Arsip Tag: UU Cipta Kerja

KemenKopUKM Gencarkan Sosialisasi UU Cipta Kerja

Bali:(Globalnews.id)- Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) terus melakukan sosialisasi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja berikut aturan pelaksananya kepada para pelaku usaha dan dinas provinsi/kabupaten/kota yang membidangi koperasi dan UKM.

“Materi sosialisasi dilakukan secara tematik, sehingga substansi dari UU tersebut fokus terhadap kebutuhan pelaku koperasi dan UKM serta aparat pemerintah daerah terkait. Dengan demikian, materi UU yang disampaikan benar-benar dapat dipahami oleh para peserta sosialisasi,” kata Kepala Biro Hukum dan Kerja Sama KemenKopUKM Henra Saragih saat menyampaikan paparan pada pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja, di Bali, Jumat (15/07/2022).

Henra menambahkan peraturan pelaksana yang juga disosialisasikan adalah PP Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

“Terkait Nomor Induk Berusaha (NIB) sebagai perizinan tunggal alokasi 30 persen lahan komersial di infrastruktur publik, 40 persen pengadaan barang dan jasa Kementerian/Lembaga, _factory sharing_ dan beberapa kebijakan lain yang dilakukan oleh KemenKopUKM bekerja-sama dengan K/L lainnya,” kata Henra.

Selain itu, Henra menyampaikan Kementerian Koperasi dan UKM juga tengah
menyusun Rancangan Undang-Undang Perkoperasian yang baru sebagai pengganti dari UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. “Ada beberapa substansi pengaturan yang akan di atur untuk mengantisipasi permasalahan-permasalahan koperasi saat ini,” kata Henra.

Revisi Undang-Undang (UU) tentang Perkoperasian ini sebagai upaya menghadirkan ekosistem bisnis koperasi yang dinamis, adaptif, dan akomodatif bagi kebutuhan anggota dan masyarakat.

Focus Group Discussion dibuka oleh Arif Budimanta Sekretaris Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja, dihadiri oleh Andie Megantara sebagai Kepala Pokja Sinkronisasi Program dan Anggaran dan Ketut Hadi Priatna yang merupakan Kepala Pokja Data dan Informasi.

Arif Budimanta mengharapkan masyarakat khususnya pelaku koperasi dan UKM memahami UU Cipta Kerja dan Peraturan turunan. Arif mengatakan ketentuan yang diatur dalam UU Cipta Kerja dan turunannya merupakan upaya untuk memberikan kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan koperasi dan UKM dan mendorong pelaku UMKM untuk naik kelas dari pelaku usaha mikro menjadi kecil dan seterusnya.

Pemerintah berupaya maksimal melalui Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja untuk menyampaikan kepada masyarakat kebijakan-kebijakan afirmasi pemerintah kepada koperasi dan pelaku usaha UMKM.

Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan Jaminan Produk Halal, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal, Umar menyampaikan bahwa saat ini untuk pelaku usaha mikro diberikan kemudahan untuk mendapatkan sertifikasi halal dengan hanya melakukan pernyataan halal produknya yang menggunakan bahan baku yang sudah bersertifikasi halal.

“Hal itu sesuai dengan ketentuan dalam PP Nomor 7 Tahun 2021, yang menyatakan bahwa NIB berlaku sebagai izin usaha, sertifikasi standar, dan serifikasi halal. Itu sebabnya saya mendorong pengurusan NIB dapat digalakkan sehingga sertifikasi halal bagi pelaku usaha mikro dan kecil dapat diwujudkan maksimal,” kata Umar.

Kepala Biro Hukum Kementerian Perindustrian Ikana Yossye Ardianingsih menekankan sejak diberlakukan nya PP Nomor 7 Tahun 2021, maka skala usaha berdasarkan modal usaha dan penjualan tahunan digunakan dalam menentukan skala usaha pelaku usaha industri khususnya pelaku usaha kecil dan menengah.

Peserta FGD berasal dari beberapa koperasi di Provinsi Bali, Koperasi di Propinsi NTB, Dinas Koperasi Propinsi dan Kabupaten/Kota, dan Balai Besar BPOM Bali. (Jef)

KemenKopUKM Gencarkan Sosialisasi UU Cipta Kerja

Bali:(Globalnews.id)- Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) terus melakukan sosialisasi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan aturan pelaksananya kepada para pelaku usaha dan dinas provinsi dan kabupaten/kota yang membidangi koperasi dan UKM.

“Materi sosialisasi dilakukan secara tematik, sehingga substansi dari UU tersebut fokus terhadap kebutuhan pelaku koperasi dan UKM serta para aparat pemerintah daerah terkait. Dengan demikian, materi UU yang disampaikan benar-benar dapat dipahami oleh para peserta sosialisasi,” kata Kepala Biro Hukum dan Kerja Sama KemenKopUKM Henra Saragih saat menyampaikan paparan pada pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja, di Bali, Jumat (15/07/2022).

