Arsip Tag: RUU PPSK

KemenKopUKM: UU P2SK Berikan Keleluasan Berbisnis bagi Koperasi di Sektor Jasa Keuangan

Jakarta:(Globalnews.id)- Setelah disahkannya UU Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), koperasi dapat bergerak bebas menjalankan usahanya di seluruh sektor jasa keuangan sehingga hal ini menjadi angin segar untuk koperasi dalam mengembangkan bisnisnya.

Hal tersebut diungkapkan Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) Ahmad Zabadi melalui keterangan resminya di Jakarta, Jumat (07/7).

Dengan hadirnya UU P2SK, koperasi bisa menjalankan usaha di berbagai sektor jasa keuangan, mulai dari perbankan, asuransi, pasar modal, hingga kegiatan usaha lainnya yang belum diatur atau sudah diatur dalam UU mengenai jasa keuangan.

“Kalau koperasi memiliki kemampuan untuk mendirikan bank dengan badan hukum koperasi ini sudah bisa, mendirikan perusahaan asuransi sudah bisa, dan usaha yang bergerak di pasar modal juga bisa. Jadi tidak ada batasan, koperasi sudah bisa dipastikan memiliki kesempatan yang sama dengan badan usaha lainnya,” kata Zabadi.

Namun demikian, Ahmad Zabadi mengatakan, terdapat empat hal yang menjadi fokus utama dalam mengimplementasikan UU P2SK yang hingga saat ini sudah dijalankan.

“Yang pertama agenda penguatan pengawasan eksisting, yang kedua terkait ketentuan peralihan UU P2SK yakni verifikasi usaha simpan pinjam koperasi, ketiga pengembangan sistem pengawasan terpadu sebagai embiro dari Otoritas Pengawas Koperasi (OPK) yang dirumuskan dalam RUU Perkoperasian, dan terakhir yakni terbentuknya OPK itu sendiri,” ujar Zabadi.

KemenkopUKM juga memiliki waktu paling lambat dua tahun untuk melakukan penilaian kepada seluruh koperasi yang ada. Hal ini bertujuan untuk mengklasifikasikan mana koperasi yang bergerak di sektor jasa keuangan dan koperasi yang hanya melayani anggotanya.

“Jadi untuk koperasi yang hanya melayani anggota dan melakukan simpan pinjam akan tetap ada di bawah pengawasan KemenkopUKM. Dan untuk koperasi yang melayani di luar anggota akan diawasi oleh lembaga terkait seperti OJK,” ucap Zabadi.

Sebagai tindak lanjut adanya UU P2SK, KemenKopUKM juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM (PeremenkopUKM) nomor 8 tahun 2023 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi yang mulai berlaku pada 27 Juni 2023.

“Hadirnya Peraturan ini untuk mengakomodir kebutuhan hukum di kalangan masyarakat dan anggota koperasi. Dengan harapan, dapat mendorong terciptanya tata kelola koperasi yang baik dan professional sehingga dapat memajukan koperasi dan anggotanya, kata Zabadi.

Senada dengan itu, Tenaga Ahli Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Agung Nur Fajar yang turut hadir sebagai narasumber pada acara Seri Webinar Dalam Rangka Peringatan Hari Koperasi ke-76 dengan tema “Koperasi Pasca Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2023 P2SK menambahkan, disahkannya UU P2SK memposisikan usaha simpan pinjam koperasi, sebagai bagian integral dari industri keuangan nasional.

“Usaha simpan pinjam koperasi, diperlakukan sebagai sektor keuangan formal, karena sebelumnya terkesan dipinggirkan dan tak terurus. Sekarang melalui UU P2SK koperasi menjadi sektor keuangan formal, ini membuka ruang pengembangan usaha kedepan,” ujar Agung Nur Fajar.

Agung juga menambahkan, koperasi dapat dengan leluasa memilih sifat usahanya, apakah tertutup _(close loop)_ ataupun terbuka _(open loop)._

“Dalam UU P2SK koperasi diberikan keleluasan untuk memilih, mau memilih _close loop_ dari oleh dan untuk anggota maka kegiatanya usaha simpan pinjamnya diawasi oleh KemenKopUKM, ataupun _open loop_ (melayani non anggota) yang kegiatan usahanya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan,” kata Agung.(Jef)

KemenKopUKM Pastikan Pemberdayaan dan Pelindungan Koperasi Diatur dalam RUU Perkoperasian

Jakarta:(Globalnews.id)- Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) Ahmad Zabadi memastikan pemberdayaan dan pelindungan koperasi diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian yang baru.

Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi dalam pertemuan pembahasan RUU Perkoperasian lintas pelaku, dan Harmonisasi Permen TKBM lintas Kementerian/Lembaga di Bekasi, Sabtu (14/1/2023) menyatakan KemenKopUKM membuka peran aktif dari seluruh pemangku kepentingan dalam merumuskan dan membahas naskah akademik dan RUU Perkoperasian.

