o9
JAKARTA: (Globalnews.id)- Aliansi Penggerak Demokrasi Indonesia (APDI) dengan tegas meminta pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menginvestigasi dugaan pelanggaran dan kecurangan yang diduga terjadi di berbagai daerah. Para pelaku kecurangan dalam pemungutan suara harusnya segera diproses dan dijatuhi hukuman yang sangat berat sesuai amanat undang-undang sehingga menimbulkan efek jera. Sebab pemilu yang bersih akan dihormati dan diterima seluruh rakyat sekaligus disegani dunia.
“Sebelum hari pencoblosan, kami bekerjasama dengan berbagai lembaga pemantau internasional mengirimkan banyak relawan pengamat atau observer baik dari dalam maupun luar negeri untuk mengawasi proses jalannya pemungutan dan penghitungan suara.Saat hari pencoblosan. kami mendapatkan laporan dari berbagai daerah terjadi dugaan kecurangan,” papar ketua umum APDI Wa Ode Nur Intan, kepada Pers, Jumat (19/4) di sekretariat APDI di Kawasan Kuningan Jakarta Selatan. Pada saat itu Wa Ode didampingi Ketua Bidang Humas Eman Sulaeman Nasim, Ketua bidang jaringan dan Organisasi Suparlan, dan perwakilan pengamat (obeserver) dari manca negara antara lain Choi Sunhwa dari Korea Selatan, Aira Azhari dan Muhammad Faiz keduanya dari lembaga pemantau pemilu IDEAS Malaysia.
Dugaan kecurangan yang ditemukan antara lain terjadi pada kertas suara pemilihan Presiden yang sudah tercoblos sebelum hari pencoblosan. Kasus yang paling mencolok adalah ditemukannya kertas suara pemilihan presiden dan anggota legislatif yang sudah dicoblos di salah salah satu ruko di salah satu kota di Malaysia. Pihak Bawaslu sudah mengadakan penyelidikan dan sudah meminta agar dilakukan pencoblosan ulang. Dugaan kecurangan lainnya adalah pembakaran kotak suara oleh orang tak dikenal di suatu daerah.
“Harusnya bukan hanya pencoblosan ulang yang diinvestigasi tapi juga hal lainnya,” papar Wa Ode Nur Intan.
Dugaan kecurangan lainnya adalah ketidak konsistenan pelaksana pemilu dalam penggunaan E KTP sebagai syarat boleh mencoblos. Di berbagai tempat pemungutan suara (TPS) terutama di kawasan apartemen, warga yang datang tanpa menggunakan kertas C5 atau C6, hanya menggunakan E KTP boleh melakukan pencoblosan. Sementara di berbagai tempat lainnya, warga yang datang hanya dengan membawa E KTP dilarang menggunakan hak suaranya untuk mencoblos.
Pemantau Pemilu dari Malaysia , Aira Azhari yang melakukan pemantauan Pemilu di Kota Solo bersama pengurus APDI mengaku menemui banyak kejanggalan yang dilakukan oleh petugas TPS. Salah satunya adalah saat penghitungan jumlah suara yang masuk, pihak KPPS tidak melakukan penjumlahan secara tertulis di kertas C1.
“ Saat kami tanyakan, petugas TPS nya mengaku tidak mau berdebat. Malah meminta kami menanyakan hal tersebut kepada KPU, “ papar Aira Azhari yang dibenarkan rekan observernya Diana Fathur.
Observer Pemilu asal IDEAS Malaysia mengaku melakukan pemantauan kegiatan pencoblosan Pilpres dan Pileg salah satunya di TPS yang disediakan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di suatu daerah. Meskipun pelaksanaan pencoblosan berjalan lancar, namun pihaknya menyesalkan, jarak antara nara pidana dan petugas Lapas terlalu dekat. Hampir tidak ada jarak. Sedangkan pengamanannya pun terlihat longgar. Kejanggalan lainnya, dia mengaku menemui satu orang napi yang tidak diperbolehkan mengikuti pencoblosan dengan alasan tidak mendapat surat C6. Padahal Napi tersebut memiliki E KTP.
“Selain di TPS yang berlokasi di salah satu Lapas, Saya juga melakukan pemantauan antara lain di 2 TPS di Bekasi Jawa Barat. Saya merasa aneh mengapa kotak suara saat pencoblosan tidak dikunci. Sementara di TPS lain saya melihat dikunci,” papar Muhammad Faiz.
Pemantau dari Korea Selatan Choi Sunhwa menyayangkan adanya kotak suara terbuat dari kardus. Menurut Choi, bagaimanapun kotak suara dari kertas berjenis kardus tetap rawan. Selain mudah hancur terkena air juga mudah dibongkar.
Pelanggaran dan kecurangan lainnya adalah, diperbolehkannya warga di luar negeri yang memilih hanya dengan menggunakan pasport. Bukan menggunakan surat C6. Akibatnya, banyak pemilih yang menunggu lama dan memiliki surat C6 kehabisan kertas suara. Peristiwa kehabisan kertas suara ini ternyata tidak hanya terjadi di luar negeri tapi juga di dalam negeri
“ Kami minta, untuk keberlangsungan demokrasi dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, KPU segera memberikan penjelasan yang jujur dan obyektif kepada publik,” tegas Ketua Bidang Humas APDI Eman Sulaeman Nasim.
Mantan Ketua Umum Senat Mahasiswa Universitas Indonesia (SMUI ) ini menilai, pemilu ini juga dinilai terumit. Hal ini karena pemilihan presiden dan pemilihan anggota legislatif disatukan sekaligus.
“ Jika Pemilu ini berlangsung dengan jujur dan baik, bangsa Indonesia dari pendukung Capres manapun akan menerima hasil keputusan KPU,” papar Eman Sulaeman Nasim.
Karena itu, APDI meminta, Bawaslu dan KPU serta dewan kehormatan penyelenggara pemilu atau DKPP bekerja dengan sebaik baiknya. (jef)