Henra menambahkan peraturan pelaksana yang juga disosialisasikan adalah PP No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
“Terkait Nomor Induk Berusaha (NIB) sebagai perijinan tunggal alokasi 30% lahan komersial di infrastruktur publik, 40% pengadaan barang dan jasa Kementerian/Lembaga, factory sharing dan beberapa kebijakan lain yang dilakukan oleh KemenKopUKM bekerja-sama dengan K/L lainnya,” jelas Henra.

Focus Group Discussion dibuka oleh Arif Budimanta Sekretaris Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja, dihadiri oleh Andie Megantara sebagai Kepala Pokja Sinkronisasi Program dan Anggaran dan Ketut Hadi Priatna yang merupakan Kepala Pokja Data dan Informasi.

Arif Budimanta mengharapkan masyarakat khususnya pelaku koperasi dan UKM memahami UU Cipta Kerja dan Peraturan turunan. Arif mengatakan ketentuan yang diatur dalam UU Cipta Kerja dan turunannya untuk memberikan kemudahan, pelindungan dan pemberdayaan Koperasi dan UKM dan mendorong pelaku UMKM untuk naik kelas dari pelaku usaha mikro menjadi kecil dan seterusnya.

Pemerintah berupaya maksimal melalui Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja untuk menyampaikan kepada masyarakat kebijakan kebijakan afirmasi pemerintah kepada koperasi dan pelaku usaha UMKM.

Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan Jaminan Produk Halal, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal, Umar menyampaikan bahwa saat ini untuk pelaku usaha mikro di berikan kemudahan untuk mendapatkan sertifikasi halal dengan hanya melakukan pernyataan halal produknya yang menggunakan bahan baku yang sudah bersertifikasi halal.

“Hal itu sesuai dengan ketentuan dalam PP No. 7 Tahun 2021, yang menyatakan bahwa NIB berlaku sebagai ijin usaha, sertifikasi standar dan serifikasi halal. Itu sebabnya saya mendorong pengurusan NIB dapat digalakkan sehingga sertifikasi halal bagi pelaku usaha mikro dan kecil dapat diwujudkan maksimal,” kata Umar.

Ahli Madya dari Kedeputian Bidang Perkoperasian Trisno Rustam mengatakan KemenKopUKM telah melakukan beberapa pembenahan di bidang perkoperasian salah satunya adalah meningkatkan pengawasan kepada koperasi yang berpotensi bermasalah. Hal ini di lakukan dengan memaksimalkan peran dari fungsional pengawas koperasi yang tidak hanya ada di Kementerian Koperasi dan UKM, tetapi juga di Dinas Koperasi baik Provinsi dan Kabupaten/Kota.

“Tagline koperasi modern juga di harapkan mendorong terwujudkan koperasi yang tidak hanya baik dari segi tata kelola, pengawasan begitu juga dengan kegiatan usaha yang mengedepankan alur bisnis dari hulu sampai hilir dan peran dari offtaker produk-produk koperasi,” kata Trisno.

Kepala Biro Hukum Kementerian Perindustrian Ikana Yossye Ardianingsih menekankan sejak diberlakukan nya PP No. 7 Tahun 2021, maka skala usaha berdasarkan modal usaha dan penjualan tahunan digunakan dalam menentukan skala usaha pelaku usaha industri khusus nya pelaku usaha kecil dan menengah.
Peserta FGD berasal dari beberapa koperasi di provinsi Bali, Koperasi di Propinsi NTB, Dinas Koperasi Propinsi dan Kabupaten/Kota, Balai Besar BPOM Bali. (Jef)

Pemerintah Daerah Diminta Fokus Kawal Transformasi Pelaku UMKM Informal ke Formal

Tangsel;(Globalnews.id)-Kota Tangerang Selatan (Tangsel) perlu membentuk sebuah forum untuk memajukan Koperasi dan UMKM yang potensinya sangat besar, sehingga menjadi koperasi modern dan UMKM yang kuat. Saat ini dukungan pemerintah terhadap Koperasi dan UMKM sangat besar.

Demikian dikatakan oleh Sekretaris KemenkopUKM Arif Rahman Hakim, saat Sosialisasi PP No 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM serta sosialisasi Akselerasi Digitalisasi bagi Pendamping (Sigap UMKM), di Kantor Pemerintahan Kota Tangerang Selatan, Propinsi Banten, minggu (2/5/2021).

Dukungan itu menurut Arif, antara lain dengan terbitnya PP No 7 Tahun 2021 yang mengamanatkan agar mengalokasikan anggaran 40% dari anggaran pemerintah untuk memajukan UMKM. Selain dukungan pemerintah pusat dan daerah, dukungan terhadap UMKM juga diberikan oleh perusahaan-perusahaan besar, baik BUMN maupun swasta.

