang peserta dari pelaku usaha mikro yang bergerak di bidang minuman berbahan dasar kopi, sekaligus diikuti uji kompetensi.

“Pemilihan  lokasi pelatihan di Aceh  mengingat Aceh merupakan salah satu penghasil biji kopi terbaik, serta banyaknya kedai kopi dan kebiasaan masyarakat meminum minuman berbahan dasar kopi,” ungkap Asisten Deputi Pengembangan Kapasitas Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM Hariyanto, beberapa waktu lalu.

Tujuan pelatihan, lanjut Hariyanto, sesuai permintaan Dinas Koperasi dan UKM Aceh, untuk meningkatkan kompetensi SDM usaha mikro dalam meracik kopi dengan berbagai varian penyajian minuman kopi.

Hariyanto berharap, pelatihan ini dapat memberikan dampak positif pada perkembangan SDM usaha mikro yang ada di daerah. Antara lain, usaha mikro yang terampil dan berwawasan luas dalam mengelola dan menjalankan usaha olahan kopi..

“Dengan meningkatnya kompetensi dan kualitas SDM usaha mikro, maka diharapkan meningkatkan perekonomian daerah melalui usaha olahan kopi,” ucap Hariyanto.

Lebih dari itu, hal itu juga bisa memperkuat jaringan SDM usaha mikro dalam usaha perdagangan dan pengelolaan usaha kopi. Tak terkecuali, meningkatnya motivasi  untuk berani mengambil keputusan dalam mengaplikasikan pengetahuan yang telah didapat selama pelatihan ini.

“Dalam pelatihan ini, adanya transfer ilmu pengetahuan yang didapat SDM usaha mikro kepada yang belum mendapatkan kesempatan pelatihan, agar terciptanya pengelola yang handal dan sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan,” jelas Hariyanto.

Bahkan, KemenkopUKM juga membantu pengelolaan usaha dapat berjalan dan berfungsi lebih efektif, serta sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang disesuaikan dengan kompetensinya.

“Juga, memotivasi peserta pelatihan agar memahami pentingnya sertifikasi kompetensi yang harus dimiliki setiap individu,” tandas Hariyanto.

Sebelumnya, KemenkopUKM juga sudah menggelar pelatihan sejenis di 16 lokasi lainnya, seperti pelatihan ekspor bagi usaha mikro di Kota Batu (Jawa Timur), Kulon Progo (DIY), Medan (Sumut), dan Likupang (Sulawesi Utara). Lainnya adalah pelatihan desain mode di Labuan Bajo (NTT).

Sementara pelatihan ritel bagi Pramuniaga dilaksanakan di  Kota Surakarta (Jawa Tengah), Samosir (Sumut), Papua, Maluku, dan NTT. Sedangkan pelatihan digital marketing di Purbalingga (Jawa Tengah) dan Manokwari (Papua Barat). Ada juga pelatihan Barista di Garut (Jawa Barat), Magelang (Jawa Tengah), Padang (Sumbar), dan Kota Banda Aceh (Aceh).

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Aceh Helvizar Ibrahim memgapresiasi pelaksanaan pelatihan  bagi pelaku usaha mikro dalam pengolahan dan penyajian minuman berbahan dasar kopi.

Dimana komoditas kopi merupakan salah satu potensi andalan Aceh di bidang perkebunan. “Diharapkan dengan selesainya mengikuti pelatihan, pelaku usaha mikro memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja dalam mengelola kedai kopi,” pungkas Helvizar. (Jef)

MenkopUKM: Aceh Punya Koperasi Wanita Gayo yang Mendunia

Aceh Tengah:(Globalnews.id)- Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengapresiasi Koperasi Kopi Wanita Gayo (Kokowagayo), yang telah malang-melintang di pasar internasional.

Kokowagayo menjadi satu-satunya koperasi wanita di kawasan Asia Tenggara yang masuk dalam organisasi petani kopi wanita internasional berbasis di Peru, Amerika Selatan, yaitu Organic Product Trading Company (OPTCO) Cafe Femenino.

“Kokowagayo ini sudah mendunia. Menjadi kebanggaan Indonesia, bahwa ada koperasi wanita kiprahnya diakui secara internasional,” ucap Teten dalam kunjungan kerjanya ke Kokowagayo di Bener Meriah, Aceh Tengah, Jumat (18/6).

Kopi Gayo dari Aceh Tengah, kata Teten, memang menjadi salah satu kopi terbaik yang diakui dunia. Namun, ada beberapa kendala yang dihadapi para petani kopi gayo di Aceh Tengah, termasuk Kokowagayo, yaitu masalah harga dan kualitas kopi.

Menuru Teten, saat ini, harga kopi mulai membaik menjadi 6 dolar Amerika Serikat atau setara Rp86.299 per kilogram (kg) di pasar New York. Sebelumnya hanya di angka 5,9 dolar AS atau setara Rp84.916 per kg.

“Sementara harga kopi kita ini sebenarnya mahal, di harga 11 dolar AS, atau sekitar Rp158.270 per kilogram. Kenaikan harga kopi ini kemungkinan karena produksi dunia yang turun, termasuk Brazil. Ini bisa berimbas pada permintaan kopi Indonesia akan tinggi. Jadi, stok lama di dalam negeri bisa diserap pasar luar negeri,” imbuhnya.

Di tengah harga komoditas pertanian yang turun di saat panen raya, justru kopi melimpah. Untuk itu Teten menegaskan, agar tata niaga kopi di Aceh Tengah diperbaiki. Terutama kelembagaannya lewat koperasi.

“Saya mengusulkan agar memperkuat koperasi-koperasi di sektor pangan/riil. Karena 59 persen koperasi masih banyak yang bergerak di sektor simpan pinjam,” pintanya.

Ketua Kokowagayo, Rizkani Melati, mengatakan, seluruh anggota koperasi ini diisi oleh petani kopi perempuan, yang berjumlah 409 orang dan mengelola lahan sebanyak 342 hektare (ha).

“Kami menjual green bean, pasarnya mayoritas sekitar 70 persen ke Amerika Serikat, 20 persen ke Eropa, dan sisanya 10 persen ke Australia dan Asia,” rincinya.

Saat ini, aset Kokowagayo mencapai Rp8,5 miliar. Sementara per tahun, kapasitas produksi Kokowagayo mencapai 450.000 ton. Sekitar 20 kontainer, atau sekitar 422.400 ton, diperuntukkan bagi pasar luar negeri.

Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Bener Meriah, Dailami merinci, jumlah petani di Bener Meriah mencapai 64 ribu. Namun, mayoritas lahan kopi di Kabupaten Bener Meriah masih dikelola secara perorangan.

“Tapi kami semua di sini punya keunggulan karena ditanam secara organik. Paling hanya 1 persen yang pakai pupuk,” kata Dailami.

Sehingga tak heran, kata Dailami, bahwa kopi Gayo asal Bener Meriah ini mampu menarik pasar dunia. Di Bener Meriah, sambung dia lagi, pembeli kopi petani banyak dilakukan oleh beberapa koperasi. Di antaranya Koperasi Buana Mandiri, Koperasi Bahtera Permata Gayo, dan termasuk Kokowagayo.

“Kami berharap support KemenKopUKM dan juga LPDB-KUMKM agar koperasi-koperasi lain bisa membantu menumbuhkan ekonomi petani kopi,” pungkasnya.(Jef)