JAKARTA:(Globalnews.id)- Generasi Muda Mathla’ul Anwar (Gema MA) menyarankan sejumlah wacana solusi untuk mengatasi merebaknya radikalisme agama dan potensi ancamannya terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ketua Umum DPP Gema MA Ahmad Nawawi di Jakarta, Selasa(6/2), mengatakan saat ini radikalisme agama telah melahirkan sikap ekstrem berupa cara berpikir eksklusif yang mengedepankan “truth claim” sehingga berujung pada sikap intoleran dan hampir disetiap agama ada kelompok kelompok radikal tersebut.
“Sikap turunannya berupa merasa menjadi pribadi atau kelompok paling benar, merasa pendapatnya paling baik, merasa agama dan keyakinannya paling menyelamatkan,” katanya.
Oleh karena itulah, pihaknya memandang perlunya logika penyeimbang yang responsif, relevan, dan kokoh di tengah kondisi semacam ini sehingga heterogenitas tidak memicu munculnya konflik dan kekerasan yang dapat berujung pada runtuhnya NKRI.
Pihaknya kemudian menjaring berbagai wacana solusi melalui dialog publik yang menghadirkan 4 pembicara yakni Yudi Latief, MA, Ph.D (Kepala Pelaksana Badan Pembinaan Ideologi Pancasila); Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, CBE (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta); KH. Zaenal Abidin Syuza’i, Lc (Wakil Ketua Umum PB Mathla’ul Anwar); Dr. Ahmad Mukhlis Yusuf, M.Mgt. (Pokja Revolusi Mental Kemenko BPMK).
Yudi Latief pada kesempatan itu menekankan bahwa Pancasila telah mengamanatkan radikalisme hanya bisa diatasi jika keadilan ssosial dikembangkan.
“Karena dalam kesenjangan sosial yang terlalu lebar tidak akan memberikan lingkungan yang kondusif tapi justru melahirkan berbagai bentuk kecemburuan sosial. Sebenarnya Pancasila memberikan satu metode, satu paradigma yang bisa menafsir apa saja keseluruhan lima Pancasila ini saja memberikan jalan pikiran yg komprehensif. Jadi menangani radikalisme ini tidak hanya simbolan-simbolan teleransi tapi basis masalahnya harus diselesaikan basis masalah bisa tersebar di lima sisi itu,” katanya.
Sementara Azyumardi Azra menekankan pentingnya penghargaan dan penghormatan terhadap perbedaan. “Di kita kan sekarang beda kaidah sedikit saja berantem jadi ini pelajaran bagi kita jangan lagi perbedaan termasuk agama sebagai sumber konflik. Kita harapkan beda jangan menimbulkan perkelahian,” katanya.
Sedangkan Ahmad Mukhlis Yusuf menekankan upaya revolusi mental sebagai solusi persoalan radikalisme dalam beragama.
Ia prihatin dengan kondisi saat ini yang marak dengan aksi radikalisme termasuk tawuran dan kekerasan sehingga sudah saatnya Indonesia untuk berubah melalui revolusi mental.
“Jadi revolusi mental itu sangat diperlukan untuk melalukan perubahan cara berpikir, cara kerja, cara hidup untuk membangun karakter mulai dari integritas, etos kerja, dan gotong royong masyarakat sehingga mewujudkan Indonesia yang berdaulat, berdikari, dan berkepribadian,” katanya.
Menanggapi hal itu Wakil Ketua Umum Mathla’ul Anwar KH Drs Zainal Abadin berpendapat bahwa radikalisme merupakan suatu pemahaman yang sangat tidak produktif dalam pembangunan manusia Indonesia. “Upaya kita adalah mendidik karena sepatutnya betapa ilmu pengetahuan itu merupakan hal yang paling penting,” katanya. (jef)