Arsip Tag: MUI

Penjelasan Kontra Narasi Penolakan Vaksinasi dan Penegasan Disiplin Protokol Kesehatan oleh Kominfo dan MUI

Jakarta:(Globalnews.id)- Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Ditjen IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menyelenggarakan Webinar bertajuk “Kontra Narasi Penolakan Vaksinasi dan Disiplin Protokol Kesehatan” dengan sub tema “Problematika Krisis Pandemi di Provinsi Sumatera Selatan dan Sekitarnya”.
Acara ini diselenggarakan secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting dan disiarkan secara live streaming melalui kanal YouTube Ditjen IKP Kominfo, Official TVMUI, dan Facebook Majelis Ulama Indonesia, pada Sabtu, 13 November 2021, mulai pukul 08.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB.
Narasumber Webinar hadir secara virtual untuk memberikan paparan, antara lain Wakil Sekretaris Jenderal Komunikasi dan Informasi MUI, H. Asrori S. Karni, S.Ag., M.H., Ketua Lembaga Kesehatan MUI, dr. Muhammad Adib Khumaidi, SP. OT, Wakil Ketua Lembaga Kesehatan MUI, Dr. Muhammad Makki Zamzami, dan Anggota Komisi Informasi dan Komunikasi, Mahladi, S.PI, serta diawali dengan sambutan dari Sekretaris Umum MUI, K.H. Soleh Sakni, Lc, MA.

Para ulama sudah mengingatkan, jika kita tidak memahami akan sesuatu, maka kita tidak bisa memberikan pemahaman tersebut. Analoginya, jika kita tidak memiliki pemahaman akan kesehatan, vaksinasi, dan pandemi, maka akan mustahil dapat menyampaikannya ke masyarakat.

Hal tersebut disampaikan oleh KH. Soleh Sakni dalam sambutannya. Oleh karena itu, dalam kaitannya sebagai seorang Da’i, kita diingatkan oleh Allah untuk melakukan pendekatan, mengajak manusia, dan mencerahkan manusia harus melalui tiga hal. Ketiganya adalah khidmat, menghadirkan nasihat-nasihat yang menyejukan, dan strategi untuk mendebat dengan cara yang baik. Strateginya yaitu menggunakan ilmu dan menyerahkan kepada Allah SWT.

Sesi selanjutnya diskusi yang dimoderatori oleh Siti Khodijah Parinduri, SKM, M.KM. Asrori S. Karni menyatakan bahwa media sosial adalah produk dari individu, maka tidak ada kontrol bagi konten-konten tidak sehat, seperti hoaks atau ujaran kebencian. Oleh karena itu, MUI telah aktif mengeluarkan fatwa berupa pedoman bermuamalah di media sosial. Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam mengkonsumsi arus informasi di masa pandemi, serta membantu terhindar dari informasi yang tidak bertanggung jawab.

“Walaupun data terkini memperlihatkan situasi yang semakin menggembirakan (penurunan kasus COVID-19), kita perlu tetap waspada, disiplin terhadap protokol kesehatan, dan terus mendorong angka yang hendak dicapai. Sehingga, kita bisa semakin tangguh dalam menghadapi pandemi ini.”, tegasnya, seraya menutup paparannya.

Selanjutnya, Muhammad Adib Khumaidi mengatakan bahwa ada tiga pilar yang paling penting dalam menghadapi COVID-19, yaitu lingkungan, host, dan agent. Virus atau agent tidak bisa diintervensi. Upaya yang bisa dilakukan adalah merubah diri kita (host) dengan personal awareness, sehingga kewaspadaan harus ditingkatkan. Selain itu, lingkungan juga menjadi hal yang penting. Upaya-upaya seperti menjaga jarak ataupun menggunakan aplikasi Peduli Lindungi di tempat publik merupakan contoh mengintervensi lingkungan

“Hidup bersih plus dan Thaharah, mengontrol faktor risiko, menyikapi wabah pandemi dengan benar, dan hidup dengan konsep ITTAQULLAH (waspada dan berhati-hati),” tegasnya. Ia juga mengingatkan bahwa masih ada potensi gelombang ketiga COVID-19, sehingga kita tetap harus waspada.