“Peluang ini harus ditangkap secara cermat oleh para pelaku UMKM, tahun 2020 40% dari belanja pemerintah itu
sekitar Rp340 triliun. Semoga tahun 2021 bisa ditingkatkan lagi supaya bisa dimanfaatkan untuk kemajuan UMKM agar produknya dibeli oleh pemerintah baik pusat maupun daerah,” kata Arif Rahman Hakim.

Perhatian Presiden Jokowi terhadap UMKM, tambah Arif, juga sangat besar, sekitar sebulan yang lalu presiden sudah berkoordinasi dengan pemangku kebijakan bidang pembiayaan, supaya proporsi pembiayaan pelaku usaha mikro dan kecil bisa ditingkatkan hingga 30% di akhir 2024. Ini membutuhkan semangat dari semua pihak untuk mengakses pembiayaan tersebut.

Untuk itu diperlukan sinergi untuk transformasi dari pelaku usaha informal ke formal. Ini dilakukan supaya UMKM tersebut bisa mengakses fasilitas dari pemerintah maupun dari lembaga pembiayaan lain.

“Tahun 2021 ini pemerintah daerah supaya fokus mengawal transformasi pelaku UMKM dari informal ke formal,” pinta Arif Rahman.

Sebelumnya Wakil Walikota Tangerang Selatan (Tangsel) Pilar Saga Ichsan pada kesempatan itu mengungkapkan, Pemkot Tangsel sangat berkomitmen terhadap pengembangan UMKM yang sangat potensial. Ia minta KemenkopUKM untuk selalu membimbing UMKM Tangsel supaya kualitasnya baik. Bimbingan itu terkait permodalan, perizinan dan akses pasar.

Sebagai penyangga Ibukota, kota perdagangan dan jasa,
UMKM Tangsel memiliki potensi yang sangat besar, karenanya perlu dijaga dan dikembangkan serta dibina pertumbuhannya, agar produk UMKM meningkat dan memiliki daya saing yang tinggi.

“UMKM Tangsel memiliki custom atau konsumen yang sangat strategis, sehingga kualitas UMKM perlu didorong lebih baik, agar usahaya naik kelas dan dapat mengakses pasar yang lebih luas,” harap Pilar Saga.

Ia-pun mimiliki program 1 koperasi 1.000 UMKM. Namun ia berpesan para UMKM yang sudah maju untuk membesarkan koperasi.

Sementara Ketua Pembina Koperasi PKK Tangsel Tini Indrayanti Benyamin mengungkapkan, PKK Tangsel ingin merintis dapur Tangsel di tujuh Kecamatan sebagai tempat mengolah sesuatu dari bahan mentah atau setengah jadi menjadi matang. Ia berharap program ini akan bermanfaat bagi UMKM Tangsel.

Hadir para pembicara antara lain dari Mercy corps for Indonesia Sania P Rahmadani, Staf Ahli Menteri bidang Hubungan Antar Lembaga Luhur Pradjanto, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Tangerang Selatan Deden Deni dan lain-lain. Acara juga dihadiri oleh para pelaku UMKM dari berbagai daerah di Indonesia melalui zoom meeting.(Jef)

SesmenkopUKM: PP 7/2021 Untuk Menyatukan Aturan Bagi KUMKM di Banyak Sektor

Jakarta:(Globalnews.id)- Presiden Republik Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang bertujuan menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia secara merata di seluruh wilayah Indonesia.

Selaras dengan hal tersebut, pada 2 Februari 2021 pemerintah juga telah menyelesaikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dimaksud.

Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Arif Rahman Hakim menekankan bahwa tujuan yang akan dicapai dalam muatan PP tersebut salah satunya yakni menyatukan pengaturan koperasi dan UMKM yang tersebar di berbagai sektor.

“Agenda sosialisasi ini, kami harapkan dapat menjadi langkah dalam rangka mendukung pengembangan dan pembinaan koperasi dan UMKM di Indonesia. Khususnya, dalam hal pemahaman regulasi,” jelas Arif.

Arif menambahkan, program-program yang akan dilaksanakan sebagai target implementasi PP tersebut, antara lain kemudahan pembentukan koperasi, menjadikan koperasi sebagai lembaga ekonomi utama pilihan masyarakat, hingga penyusunan basis data tunggal UMKM.

“Target lainnya adalah alokasi pengadaan barang/jasa pemerintah, perizinan tunggal, alokasi tempat promosi dan pengembangan usaha pada infrastruktur publik, hingga layanan bantuan dan pendampingan hukum,” papar Arif.

Arif juga berharap dengan diterbitkannya PP Nomor 7 Tahun 2021 ini dapat memberikan dukungan bagi pelaku koperasi dan UMKM dalam rangka menjalankan kegiatan berusahanya.

Hal ini tentunya merupakan upaya pemerintah dalam rangka mendukung pengembangan Koperasi Modern, UMKM untuk naik kelas, serta mewujudkan koperasi dan UMKM Indonesia yang maju, mandiri, dan berdaya saing serta berkontribusi dalam perekonomian nasional.

Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi menambahkan, ada beberapa hal penting yang terkandung PP tersebut, dalam hal pengembangan koperasi. Misalnya, pendirian koperasi cukup sembilan orang. “Tapi, tak berarti kita ingin mendorong sebanyak-banyaknya koperasi,” ucap Zabadi.

Selain itu, KemenkopUKM juga sedang menyiapkan regulasi merger koperasi. “Bergabung supaya kuat, efisien, dan memiliki kapasitas besar. Milenial startup pun bisa mulai usaha dengan konsolidasi usaha,” tukas Zabadi.

Tak hanya itu, pembentukan laporan manajemen koperasi juga bisa dilakukan secara virtual. “PP ini merupakan kebijakan pelindungan bagi koperasi dan UMKM secara jelas. Bahkan, pemberdayaan bidang-bidang tertentu hanya boleh dijalankan oleh koperasi. Misalnya, di pelabuhan, dimana tenaga bongkar muat harus koperasi,” ulas Zabadi.

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Utama Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Setya Budi Arijanta mengungkapkan bahwa program Bela Pengadaan bagi koperasi dan UMKM sesuai Peraturan Presiden (Perpres) No.12/2021 tinggal menunggu penomoran di Kemenkumham. “Semula paket untuk UMKM Rp2,5 miliar, naik menjadi Rp15 miliar,” kata Setya.

“Tahun ini, ada Rp600 triliun potensi pengadaan barang. Minimal 40 persen bagi koperasi dan UMKM. Yang tak mentaati, keluarnya aturan ini akan dikenakan sanksi,” pungkas Setya.(Jef)

PP Nomor 7/2021 Terbit, Koperasi dan UMKM Mendapat Banyak Kemudahan

Jakarta:(Globalnews.id) – Kementerian Koperasi dan UKM menyatakan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM telah resmi diundangkan. Peraturan Pemerintah tersebut merupakan peraturan pelaksana dari UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

“Pada UU Cipta Kerja, Koperasi dan UMKM mendapatkan porsi yang signifikan dan diharapkan pengaturan tersebut dapat memberikan kepastian usaha dan pengembangan usaha bagi Koperasi dan UMKM,” kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dalam keterangannya, Selasa (23/2/2021).

Salah satu prioritas KemenkopUKM yang akan dilakukan melalui PP adalah penyusunan basis data tunggal usaha mikro, kecil, dan menengah yang akurat.

“Penyusunan data tunggal ini akan bekerja sama dengan BPS untuk melakukan sensus, tidak untuk menghitung jumlah tapi untuk mendapatkan data UMKM berdasarkan by name by address,” kata Teten.

Selain itu, PP juga mengatur tentang pengalokasian 30 persen area infrastruktur publik bagi koperasi dan UMKM.  Mengenai poin ini, Ia mengatakan KemenkopUKM akan bekerja sama lintas kementerian/lembaga karena pengelolaannya di luar KemenkopUKM dan akan dituangkan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB).

MenkopUKM mengharapkan masuknya koperasi dan UMKM ke infrastruktur publik seperti bandara, rest area, dan stasiun kereta api akan meningkatkan daya saing dan omzet pelaku UMKM.

“Misalnya, UMKM yang masuk ke bandara akan melalui kurasi sehingga bersaing dengan produk-produk lain yang dipamerkan di sana,” kata Teten. 

MenkopUKM juga menekankan pelaksanaan pelatihan kewirausahaan yang lebih mengedepankan sistem inkubasi. Model pelatihan on off akan ditinggalkan dan pelatihan akan membentuk pelaku usaha yang mampu mengawal pembentukan wirausaha pemula.

“Melalui PP ini, pemerintah bukan hanya regulator, tetapi pendamping, motivator, dan partner bagi calon wirausaha pemula,” tegasnya.

Teten menegaskan akan mengawal pelaksanaan PP ini sehingga terealisasi dengan tepat. Menurut Teten, PP masih memerlukan aturan pelaksana lainnya seperti keputusan menteri atau surat keputusan bersama (SKB) dengan berbagai K/L. Kerja sama dengan semua pihak, termasuk K/L dan pemerintah daerah akan ditindaklanjuti untuk memastikan PP berjalan dengan baik. 

“PP ini tidak punya kaki, kita yang akan mengawal dan aktif melaksanakan serta  memantau pelaksanaannya sehingga PP berdampak terhadap perkembangan koperasi dan UMKM,” kata MenkopUKM.

Teten juga menegaskan prioritas lain KemenkopUKM adalah kemitraan usaha antara Koperasi dan UMK dengan usaha menengah dan besar dalam rantai pasok. Selama ini, kemitraan dengan UMKM yang terjadi di hilir sana akan didorong kemitraan mulai dari hulu.

”Contohnya ekspor pisang ke AS dan Eropa sulit karena harus ada 21 sertifikasi yang harus dipenuhi di negara tujuan. Hal ini seharusnya bisa diatasi jika ada agregator sebagai pelaku ekspor. Dengan demikian pelaku UKM tidak harus terkendala dengan kesulitan mengadakan 21 sertifikasi,” kata Teten.

Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Arif Rahman Hakim mengatakan poin-poin yang diatur dalam PP No. 7 Tahun 2021 sudah mengatur semua yang menjadi cakupan klaster koperasi dan UMKM dalam UU Cipta Kerja.

PP No. 7 Tahun 2021 ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada  3 Februari 2021. Secara keseluruhan, PP berisi 10 Bab yang terdiri dari 143 Pasal. Dengan ditetapkannya PP ini, pemberian kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan bagi Koperasi dan UKM dapat lebih optimal, komprehensif dan dapat terkoordinasi dengan baik. PP diharapkan mendorong Koperasi dan UMKM dapat tangguh dan kuat serta dapat menjadi tulang punggung perkonomian Indonesia.(Jef)

KemenkopUKM Gelar Sosialisasi RPP Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM

PALEMBANG::(Globalnews.id)- Kementerian Koperasi dan UKM , menggelar acara Sosialisasi Rancangan Peraturan Pemerintah Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM Pelembang, Rabu (16/12/2020). Tampil sebagai narasumber Staf Khusus Menteri Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Fiki Satari dani Plt.Asisten Deputi Peraturan Perundang-Undangan KemenkopUKM Hendra Saragih.

“Sosialisasi ini selain menjelaskan pokok-pokok UU Cipta Kerja khususnya kluster Koperasi dan UMKM,, juga menggali masukan dari seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan terutama pelaku usaha, asosiasi usaha, praktisi, akademisi, pemerintah daerah, dan seluruh komponen masyarakat lainnya dalam rangka penyusunan semua peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja,” ujar Staf Khusus Menteri Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Fiki Satari.

Selain itu tambah Fiki, sosialisasi ini diperlukan karena masih ada misinformasi yang belum dipahami publik khususnya terkait kluster koperasi dan UMKM. Padahal kalau UU Ciptaker ini dibaca betul, koperasi dan UMKM mendaoatkan banyak sekali kemudahan dan fasilitasi untuk berkembang. ” Sebagai pelaku usaha selama 25 tahun saya juga melihat hal terkait kluster koperasi dan UMKM semua relevan,” kata Fiki yang juga seorang dosen itu.

Fiki memaparkan, berbicara tentang UMKM sebenarnya adalah membicarakan tentang kita atau sebagian besar masyarakat Indonesia. pasalnya UMKM merupakan 99,9 persen dari jumlah pelaku usaha, 99, 7 persen pelaku usaha adalah UMKM dan memberikan kontribusi PDB sebesar 60, 23 persen.

“Masalahnya kan gap nya terlalau lebar dimana ada 0,01 persen usaha besar yang menguasai nyaris 40 persen kue nasional. Sementara ada saha mikro yang jumlahnya 63,8 juta merupakan pelaku usaha subsisten ekonomi atau ekonomi informal,” katanya.

” Disinilah RUU Ciptaker diluncurkan agar mampu menaikkelaskan UMKM agar kesenjangan itu semakin menyempit. Kita
harus dorong agar proses bisnis UMKM lebih baik. Ini yang menjadi concern kami dalam menyusun mulai dfrat sampai UU dan sekarang diturunkan dalam RPP,” ” tambah Fiki.

Sembilan Manfaat

Pada kesempatan yang sama Plt Asdep Perundang Undangan KemenkopUKM Hendra Saragih mengatakan, ada sembilan manfaat positif yang bakal diraup sektor Koperasi dan UMKM atas implementasi UU Cipta Kerja ini.

“Melalui UU Cipta Kerja pemerintah memberi kemudahan berusaha, perlindungan dan pemberdayaan. Ada 9 kemudahan yang akan diberikan,” tuturnya.

Pertama, izin tunggal bagi UMKM sehingga, pelaku UMKM kini hanya cukup mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB). “NIB berlaku untuk semua kegiatan usaha (UMKM) mulai izin usaha, izin edar, standar nasional Indonesia (SNI), hingga sertifikasi produk halal,” paparnya.

Kedua, ketentuan insentif oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah bagi perusahaan besar yang bermitra dengan UMKM. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya persaingan bisnis.

Ketiga, pengelolaan terpadu UMKM melalui sinergi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan stakeholders terkait pendampingan berupa dukungan manajemen, SDM, anggaran dan penyediaan prasarana dan sarana. Keempat, kemudahan pembiayaan dan intensif fiskal. Di antaranya penyederhanaan administrasi perpajakan, pengajuan izin usaha tanpa biaya, insentif pajak penghasilan, dan insentif kepabeanan bagi UMKM ekspor.

Kelima, adanya dana alokasi khusus (DAK) dari pemerintah untuk pengembangan UMKM. Keenam, bantuan dan perlindungan hukum untuk menjaga kelangsungan bisnis UMKM.

