JAKARTA:(Globalnews.id)- Bukan rahasia lagi bila kaum petani sering menjadi pihak yang dirugikan akibat permainan harga oleh kaum tengkulak. Hal ini pula yang menimpa para petani Jambu Getas di Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah.
Bayangkan, buah yang di toko-toko buah harganya berkisar antara Rp5.000 hinggaRp 10.000 per kilogram itu dibeli oleh para tengkulak dengan harga yang sangat rendah. Apalagi kalau musim panen, sekitar bulanMaret-April, harganya hanyaRp300 sampai Rp 500 per kilogram.
Menurut Plt Direktur Jenderal Penyiapan Kawasan dan Pembangunan Permukiman Transmigrasi(PKP2Trans), Hari Pramudiono SH MM, situasi seperti itu terjadi karena selama ini para petani hanya berfokus pada produksi.
“Mereka sama sekali tidak mengerti jaringan pemasaran regional atau bahkan nasional, sementara pasar local sudah jenuh dan terbatas pemasaraannya. Inilah yang dimanfaatkan oleh para pengepul atau tengkulak untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya,” ujar Hari di Kantor Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal danTransmigrasi (PDTT), Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (6/3/2018).
Sekedar diketahui, Jambu Getas Merah merupakan salah satu produk unggulan di Kabupaten Kendal. Ada empat kecamatan yang mengembangkan tanaman jambu ini, yakni Sukorejo, Patehan, Plantungan,danPageruyung, dengan total luas lahan sekitar 671,7 Hektare.Jadi, desa-desa tersebut memang sejak awal sudah memiliki Prukades (Produk Unggulan Kawasan Desa).
Para petani memanen jambu dua kali dalam seminggu, yakni hari Selasa dan Sabtu, dengan total hasil panen 1,2 Ton/Hektare per minggu. Dalam sebulan, Jambu Getas Merah yang mereka panen mencapai 4,8 Ton per hectare per bulan.Sehingga dengan luas lahan 671,7 hektare, para petani Kendal memanen jambu seberat 3.224,2 ton per bulan.
Dengan jumlah panen yang sedemikian melimpah, kata Hari, tak jarang para petani membiarkan jambu tersebut jatuh membusuk, karena pasar local tak mampu menyerapnya. “Hal ini mengakibatkan lingkungan kebun menjadi tidak sehat dan berdampak pada penurunan produk di kemudian hari,” lanjut Hari.
Hari menduga, nasib seperti ini tidak hanya dialami oleh petani jambu di Kendal.Masih banyak petani di daerah lainnya yang juga bernasib sama, yakni menjadi korban permainan para tengkulak. Hal inilah, kata Hari, yang mendorong pemerintahan Presiden Jokowi untuk member perhatian besar dalam pemberdayaan perekonomian desa, termasuk di dalamnya adalah petani.
Seiring dengan bergulirnya Dana Desa yang tahun ini mencapai Rp 60 Triliun, Kemendes PDTT kini menggencarkan empat program prioritas .Keempat program tersebut adalah Program Unggulan Kawasan Pedesaan (Prukades), pembangunan embung, pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan pembangunan sarana olahraga desa. Dengan program itu, jelas Hari, kasus-kasus seperti yang dialami petani jambu di Kendal bias terangkat.
Dalam kasus di Kendal, Kemendes PDTT pun akhirnya turun tangan bersama dengan Pemerintahan Kabupaten Kendal untuk mencarikan solusi. Langkah yang dilakukan adalah membentuk BUMDes Bersama, yakni gabungan BUMDes dari desa-desa penghasil jambu di Kabupaten Kendal.
“Jadi, desa-desa penghasil jambu di Kendal ini dibantu membentuk BUMDes. Karena jumlahnya banyak dan kemudian dikumpulkan menjadi satu badan usaha, maka disebut BUMDesBersama (BUMDesma),” terang Hari.