“Pemerintah mengharapkan RUU ini menjadi milik masyarakat Indonesia, dan menjadi konsensus bersama untuk membangun koperasi Indonesia pada masa mendatang,” kata Zabadi.

Zabadi menjelaskan bahwa Pemerintah dan DPR-RI dalam pembahasan UU Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) mendorong agar pengaturan pemberdayaan, perizinan, dan pengawasan usaha koperasi diatur dalam RUU Perkoperasian.

Menurut dia, hal ini merupakan bentuk kepercayaan pemerintah dan DPR akan kemandirian dan jati diri koperasi, sehingga kurang tepat jika ada pihak yang meminta bantalan perlindungan koperasi diatur dalam UU P2SK, karena semua bentuk pemberdayaan dan pelindungan koperasi akan diatur dalam RUU Perkoperasian.

“RUU Perkoperasian mengatur upaya pemberdayaan dan pelindungan usaha koperasi dengan mengembangkan ekosistem koperasi, sehingga pengembangan usaha koperasi dilakukan secara terstruktur dan berkelanjutan,” katanya.

Di dalamnya seperti pembentukan OPK, Apex, LPS, dan Komite Penyehatan Koperasi untuk memberikan bantalan bagi usaha simpan pinjam koperasi dalam menghadapi krisis keuangan.

RUU Perkoperasian juga menegaskan bahwa setiap Kementerian/Lembaga/dinas memiliki tugas dan kewenangan untuk mengatur pemberdayaan, perizinan, dan pengawasan usaha koperasi sesuai dengan tugas dan kewenangannya pada lapangan usaha yang bersangkutan.

Dengan begitu pembinaan koperasi pada masa mendatang menjadi lebih masif, terstruktur, dan dilakukan oleh lintas Kementerian/Lembaga/dinas, baik di tataran pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

“Jadi RUU Perkoperasian ini harus dijadikan momentum untuk kebangkitan koperasi menjadi salah satu pilar utama perekonomian daerah dan nasional,” katanya.

Zabadi menambahkan KemenKopUKM diberikan kepercayaan dan kehormatan oleh pemerintah dan DPR untuk mengatur koperasi dalam undang-undang Perkoperasian, sehingga Koperasi tidak banyak diatur dalam UU P2SK.

UU P2SK harus dipandang sebagai ‘bottom line’ pengaturan usaha simpan pinjam koperasi, dan bentuk pengakuan negara bahwa koperasi sebagai salah satu pelaku utama dalam sektor keuangan nasional, yang membuka akses usaha koperasi di hampir semua sektor keuangan (Pasal 202).

UU P2SK juga menjadikan OJK sebagai mitra strategis bagi KemenKopUKM dalam pengembangan dan pengawasan usaha simpan pinjam yang melayani masyarakat bukan anggota (open loop).

Hal senada disampaikan Profesor Gunawan Sumodiningrat, Guru Besar Fakultas Ekonomi UGM, yang juga sebagai Tim KemenKopUKM dalam FGD Pembahasan RUU Perkoperasian oleh FORKOPI di Yogyakarta beberapa waktu lalu.

Gunawan mengingatkan gerakan koperasi untuk merapatkan barisan agar bersama-sama merumuskan RUU Perkoperasian ini menjadi norma pengaturan perkoperasian sesuai tantangan zaman.

“Koperasi perlu memanfaatkan UU P2SK dan RUU Perkoperasian sebagai momentum untuk membangkitkan minat masyarakat untuk berkoperasi dan mengembangkan usaha simpan pinjam Koperasi yang sehat, kuat, tangguh, dan mandiri,” katanya.

Sementara itu, Andi Arslan, Ketua FORKOPI mengajak seluruh komponen gerakan koperasi untuk aktif memberikan kontribusi dalam perumusan dan pembahasan RUU Perkoperasian, agar hasilnya kelak sesuai dengan aspirasi gerakan koperasi.

“FORKOPI menyatakan pemerintah telah mendengar aspirasi gerakan koperasi dalam pembahasan RUU P2SK, sehingga kita harus menjaga jati diri koperasi dalam pengembangan usaha simpan pinjam koperasi ke depannya. Selanjutnya mari bersama-sama kita kawal pembahasan RUU Perkoperasian,” ucap Andi.(Jef)

KemenkopUKM Terima Pengunjuk Rasa yang Menolak Koperasi diawasi OJK

Jakarta:(Globalnews.id)- Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (SesmenkopUKM) Arif Rahman Hakim menegaskan KemenKopUKM membuka dan siap menyerap aspirasi publik seluas-luasnya dari seluruh elemen masyarakat dan gerakan koperasi demi terwujudnya regulasi atau produk perundang-undangan koperasi yang ideal dan semakin baik termasuk model bisnis dan sistem pengawasan agar koperasi semakin maju dan dipercaya masyarakat.