Ketujuh, prioritas produk UMKM dalam kegiatan belanja barang dan pengadaan jasa pemerintah.”Ketentuannya minimal menyerap 40 persen produk UMKM,” jelas dia. Kedelapan, pola kemitraan UMKM. Rest area, stasiun, terminal, pelabuhan, hingga bandara wajib menyediakan tempat promosi dan penjualan bagi UMKM melalui pola kemitraan. “Alokasi lahan pada infrastruktur publik paling sedikit 30 persen dari luas total lahan area komersial,” terangnya.

Kesembilan, kemudahan bagi koperasi. Yakni, pendirian koperasi primer kini cukup dengan no minimal 9 orang anggota, rapat anggota tahunan bisa dilakukan secara daring atau luring, dan koperasi bisa usaha syariah.

UMKM Sambut Antusias

Salah satu pelaku UMKM di Palembang, Yenny Anggraini pemilik pempek merek Cek Molek menyambut baik adanya sosialisasi RPP Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM ini.

” UU Cipta Kerja ini sangat banyak membantu UMKM dan Koperasi misalnya dalam hal perizinan dan legalitas perlindungan hukum. Disana semua dipermudah dan sangat komplit mudah mudahan PP nya segera disahkan dan diimplementasikan sehingga UMKM tebantu,” kata Yenni yang juga Ketua Asosiasi Pempek Palembang itu.

Ia menambahkan dari UU Ciptaker banyak hal yang bisa ia implementasikan untuk usahanya, misalnya dengan pendaftaran usaha melalui sistem online. ” Saya sekarang sudah punya NIB dan bisa memasarkan pempek ke seluruh daerah. Apalagi di masa pandemi ini
yang merubah atau menambah konsep penjualannya menjadi online dan memperbanyak reseler. saya udah buka reseller di 13 kota di Sumatra dan Jawa diantaranya di Jakarta, Bandung, Bogor Jogja dan sebentar lagi di Surabaya,” pungkasnya. (Jef)

UU Ciptaker Merupakan Terobosan Hukum Bagi Kemudahan dan Perlindungan KUMKM

Samarinda:(Globalnews.id) – Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi mengungkapkan bahwa dalam perspektif koperasi dan UMKM, UU Nomor 11 tahun 2020 Cipta Kerja adalah terobosan hukum untuk memberikan kemudahan, pemberdayaaan dan perlindungan bagi koperasi dan UMKM.

“Paling sedikit terdapat sembilan kemudahan bagi koperasi dan UMKM,” kata Zabadi, pada acara Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja Sektor Perizinan Berusaha Berbasis Resiko, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, di Samarinda, Kalimantan Timur, kemarin.

Di acara yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Perekonomian itu, Zabadi mengatakan, izin tunggal bagi usaha mikro kecil (UMK), yakni pemberian Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui perizinan berusaha secara elektronik, UMK secara otomotis memperoleh izin usaha, izin edar, SNI dan sertifikasi halal,

“Itu perintah afirmatif kepada pemerintah pusat dan daerah untuk memberi insentif dan kemudahan bagi usaha besar dan menengah yang bermitra dengan UMK,” kata Zabadi.

Begitu juga dengan pengelolaan terpadu UMK. Dalam hal ini akan dikembangkan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah serta steakholder agar pengembangan UMK lebih terpadu dan sistematik, sehingga dapat mendorong UMK naik kelas.

Di samping itu, lanjut Zabadi, UU memberikan pendampingan manajemen, SDM, anggaran serta sarana dan praarana yang diperlukan bagi UMK dalam pengembangan usahanya. “Dalam hal ini termasuk fasilitasi lokasi, sertifikasi, promosi dan pemasarannya,” ujar Zabadi.

Berikutnya adalah kemudahan pembiayaan dan insentif fiskal. Menurut Zabadi, berbagai skema pembiayaan untuk memperluas akses pembiayaan akan terus dikembangkan.

Tidak saja KUR yang sudah cukup lama dijalankan pemerintah, skema pembiayaan non bank juga akan menjadi alternatif seperti modal ventura dan pola tanggung renteng yang telah dikembangkan di berbagai koperasi. “Termasuk, insentif pajak dan kepabeaan untuk mendorong UMK ekspor,” kata Zabadi.

Lebih lanjut, Zabadi menjelaskan, kemudahan-kemudahan berikutnya, yaitu pemerintah memberikan prioritas Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk mendukung pengembangan UMK.

Bahkan, ada bantuan dan perlindungan hukum UMK. Pemerintah melalui KemenkopUKM menyediakan advokasi dan bantuan hukum bagi UMK yang memerlukannya. “Upaya ini sekaligus sebagai wujud perlindungan hukum bagi UMK,” tandas Zabadi.