BUMDesma para petani jambu di Kendal ini diberi nama BUMDesma Plasma Petik Sari yang beranggotakan 7 Desa dari 2 Kecamatan. Dari Kecamatan Sukorejo meliputi Desa Bringinsari, DesaPesaren, DesaTrimulyo dan Desa Kalipakis. Sedangkan dari Kecamatan Patean meliputi Desa Pakisan, Desa Plososaridan Desa Mlatiharjo.
Hari menjelaskan, luas lahan jambu getas merah di 7 desa tersebut hanya setengah dari potensi jambu getas merah di 4 kecamatan penghasil jambu getas merah di Kabupaten Kendal.“Meskipun BUM Desa Bersama ini milik 7 desa, namun demikian ruang lingkup kegiatannya dapat melayani desa-desa yang lain diluar desa bahkan kecamatan yang lain,” ujarnya.
Bersamaan dengan pembentukan BUMDes, pemerintah juga membantu mencarikan mitra swasta sebagai pembeli produk jambu yang dihasilkan petani.Pihak swasta yang digandeng BUMDes Bersama di Kendal adalah PT Fruit ING Indonesia. “Kerjasama dengan swasta ini diperlukan untuk mendapat jaminan pasardan harga yang menguntungkan kedua belah pihak, yaitu pihak swasta maupun pihak petani,” ujarHari.
Dengan kondisi seperti ini, petani jambu di Kendal tidak perlu lagi takut hasil produksinya tidak laku dijual, atau dibeli dengan harga murah.Kini, Kendal bahkan akan membangun KawasanPerdesaan Agro Politan. “Setelah program ini berjalan nantinya tidak akan ada lagi petani jambu yang tidak bias menjual produksinya,” kata Hari.
Pengelolaan pemasaran jambu getas merah di Kendal ini akan melibatkan 350 orang petani, 50 pengepul, BUMDesma Plasma Petik Sari (PPS) dan PT Fruit ING. Mekanismenya, kata Hari, para petani akan menjual produksinya kepada pengepul yang ditunjuk dengan hargaRp. 2.000/Kg. Harga ini empat kali lipat darih arga semula, yakniRp 500/Kg.
Sedangkan para pengepul wajib menjual hasil kulakannya dari petani jambu tersebut keBUMDesma PPS denganhargaRp 2.400/Kg untuk grade B dan C. Sedangkan untuk produk jambu grade A, pihak pengepul diberi keleluasaan untuk memasarkannya pasar local dan regional.
“Pada tahap akhirnya, BUMDesma menjual jambu tersebut ke PT Fruit ING denganhargaRp 3.000/kg. Jadi, dengan skema ini semua diuntungkan, baik petani, pengepul maupun pengusahanya,” terangHari.
Rencanya,pengiriman jambu pada triwulan pertama sebanyak 28 ton/bulan.Bila tahap pertama lancar, maka pada triwulan kedua meningkat menjadi 56 ton/bulan, dan selanjutnya triwulan ketiga menjadi 600 ton/bulan. Kabarnya, PT Fruit ING mampu menyerap produk jambu hingga 20.000 ton/tahun.
Hari berkeyakinan, bila semua desa yang ada di Indonesia melakukan langkah pemberdayaan potensi ekonomi seperti yang terjadi di Kendal, maka problem kemiskinan di desa akan teratasi. “Mengapa? Karena sangat banyak keuntungan yang akan diperoleh masyarakat desa, dalam hal ini petani. Mereka tidak hanya bias menjual harga produksinya dengan harga mahal, tetapi juga akan diberi pembinaan dan pelatihan. Biasanya perusahaan yang bermitra akan membina petaninya agar mampu menghasilkan produk lebih banyak danlebih baik,” ujarnya.
Meski demikian, kata Hari, bukan berarti tugas pemerintah sudah selesai. Monitoring dan pembinaan akan terus dilakukan sampai pemberdayaan potensi ekonomi desatersebut benar-benar bias dianggap berhasil. (jef)