JAKARTA:(GLOBALNEWS.ID)- Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara belum banyak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Padahal mengamalkan nilai nilai bisa diawali dengan hal-hal yang ringan seperti kerja bakti membersihkan lingkungan.
“Pancasila cenderung sebatas dibicarakan di ruangan. Jika hal ini dibiarkan, maka bangsa Indonesia terancam bisa kehilangan identitas diri, ini jauh lebih bahaya dibanding ancaman lainnya,” kata Ketua Badan Pembinaan Idiologi Pancasila (BPIP) Prof Dr Hariyono dalam diskusi bertema Aplikasi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, di auditorium Kemenkop dan UKM , Rabu (29/5).
Diskusi yang diikuti pejabat eselon I sampai IV di lingkungan Kemenkop dan UKM, juga direksi LPDB KUMKM dan LLP KUKM, itu bertujuan menanamkan jiwa-jiwa Pancasila di kalangan ASN (Aparatur Sipil Negara).
Haryono menjelaskan berbicara soal Pancasila, setidaknya ada lima isu strategis yaitu, isu pemahaman, pelembagaan, keteladanan, inklusi sosial dan keadilan sosial.
Dalam hal isu pemahaman, seharusnya tidak perlu berdebat soal lahirnya koperasi, karena berbagai versi tentang hari lahir koperasi itu merupakan satu kesatuan.
“Contoh lain, kita sering kritik ekonomi kita sangat liberal. Kenyataannya, kita mulai SD sampai S3 banyak belajar ekonomi liberal. Jadi pemahamannya cenderung melihat ekonomi pancasila dari sisi liberal ” kata Hariyono.
Ekonomi Pancasila
Lalu kata Hariyono, apa yang dimaksud sebagai ekonomi Pancasila? Berdasarkan pidato Bung Karno di depan PBB, ekonomi Pancasila itu merupakan pemuliaan dari ekononi liberal, dan mengatasi kelemahan manfesto komunis yang cenderung tak mengakui hak individu.
” Jadi ekonomi Pancasila itu mengakui hak hak individu namun juga membatasi hak individu yang mengancam kepentingan publik,” jelas Hariyono. Dikaitkan dengan pelaku ekonomi di Indonesia, koperasi adalah wadah yang pas bagi ekonomi Pancasila.
Sayangnya, koperasi sebagai pelaku ekonomi, cenderung di konotasikan dengan yang kecil-kecil atau pinggiran.
“Dan jargon koperasi sebagai soko guru perekonomian, hanya sebatas jargon saja, malah cenderung jadi ledekan. Bagi ASN, koperasi adalah soko guru, maksudnya kalau sudah tanggal 25 maka koperasi jadi soko guru untuk cari utang,” candanya.
Hal itu berbeda dengan di luar negeri dimana banyak koperasi besar yang tumbuh. “Ini tugas kita bersama bagaimana agar nilai nilai koperasi itu bisa kita implementasikan dalam tingkah laku maupun sistem perekonomian nasional,” tambah Hariyono. (jef)