Sesi diskusi selanjutnya dimoderatori oleh Abdul Muis Sobri, M.Kom. Diskusi tersebut diawali oleh paparan Muhammad Makki Zamzami yang menjelaskan bahwa dalam menghadapi pandemi COVID-19 perlu mengedepankan prinsip-prinsip syariat, yaitu agama Islam bertujuan memelihara agama, jiwa, akal, kesehatan, dan harta benda umat manusia. Kedua, badan dan jiwa manusia merupakan milik Allah. Ketiga, penghormatan hak asasi yang dianugerahkan mencakup seluruh manusia, tanpa membedakan ras atau agama. Keempat, terlarang untuk merendahkan derajat manusia, baik yang masih hidup, maupun yang sudah meninggal dunia. Terakhir, mendahulukan kepentingan orang yang masih hidup daripada yang telah tiada.

“Peran fasilitas kesehatan dalam lingkup syariat juga harus dikedepankan. Hal ini karena fasilitas kesehatan yang menjadi ujung tombak dalam merawat harus mempunyai prinsip ini. Jika diterapkan, akan memberikan keberkahan”, tambahnya.

Sesi diskusi ditutup oleh Mahladi, yang memaparkan mengenai kontra narasi penolakan vaksinasi dan disiplin kesehatan. Kontra narasi harus segera dilakukan untuk mencegah munculnya pemahaman keliru dengan cara membuat narasi tandingan. Karena pada dasarnya, kebohongan yang diulang terus-menerus, tidak hanya sekadar dianggap benar, tetapi akan menjadi kebenaran. Bila hal ini terjadi, maka susah untuk diperbaiki.

Selain itu, menurutnya, membuat kontra narasi di era digital tidaklah mudah. Internet telah menghapus sekat-sekat wilayah atau negara, sehingga sulit melakukan kontrol terhadap informasi dari luar negeri. Perlu dimengerti bahwa penyebaran informasi negatif dilatari berbagai hal, seperti kepentingan politik, bisnis, hingga hal-hal personal lainnya. Hal ini didukung oleh karakter masyarakat Indonesia yang mudah percaya dan ikut-ikutan.

“Kebenaran harus tetap disuarakan, walaupun terlambat dan tergilas sekali pun. Pada akhirnya, kebenaran itu akan menang dan kebatilan itu akan lenyap”, tuturnya, seraya menutup paparannya.(Jef)

Kominfo dan MUI Mengajak Masyarakat Memaksimalkan Pembelajaran di Masa Pandemi COVID-19

JAKARTA:(Globalnews.id)–Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Ditjen IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menyelenggarakan webinar dengan tema “Strategi dan Inovasi Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19”.

Acara ini diselenggarakan secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting dan disiarkan secara live streaming melalui kanal YouTube Ditjen IKP Kominfo, Official TVMUI, dan Facebook Majelis Ulama Indonesia, pada hari Selasa, tanggal 6 November 2021, pukul 08.00 – 11.30 WIB.

Narasumber yang hadir secara virtual untuk memberikan paparannya antara lain, Ketua MUI Bidang Pendidikan dan Kaderisasi, K. H. Abdullah Jaidi, Sekretaris Jenderal MUI, Dr. H. Amirsyah Tambunan M. A., Ketua Komisi Pendidikan dan Kaderisasi MUI, Prof. Dr. H. Armai Arief M. A., Wakil Ketua Komisi Pendidikan dan Kaderisasi MUI, K.H Wahfiudin Sakam, MM, serta Ketua Umum MUI Sumatera Barat, H. Gusrizal Gazahar, Lc, M.Ag.

Pembelajaran tatap muka terbatas di masa pandemi menimbulkan beberapa kekhawatiran bagi beberapa pihak. Namun, tujuan pendidikan yaitu adanya perubahan yang baik tidak boleh berhenti, walaupun di masa pandemi.

Hal tersebut disampaikan oleh Gusrizal Gazahar dalam sambutannya, bahwa kegiatan belajar mengajar selama pandemi terdapat beberapa kendala. Oleh karena itu, baik tenaga pendidik, maupun orang tua harus mencari solusi dalam keadaan sulit ini. Harapannya, generasi mendatang tetap bisa menuai kebaikannya.

Gusrizal menyatakan bahwa kegiatan seperti ini sangat ditunggu oleh masyarakat sekarang ini. Kegiatan belajar secara daring diharapkan dapat mengatasi dampak-dampak negatif dari situasi pandemi dalam bidang pendidikan. Selain itu, juga agar bisa melanjutkan perjuangan dalam mendidik generasi mendatang.

