Pertemuan dengan konsultan Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) Provinsi Jawa Tengah, telah mengubah arah hidup hidup Sarim (36 tahun). Saat itu, konsultan PLUT memberinya nasehat tentang peluang usaha, hingga pikirannya terbuka.
Ternyata, ada dunia lain yang menjadi sumber kehidupannya, tanpa harus melanglang ke negara lain menjadi TKI.
Padahal, sebelumnya, Sarim sudah bertekad hendak kembali lagi menjadi TKI di Malaysia. Ia telah sembilan tahun menjadi TKI dengan gaji sebesar Rp9 juta perbulan, cukup menggiurkan baginya.
Tetapi rencana ke Malaysia urung dilaksanakan, Sarim malah kini menjelma menjadi pengusaha kripik buah yang sukses di Banjarnegara.
Dan Sarim tidak pernah menyangka dirinya akan menjadi pengusaha kripik buah. Selama menjadi TKI di Taiwan dan Malaysia membuatnya tidak berpikir mencari sumber ekonomi lain untuk menghidupi keluarga.
“Saya katakan kepada Sarim, kalau kamu bisa bawa pulang Rp1 miliar dari hasil TKI, silahkan kamu pergi, tapi kalau cuma bawa pulang Rp100 juta untuk apa?” kata konsultan PLUT Provinsi Jateng, Kuswoyo, yang melakukan pendampingan terhadap Sarim.
Kalimat itu membuat Sarim tergugah. Sarim yang bersama isteri menjadi TKI akhirnya berpikir ulang kembali ke luar negeri sebagai TKI.
“Saya disadarkan di sini peluang berbisnis ternyata terbuka lebar. Dengan menjalankan usaha, saya juga bisa dekat dengan keluarga, tidak perlu ke luar negeri menjadi TKI,” kata Sarin.
Meski nol pengalaman berbisnis, Sarim berani mencoba merintis usaha kripik buah yang merupakan bisnis unggulan di Banjarnegara. Ia berharap bisnis yang dirintisnya akan memiliki prospek yang bagus. Apalagi, kripik buah terkenal sebagai oleh-oleh di daerah wisata Malang, Dieng, Wonosobo, Yogayakarta, dan sekitarnya.
Selama merintis usahanya, konsultan PLUT Jawa Tengah konsisten melakukan pendampingan hingga Sarim mampu menjalankan usaha secara mandiri.
Kuswoyo mengungkapkan, pendampingan yang dilakukan dari berbagai aspek. Mulai dari memberi ide usaha, branding produk, pemasaran, pendampingan untuk menjaga kualitas hingga memfasilitasi standarisasi produk.
“Kami intens melakukan pendampingan terhadap Sarim, konsultasi terus dilakukan. Kini, bisnis Sarim berjalan baik, dan sudah menciptakan lapangan kerja bagai warga sekitarnya,” kata Kuswoyo.
Untuk pembiayaan, Kuswoyo memfasilitasi usaha Sarim dengan CSR Indonesia Power. Sekarang bisnis yang dirintis Sarim sudah meraih omzet Rp30 juta per bulan dan dikenal sebagai sentra kripik buah di desanya.
Sarim hanyalah salah satu contoh UKM yang mereka dampingi. Banyak UMKM lain yang didampingi konsultan PLUT Jateng, mulai dari nol sampai usahanya berjalan dengan baik. Berbagai cara pendampingan mereka lakukan, mulai dari konsultasi UKM di kantor PLUT, konsultasi secara online sampai mendatangani sentra-sentra UKM.
Dari Konstruksi ke Gula Kelapa
Kukuh Haryadi, tim konsultan PLUT Provinsi Jateng lainnya, mengisahkan tentang seorang perempuan bernama Astuin yang sebelumnya seorang kontraktor, banting stir menjadi pengusaha gula kelapa di Banyumas.
Bisnis konstruksi yang sudah bertahun-tahun dijalani ditinggalkan karena mengalami penurunan dan memilih jalan sebagai pelaku usaha gula kelapa.
