Lombok Barat:(Globalnews id)- Penyandang disabilitas selama ini menjadi kelompok yang termarjinalkan. Padahal masing-masing dari mereka memiliki potensi yang bisa dikembangkan sehingga kehidupannya lebih baik. Kuncinya adalah dengan diberikan ruang dan kesempatan untuk meningkatkan kapasitas diri melalui pelatihan dan pengembangan diri.
Hal itulah yang dilihat oleh Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM), Eddy Satriya saat membuka pelatihan vocational usaha mikro bagi 30 orang penyandang disabilitas di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Eddy menyatakan bahwa pihaknya komitmen terus mendampingi para pelaku UMKM agar nantinya bisa bersaing di pasar domestik atau global termasuk UMKM penyandang disabilitas.
Eddy percaya dengan pendampingan, pelatihan dan juga pembinaan yang terstruktur, produk-produk UMKM dari penyandang disabilitas mampu bersaing dengan UMKM lainnya. Untuk itulah Deputi Usaha Mikro aktif menggelar roadshow pelatihan di berbagai daerah di Indonesia.
“Saya pikir ini menjadi ajang kita untuk membuktikan bahwa disabilitas itu bukan untuk dikasihani tapi diberikan jalan biar mereka bisa berusaha lebih baik dan menjadi bagian terintegrasi dalam ekonomi Indonesia khususnya UMKM. Harapannya mereka bisa berkembang terus dan bertambah anggotanya dan tentu keahlian dan jenis usahanya mereka juga berkembang,” ucap Eddy Satriya dalam sambutannya, Rabu (26/1/2022).
Dijelaskan Eddy bahwa tahun 2022 ini, Deputi Usaha Mikro KemenkopUKM memiliki target pelatihan vocational sebanyak 1.690 usaha mikro. Tujuan dari pelatihan tersebut yaitu meningkatkan keterampilan/ skill teknis SDM usaha mikro dalam mengelola usaha pada tujuh sektor prioritas yaitu kuliner, fashion, ekonomi kreatif, pertanian / perkebunan, perikanan / perternakan, home decor dan pariwisata.
Ditambahkan bahwa banyak contoh tokoh dunia penyandang disabilitas yang mampu mengguncang dunia dengan karyanya. Oleh sebab itu Eddy berharap para pelaku UMKM dengan kondisi disabilitas untuk tetap semangat dan optimis bahwa dengan karya dan produk mereka nantinya bisa bersaing di pasaran.
“Besar harapan kami tidak hanya berhenti di sini. Harapan kami dalam kurun waktu lima tahun mereka bisa naik kelas. Jadi memang harus ada target tapi jangan sampai stres. Apapun usaha semoga cepat besar dan jangan sampai tutup usaha,” sambung Eddy.
Di tempat yang sama Fajar Taufik, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lombok Barat, NTB mengapresiasi upaya KemenkopUKM melalui Deputi Bidang Usaha Mikro yang menggelar pelatihan vocational usaha mikro bagi disabilitas tersebut. Menurutnya dengan kegiatan ini menjadi bukti pemerintah hadir dan peduli kepada kelompok minoritas yang kerap dianggap miring di masyarakat.
Ditegaskan bahwa pelatihan vocational bagi penyandang disabilitas memang sangat dibutuhkan karena mayoritas mereka baru belajar berwirausaha. Meski sebagian dari peserta memperhatikan higienitas produk secara total. Diharapkan dengan pelatihan ini para penyandang disabilitas ini mampu menghasilkan produk yang unggul dan dapat bersaing serta dapat segera mengurus legalitas usahanya.
“Mudah-mudahan dengan pelatihan ini bisa memberikan pemahaman yang luas kepada para penyandang disabilitas untuk mereka segera bisa membuat NIB (nomor induk berusaha). Kemudian bagi yang olahan makanan mereka bisa membuat PIRT (produk industri rumah tangga), karena syarat untuk makanan ini dijual kepada masyarakat harus sehat,” tutur Fajar Taufik.
Ditambahkan bahwa pelatihan vocational bagi penyandang disabilitas merupakan yang pertama diselenggarakan di Lombok Barat. Kegiatan ini dapat menjadi pioner bagi pelaksanaan pelatihan lanjutan di wilayahnya atau di wilayah lainnya.
“Harapan saya para penyandang disabilitas ini juga karena mereka bagian dari masyarakat mereka juga merasa terayomi. Mereka bisa mengembangkan usahanya sehingga kesejahteraannya semakin meningkat,” pungkas dia.
Sementara itu Ketua Persatuan Tunanetra NTB, Fitri bersyukur dan berterima kasih atas perhatian dari pemerintah pusat khususnya KemenkopUKM dan juga pemerintah daerah Kabupaten Lombok Barat. Menurutnya selama ini pelatihan yang didapat oleh para penyandang disabilitas khususnya tuna netra monoton dan konvensional yaitu pelatihan pijat, bengkel dan jahit.
“Harapan kami pelatihan ini tidak sampai di sini namun ada follow up baik sampai kabupaten maupun provinsi. Sehingga kami sebagai penyandang disabilitas dapat menjadi warga Indonesia yang seutuhnya tanpa dibedakan sebagai penyandang disabiltias maupun non disabilitas,” kata Fitri.
Dia menyadari bahwa di luar sana, masyarakat masih memandang rendah para penyandang disabilitas. Sehingga hal ini kerap menimbulkan ketidakpercayaan diri dari penyandang disabilitas bahwa sebenarnya ada potensi yang bisa digali agar kehidupan mereka lebih sejahtera.
“Masih banyak penyandang disabilitas yang menjadi pengamen, pengemis untuk mencukupi hidupnya. Padahal di Lombok ini potensi alam yang Subhanallah dengan pariwisata dengan hasil alamnya, kenapa itu tidak dimanfaatkan, dan penyadang disabilitas bisa memanfaatkan seperti masyarakat pada umumnya,” pungkas dia.(Jef)