Sesi selanjutnya diskusi yang dimoderatori oleh Dr. Kartini, S. Ag, M. Pd dimulai dengan Abdullah Jaidi yang menyatakan bahwa Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) telah dilakukan secara bersamaan, dengan bergantian. Oleh karena itu, tenaga pendidik dan juga orang tua harus bisa memberikan perhatian lebih kepada keduanya.

Menurut Abdullah walaupun kegiatan PTM telah dilakukan, masyarakat tetap harus berhati-hati dan memberikan perhatian khusus, sehingga tidak menimbulkan klaster baru. Hal ini harus menjadi perhatian khusus bagi pihak Sekolah untuk mengawasi anak didiknya ekstra ketat selama proses PTM berlangsung.

Selanjutnya, Amirsyah Tambunan mengatakan bahwa ada enam fatwa yang telah dirilis MUI terkait dengan pendidikan di masa pandemi COVID-19. Salah satu poin yang perlu dipahami dalam fatwa ini, bahwa setiap orang wajib menjaga diri dan juga melakukan isolasi mandiri bila terkena COVID-19.

“Bagi orang yang sudah pasti terkena penyakit COVID-19 ini dan memaksakan dirinya untuk tetap hadir dalam pembelajaran tatap muka, maka hal tersebut sudah melanggar diktum fatwa yang ada” tegasnya, seraya mengingatkan bahwa setiap individu bertanggung jawab akan dirinya dan orang lain disekitarnya.

Sesi diskusi selanjutnya yang dimoderatori oleh Sykuri Rahmatullah, S. HI diawali oleh Armai Arief yang menjelaskan bahwa pendidikan tidak boleh berhenti untuk memajukan SDM yang unggul. Armai menegaskan, strategi pembelajaran di masa COVID-19 dimulai dengan mindset yang positif dari pribadi masing-masing. Lalu harus ada keinginan untuk beranjak dari zona nyaman, hingga upaya pendidik yang diharuskan kreatif dan inovatif dalam melakukan pembelajaran, terutama PJJ. Hal ini menjadi upaya agar anak didik tidak merasa bosan.

“Pembelajaran harus bisa membuat anak didik tertuju dengan materi yang diberikan, dengan adanya gambar ataupun video. Anak-anak tidak terasa berapa lama belajarnya, karena ada daya tarik belajar yang ditampilkan oleh guru”, tambahnya.

Sesi diskusi ditutup K.H Wahfiudin Sakam, yang memaparkan mengenai pendidikan setelah pasca COVID-19. Kyai Wahfiudin menjelaskan, langkah paling mendasar dalam pendidikan setelah COVID-19 yang terkait dengan teknologi adalah pembelajaran dalam kemampuan bahasa komputer atau coding. Strategi ini agar anak tidak tertinggal kemampuannya untuk 5-10 tahun ke depan.

“Pada dasarnya, hal yang paling menentukan dari pendidikan untuk persiapan masa depan adalah pembentukan karakter; kompetensi atau keahlian; kontribusi yaitu kemampuan untuk menghasilkan hal-hal yang produktif; kemampuan komunikasi atau silaturahim; dan kemampuan dalam kolaborasi atau kerjasama”, tuturnya, seraya menutup paparannya. (Jef)

Kominfo dan MUI Mengajak Masyarakat Menggelorakan Wakaf Digital Guna Pulihkan Ekonomi

Jakarta:(Globalnews.id)-Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Ditjen IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menyelenggarakan webinar dengan tema “Manajemen Wakaf Berbasis Digital Untuk Tingkatkan Produktivitas dan Akuntabilitas Publik. Acara ini diselenggarakan secara daring melalui aplikasi Zoom Webinar dan disiarkan secara live streaming melalui kanal YouTube Ditjen IKP Kominfo, Official TVMUI, dan Facebook Majelis Ulama Indonesia, pada hari Selasa, tanggal 2 November 2021, pukul 08.00 – 12.00 WIB.

Narasumber yang hadir secara virtual untuk memberikan paparannya antara lain Sekretaris Lembaga Wakaf MUI, Guntur Subagja Mahardika, Ketua MUI Bidang Ekonomi Syariah dan Halal, K.H. Solahuddin Al Aiyub,Head of Sharia Group LinkAja, Donny Fernando serta Ketua Lembaga Wakaf MUI, Staff Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi dan Keuangan, Dr. Ir. Lukmanul Hakim, M.Si. yang menjadi Keynote Speaker.