Kemudian, produk UMK diprioritaskan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Setidaknya 40% pengadaan barang dan jasa pemerintah harus menyerap produk UMK;

Terkait kemitraan UMK, sebagai upaya fasilitasi dan promosi produk UMK, maka rest area, stasiun dan bandara wajib menyediakan alokasi space minimal 30% dari total luas lahan area komersialnya,

“Tak lupa, kemudahan untuk koperasi, antara lain pembentukan koperasi primer minimal sembilan orang, Rapat Anggota dapat dilakukan secara daring dan luring, koperasi bisa usaha dengan pola syariah, dan buku daftar anggota berbentuk tertulis/elekronik,” papar Zabadi.

Substansi RPP

Dalam kesempatan tersebut, Zabadi juga menyampaikan subtansi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) UU Cipta Kerja tentang Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan KUMKM.

RPP ini terbagi dalam beberapa isu strategis. Yaitu, terkait koperasi 6 isu, meliputi pendirian koperasi primer oleh 9 orang, pengaturan pelaporan secara elektronik, pemulihan usaha koperasi dan bidang usaha yang diprioritaskan, pengaturan Rapat Anggota secara online/daring, usaha koperasi berasarkan prinsip syariah dan pengaturan sinergitas pusat dan daerah, termasuk alokasi anggaran dalam meningkatkan akselerasi pemberdayaan koperasi.

Lebih lanjut yang terkait dengan UMKM, disamping ada 9 kemudahan, Zabadi juga menambahkan isu-isu lain diatur dalam RPP adalah fasilitasi HAKI melalui penyederhanaan proses dan keringanan/pembebasan biaya dan pengembangan biaya dan pengembangan inkubator bisnis bagi usaha mikro kecil yang secara kelembagaan akan dibentuk di Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Diharapkan minimal di tingkat provinsi menyiapkan 50 peserta inkubasi (tenant) dan 20 peserta inkubasi (tenant) di Kabupaten/Kota.

Zabadi menegaskan, berbagai kemudahan yang telah diatur dalam UU Cipta Kerja dan RPP tentang kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan KUMKM sebagai sebuah momentum untuk koperasi modern dan UMKM naik kelas.

“Yang terintegrasi dalam global value chains, yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi nasional,” pungkas Zabadi.(Jef)

SeskemenkopUKM: UU Ciptaker Ciptakan Ruang Tumbuhnya Usaha Mandiri di Masyarakat Khususnya UMKM

Denpasar:(Globalnews.id) – Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Prof Rully Indrawan menjelaskan bahwa pada dasarnya kehadiran UU Cipta Kerja adalah untuk menambah investasi untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Indonesia.

“Di satu sisi, UU Ciptaker memberikan ruang dan kesempatan yang luas bagi berkembangnya usaha-usaha mandiri di tengah masyarakat. Yaitu, UMKM,” tandas Prof Rully, pada acara Serap Aspirasi Implementasi UU Ciptaker, di Kota Denpasar, Bali, Jumat (27/11).

Prof Rully mengakui, UU Ciptaker khususnya kluster KUMKM memang tidak banyak menimbulkan gejolak di masyarakat. Pasalnya, pihaknya sudah lama mengusahakan banyak hal yang ada di dalam UU tersebut. “Salah satunya, kemudahan perijinan usaha,” ucap Prof Rully.

Meski begitu, Prof Rully mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak ‘Gebyah-Uyah’ bahwa seluruh isi UU Ciptaker buruk, termasuk kluster KUMKM. “Ini pemikiran keliru,” tegas Prof Rully.

Oleh karena itu, Prof Rully berharap, nantinya PP yang ada, khususnya dalam kluster KUMKM, mampu mengakomodir seluruh kepentingan stakeholder.

Dalam pembahasan koperasi, misalnya, Prof Rully menunjuk bahwa keberadaan UU Nomor 25 Tahun 1992, sudah tidak relevan lagi pada kondisi sekarang ini. “Setidaknya, UU Ciptaker bisa menjadi jalan keluar dalam revitalisasi koperasi,” kata Prof Rully.

Selain itu, syarat untuk mendirikan koperasi menjadi mudah. Yaitu, hanya minimal sembilan orang saja sudah bisa mendirikan koperasi. “Namun, khusus untuk KSP, jumlah anggota harus terus meningkat. Jangan sembilan orang terus,” jelas Prof Rully.

Hal itu untuk mengantisipasi adanya penumpang gelap, yaitu anggota yang hanya ingin menjadi pendiri tapi tidak berpartisipasi apa-apa. “Saat ini, juga dibolehkan rapat anggota melalui daring. Bayangkan, ada koperasi yang anggotanya sudah ratusan ribu orang. Bila harus rapat anggota, tidak mungkin bisa dikumpulkan semua,” papar Prof Rully.

Yang pasti, lanjut Prof Rully, dalam UU juga diatur mengenai kemajuan teknologi yang akan dioptimalkan dalam kemudahan berkoperasi.

