JAKARTA:(Globalnews)-Pada 2017 ini pemerintah sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp1,5 triliun untuk pemberdayan ekonomi usaha ‘ultra mikro’ di seluruh Indonesia.
“Program tersebut merupakan investasi pemerintah untuk membantu permodalan kelompok usaha yang pangsanya masih di bawah Kredit Usaha Rakyat (KUR), atau lebih kecil dari usaha mikro, yaitu usaha ultra mikro”, kata Menteri Keuangan Sri Mulyani pada acara penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara perkumpulan Nahdlatul Ulama (NU), Kementerian Keuangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Kementerian Koperasi dan UKM, di Jakarta, Kamis (23/3).
Di acara yang dihadiri Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga, dan Menkominfo Rudiantara (tele conference dari Papua) itu, disebutkan beberapa poin dari Nota Kesepahaman tersebut adalah pemberdayaan ekonomi umat UMKM, peningkatan kredibilitas koperasi dalam melakukan pembiayaan kepada UMKM, dan sinergi dalam rangka pelaksanaan kegiatan di bidang pemberdayaan ekonomi kerakyatan dan perpajakan.
Menurut Menkeu, menggandeng NU merupakan pilihan tepat untuk memperkuat ekonomi kerakyatan di level terbawah. “Untuk tujuan itu, pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Salah satunya dengan menggandeng PBNU yang memiliki umat hingga ke pelosok negeri. Kerjasama dengan NU ini merupakan titik awal dan semakin menegaskan bahwa pemerintah hadir dalam pemberdayaan ekonomi rakyat”, imbuh Sri Mulyani.
Selain itu, lanjut Menkeu, program untuk usaha ultra mikro ini semakin melengkapi program pemerintah untuk mengembangkan ekonomi masyarakat, disamping KUR. “Karena, program-program untuk usaha mikro dan kecil, juga memiliki peran dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan sebagai stabilitas sosial”, tandas Sri Mulyani.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koperasi dan UKMi AAGN Puspayoga menambahkan bahwa memberdayakan ekonomi kerakyatan itu sesuai dengan amanat UUD 1945, dimana ekonomi disusun berdasarkan azas kekeluargaan. “Sistem yang pas sesuai amanat UUD 1945 itu, tak lain adalah koperasi. Dan UKM di Indonesia yang jumlahnya sekitar 57 juta itu, mayoritas merupakan anggota koperasi”, kata Puspayoga.
Oleh karena itu, lanjut Puspayoga, pihaknya sudah menggulirkan program Reformasi Total Koperasi. Yaitu, rehabilitasi koperasi, reorientasi koperasi, dan pengembangan koperasi. “Rehabilitasi itu semangatnya untuk mendata koperasi yang ada di Indonesia, bukan pembubaran.
Koperasi yang masuk ke dalam database kita mendapatkan nomor induk koperasi (NIK). Reorientasi adalah kita lebih mengutamakan koperasi secara kualitas, ketimbang kuantitas. Dalam pengembangan koperasi, saat ini sudah ada koperasi yang menjadi penyalur KUR. Hanya koperasi yang berkualitas dan memenuhi syarat yang bisa menjadi penyalur KUR”, jelas Menkop.
Selain KUR, pemerintah juga sudah meluncurkan program Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). Yaitu, program bagi UKM eksportir dengan bahan baku impor tidak dikenakan biaya alias 0%. “Contoh konkrit di daerah Tumang, Boyolali, yang memiliki 300 perajin tembaga yang sudah ekspor ke AS dan Eropa. Sementara bahan bakunya dikirim dari Bulgaria. Mereka tidak dikenakan biaya impor dan ekspor”, ungkap Menkop Puspayoga.
Bagi Menkop, dengan guliran program-program riil pemberdayaan ekonomi rakyat tersebut, pertumbuhan ekonomi nasional tinggi tapi juga ada pemerataan kesejahteraan. “Karena percuma pertumbuhan ekonomi tinggi, tapi tidak menciptakan pemerataan kesejahteraan”, pungkas Puspayoga. (jef)