Pemanfaatan wakaf perlu diperluas cakupannya tidak hanya terbatas pada lingkup ibadah tetapi juga pada sektor-sektor lain, khususnya pada sektor ekonomi yang saat ini sangat membutuhkan perhatian secara utuh dari semua elemen bangsa.

Hal tersebut disampaikan oleh Lukmanul Hakim di awal sambutannya mengutip pernyataan Presiden Jokowi pada saat peluncuran “Gerakan Wakaf Nasional”, 21 Januari 2021 silam. Lukman juga menyoroti potensi wakaf uang Indonesia. Menurut Badan Wakaf Indonesia (BWI), potensi ini mencapai 180 triliun per tahun. Namun pada realitanya, jumlah wakaf uang hanya mencapai 819 miliar rupiah (Data BWI, Januari 2021, unaudited).

Lukman menunjukkan data dari Forum Wakaf Produktif, berdasarkan data pengguna digitalisasi wakaf, rentang usia profil donatur kalangan milenial (usia 24-35 tahun) mendominasi sebesar 48 persen. “Inilah mengapa menggelorakan wakaf digital menjadi sangat penting, mengingat kondisi masyarakat sekarang yang sehari-hari akrab dengan teknologi digital”, ungkapnya.

Selanjutnya, sesi diskusi yang dimoderatori oleh Agus Idwar Jumhadi dimulai dengan Guntur Subagja Mahardika yang mengatakan perubahan teknologi mengubah perilaku masyarakat. Selama pandemi COVID-19 ini terjadi perubahan yang dilakukan konsumen secara sporadis dan massif. Konsumen tidak lagi melakukan transaksi secara langsung, melainkan secara digital, pembayaran secara virtual, berinteraksi lewat media sosial, dan sebagainya. Hal ini menurut Guntur, mau tidak mau menuntut lembaga-lembaga wakaf untuk masuk dan mengembangkan basis digital sebagai pengelolaan akuntabilitas ke publik. “Semua sarana sosial media di luar platform yang dimiliki sendiri harus dioptimalkan menjadi sarana untuk mengembangkan wakaf dan juga sebagai sarana pelaporan atau akuntabilitas dari pengelolaan wakaf itu sendiri”, tambahnya.

Kemudian Donny Fernando dari LinkAja menyampaikan bahwa wakaf harus menjadi sebuah lifestyle bagi masyarakat Muslim. Oleh karena itu, perlu adanya profesionalisme dalam pengelolaan wakaf itu sendiri dan juga kemudahan dalam berwakaf dengan penguatan literasi, digitalisasi dan kanal transaksi yang baik. Hal ini akan meningkatkan kebermanfaatan wakaf uang untuk umat.

Disampaikan oleh Donny, layanan syariah LinkAja dibangun untuk ikut mensukseskan Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024. Selain itu akan menjadi uang elektronik syariah pertama dan satu-satunya di Indonesia. “Ini tentunya solusi-solusi yang bisa kami berikan untuk mendigitalisasi dan mempercepat fundraising terhadap wakaf uang”, pungkas Donny, seraya menjelaskan skema pengumpulan wakaf digital melalui aplikasi LinkAja.

Sesi diskusi ditutup K.H. Solahuddin Al Aiyub yang mengulas landasan wakaf digital dari sisi fiqih. Kyai Aiyub menjelaskan, dengan mengutip dari beberapa kitab fiqih mu’tabar, masing-masing menyebutkan bahwa tidak disyaratkan adanya qobulpenerimaan terhadap orang yang ingin ikrar wakaf. Namun, cukup melakukan ikrar wakaf secara sepihak dan wakafnya bisa menjadi sah. Dalam konteks ini, tidak perlu dipersoalkan kesamaan majelis. Oleh karena itu, dibolehkan untuk menjalankan wakaf melalui media elektronik. “Untuk wakaf secara digital ini, acuan terkait masalah syariahnya sudah sangat kuat dan dibolehkan secara syar’i. Hal ini sebagaimana dibahas olah para ulama di dalam kitab-kitab fiqih yang mu’tabar”, demikian Kyai Aiyub menutup paparannya. (Jef)