Begitu juga dengan pengembangan UMKM, yang dalam UU Ciptaker tertuang yang namanya inkubasi bisnis. “Di poin itu, UU mengajak keterlibatan dari kalangan kampus dan asosiasi,” pungkas Prof Rully.(Jef)

INSA : UU Cipta Kerja Belum Jawab Masalah Pelayaran

Jakarta(Globalnews.id)- Undang-Undang
tahun 2008 tentang Pelayaran
termasuk salah satu UU yang
direvisi Pemerintah melalui
pengesahan Rancangan Undang￾Undang tentang Cipta Kerja atauOmnibus Law.

Di dalam RUU Cipta Kerja yang
sudah diketok oleh Parlemen dan
ditandatangani menjadi UU No.11
tahun 2020 tersebut, setidaknya
terdapat 60 lebih pasal UU
Pelayaran tahun 2008 yang direvisi.
Pasal sebanyak itu, ada yang
diubah, ditambah dan sebagian ada
yang dihapus.

Indonesian National Shipowners
Association (INSA) pun angkat bicara
tentang hasil revisi UU Pelayaran
tersebut melalui UU Omnibus Law.
Meskipun belum gembira dengan
hasil revisi, akan tetapi Indonesian
National Shipowners Association
tetap mengapresiasinya.

“Kami mengapresiasi karena
beberapa pasal di dalam UU
Pelayaran telah direvisi menjadi
lebih pro terhadap investasi dan
pengembangan usaha angkutan
laut dalam negeri, misalnya tentang
sanksi,” kata Ketua Umum
Indonesian National Shipowners
Association Sugiman Layanto di Jakarta kemarin.

Meskipun demikian, katanya, ada
beberapa pasal yang juga berpotensi merugikan industri pelayaran nasional, salah satunya adalah adanya pasal yang
mengakomodasi keberadaan perusahaan asing, kapalberbendera asing dan awak kapalasing untuk beroperasi di perairan
dalam negeri.

Di dalam RUU Cipta Kerja, katanya,
kapal asing dapat melakukankegiatan lain yang tidak termasuk kegiatan mengangkut penumpang dan/atau barang dalam kegiatan
angkutan laut dalam negeri di perairan Indonesia sepanjang kapal berbendera Indonesia belum tersedia. “Kami kurang gembira dengan pasal ini,” katanya.

Dia menjelaskan secara umum UU Omibus Law belum menjawab permasalahan yang dihadapipelayaran yang selama ini
dikeluhkan yakni tentang adanyatumpang tindih kewenangan di dalam penegakan hukum di laut.

Menurut dia, dengan jumlah kapal niaga nasional yang mencapai 27.567 unit yang dioperasikan oleh sekitar 3.612 perusahaan, baik SIUPAL maupun SIOPSUS,
masalah penegakan hukum di laut
dalam rangka memberikan rasa aman kepada kegiatan angkutanlaut menjadi tantangan Pemerintah untuk mewujudkannya.

Pihaknya sejauh ini telah melakukan analisa mengenai masalah yang terjadi di dalam proses penegakan hukum di laut
dan menemukan sejumlah masalah antara lain adanya tumpang tindih
kewenangan di dalam pemeriksaan
/penyidikan serta banyaknya instansi yang terlibat dalam proses pemeriksaan.

Saat ini, setidaknya terdapat 13
Undang-Undang yang memberikan
otorisasi terhadap kegiatan penegakan hukum di laut denganmelibatkan 13 kelembagaan. “Sejak awal kami mengharapkan Omnibus Law menyasar masalahini karena penyederhanaan
penegakan hukum di laut sangat
urgent,” ujarnya.

Dia menjelaskan masalah tumpang tindih kewenangan di dalam penegakan hukum di laut telahdibahas dalam Rapat Umum
Anggota (RUA) Indonesian National
Shipowners’ Association tahun
2019.

Dalam rapat tersebut, para anggota
Indonesian National Shipowners’ Association menyepakatinya
menjadi program kerja dan mendo￾rong penyelesaiannya melalui RUU Omnibus Law. Namun, hingga RUU Cipta Kerja disahkan, masalah penegakan hukum di laut tidak
masuk di dalamnya.

Sementara itu, Koordinator Indonesian Cabotage Advocation Forum ( INCAFO) Fakultas Teknik Universitas Indonesia Idris Sikumbang menilai UU Cipta Kerja telah memperlemahsemangat azas cabotage yang merupakan modal dan kunci utama
bagi Indonesia untuk mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim
Dunia.

Pelemahan itu terjadi setelah adanya
pasal 14-A, pasal tambahan yang
esensinya sangat tidak sejalan dengan azas cabotage, termasuk dengan judulnya yakni untuk membuka lapangan kerja bagi
bangsa Indonesia. Sebab, pasal
tersebut justru memberikan lapangan
pekerjaan bagi asing.

Oleh karena itu, katanya, INCAFO
menyerukan kepada Pemerintah
untuk memperbaiki RUU Cipta Kerja
dengan cara menghapus pasal 14-A
di dalam UU No 17 tahun 2008
tentang Pelayaran.(Jef)