“Pada awalnya, Astuin yang berbisnis kontruksi ini hanya ikut-ikutan pelatihan ekspor, rupanya setelah pelatihan beliau meminati terjun di bidang usaha lain. Mulailah tahun 2019 bikin usaha gula kelapa,” kata Kukuh.
Kukuh mengatakan, potensi bisnis gula kelapa di Banyumas sangat besar. Potensi ini dinilai sebagai peluang yang menggiurkan, apalagi bahan bakunya nira kelapa tersedia sangat banyak di Banyumas.
Masalah ketersediaan bahan baku ini, dikatakan Kukuh, menjadi faktor utama yang dipastikan oleh konsultan PLUT pada awal merintis usaha tersebut. “Dari awal kami ingin memastikan soal ketersediaan bahan baku, kemudian kami dampingi terus untuk mendapatkan perijinan usaha hingga sertifikasi standarisasi mutu,” kata Kukuh.
Usaha gula kelapa yang dijalankan Astuin kini sudah mampu berproduksi mencapai 20 ton gula blok dan 20 ton gula kristal. Bahkan, produksinya sudah diekspor ke Jeddah sebanyak 17 ton, yang dilakukan bersama dua UKM yang juga bergerak di usaha gula kelapa.
Untuk memenuhi standar ekspor ini, Kukuh mengatakan, konsultan PLUT terus mendampingi. “Mulai dari mendapatkan sertifikat HACCP dan berbagai dokumen ekspor lainnya tetap konsultasi ke PLUT,” cetus Kukuh.
Masih banyak kisah pendampingan yang dilakukan konsultan PLUT. Tidak hanya UMKM, koperasi pun turut dipantau pendampingannya.
Kukuh menyebut, ada koperasi gula semut di Banjarnegara yang sebelumnya mati suri namun akhirnya mampu bangkit lagi setelah mendapat advokasi dari PLUT.
“Kami melakukan pendampingan mulai dari penguatan mutu produksi, akses pasar serta pengembangan usaha secara intens,” kata Kukuh.
Koperasi yang beranggotakan 250 rumah tangga petani kelapa mendapat pelatihan bagaimana meningkatkan mutu produksi. Petani diajarkan tentang sistem traceability atau ketelusuran produksi.
“Kami melatih membuat kode produksi dalam setiap produk, sehingga jika ada produksi yang jelek dapat diketahui sumbernya dari petani mana,” kata Kukuh.
Sistem ini membuat mutu produksi terjaga dan meningkat yang berdampak pada meningkatnya produktivitas gula semut. Omzet koperasi juga otomatis terdongkrak. Setelah denyut koperasi tersebut kembali hidup, kini mereka sudah mampu membangun gedung sendiri di Banyumas.
Ujung Tombak
Yang jelas, PLUT Provinsi Jawa Tengah yang berada di Banyumas, merupakan PLUT pertama di Indonesia yang berdiri sejak 2014. PLUT Jateng mempunyai tujuh konsultan yang bekerja untuk membina para pelaku UMKM dan koperasi. PLUT Jateng juga menjadi coordinator bagi tujuh PLUT kabupaten/kota seluruh Jateng dan ditambah dengan UMKM Center.
Pimpinan PLUT Provinsi Jateng, Eni Purbowati mengakui konsultan PLUT berperan sangat besar dalam membina pelaku usaha, terutama usaha mikro dan kecil. Konsultan menjadi ujung tombak PLUT.
Para konsultan yang berhadapan langsung dengan para pelaku usaha, yang mengetahui perkembangan UMKM dari waktu ke waktu.
Pelaku UMKM yang melakukan konsultasi ke PLUT Provinsi Jateng, sudah mencapai 21.000 pelaku usaha.
“UKM kalau punya masalah yang dicari konsultan PLUT, tidak mencari Dinas Koperasi dan UKM. Kepercayaan UKM terhadap konsultan yang besar karena mereka dapat dianggap dapat memberi bantuan secepatnya,” kata Eni.
Dikatakan, para konsultan PLUT sangat berdedikasi dalam melakukan tugasnya. “Bagi mereka, tugas membina UMKM bukan sekadar pekerjaan, tapi juga ladang pengabdian”, pungkas Eni. (jef)