Hal itu disampaikan SesmenkopUKM Arif Rahman Hakim saat menerima aspirasi sejumlah pengunjuk rasa yang menuntut adanya pengaturan koperasi pada Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) di Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) beberapa waktu yang lalu.

Arif menjelaskan, Kementerian Koperasi dan UKM menampung dan menyetujui kelima tuntutan yang disampaikan oleh pengunjuk rasa.

Adapun tuntutan tersebut yakni pertama, terkait pengaturan perihal tata kelola usaha sektor keuangan koperasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagaimana diatur di dalam RUU PPSK agar dicabut dan ditiadakan.

“Terkait dengan tuntutan pertama, hal tersebut sudah sejalan dengan hasil pembahasan bersama Komisi XI agar pengaturan terkait Koperasi Simpan Pinjam (KSP) akan diarahkan ke RUU Perkoperasian,” ujar Arif.

Tuntutan selanjutnya terkait pengaturan tata kelola usaha sektor keuangan yang dilakukan oleh koperasi dikembalikan kepada Undang-Undang Perkoperasian, kemudian terkait pengaturan semua lembaga jasa keuangan termasuk lembaga keuangan mikro yang dapat berbadan hukum koperasi atau boleh dimiliki badan hukum koperasi pada RUU PPSK juga dimintakan untuk dicabut dan ditiadakan.

“Tuntutan kedua dan ketiga tersebut juga telah diakomodir, khususnya pada tuntutan ketiga yang akan membutuhkan waktu karena substansinya akan diatur dalam RUU Perkoperasian yang saat ini masih dalam proses,” kata Arif.

Tuntutan berikutnya, adalah pengaturan usaha sektor keuangan yang saat ini sudah dilakukan oleh koperasi untuk melayani masyarakat bukan anggota diberikan kesempatan untuk tetap menjadi badan hukum koperasi.

Menanggapi tuntutan tersebut, Arif menyebutkan pihaknya membutuhkan partisipasi dari gerakan koperasi dan masyarakat agar melaporkan mana saja lembaga keuangan yang mengatasnamakan diri sebagai koperasi.

“Kami berharap dapat diberikan masukan mana saja yang bukan koperasi tapi lembaga keuangan, kemudian sesuai kesepakatan mereka akan diberikan kesempatan selama satu tahun untuk berbenah, hal ini nantinya juga akan diatur dalam RUU Perkoperasian,” kata Arif.

Sedangkan tuntutan terakhir adalah pembuatan dan penyusunan RUU Perkoperasian untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian yang saat ini sedang diproses di DPR agar melibatkan gerakan koperasi yang sehari-hari bersinggungan dengan pelaku koperasi.

“Terkait dengan tuntutan tersebut, kami sangat terbuka kepada teman-teman gerakan koperasi, bahkan sangat berterima kasih kalau teman-teman bersedia meluangkan energi dan waktu untuk turut serta membahas RUU Perkoperasian bersama-sama,” kata Arif.

Arif menegaskan, antara KemenKopUKM dan gerakan koperasi sejatinya memiliki orientasi yang sama untuk mewujudkan kemajuan koperasi di Indonesia, hanya saja kerap kali memiliki jalan masing-masing untuk mencapainya.(Jef)

MenKopUKM Usulkan Ada Kompartemen Koperasi di OJK dalam RUU PPSK

Jakarta:(Globalnews.id)-– Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengusulkan agar ada kompartemen koperasi di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) untuk memastikan pengembangan koperasi sesuai prinsip dasarnya sehingga kepentingan koperasi tetap terakomodasi.

Hal itu disampaikan MenKopUKM Teten Masduki terkait masuknya koperasi dalam sistem pengawasan Otoritas Jasa Keuangan di RUU PPSK pada kesempatan Rapat Kerja bersama Menteri Keuangan, Menteri Investasi/ Kepala BKPM, Menteri Hukum dan HAM RI dengan Komisi XI DPR RI, dengan agenda Pengantar RUU tentang PPSK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Kamis (10/11/2022).

MenKopUKM mengatakan diintegrasikannya koperasi simpan pinjam dalam seluruh sistem keuangan nasional, termasuk pengawasannya, akan mendorong kesehatan koperasi tersebut dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap koperasi. Selain itu, ada equal treatment atau perlakuan sejajar antara koperasi dan perbankan apabila ada masalah yang dapat merugikan anggotanya.

“Sekarang ada sejumlah koperasi bermasalah, menempuh penyelesaiannya lewat PKPU pada praktiknya juga sulit. Padahal, jika bank mengalami masalah, treatment jelas. Sehingga ke depan apabila ada masalah dengan koperasi treatment-nya juga akan menjadi lebih tegas,” kata MenKopUKM.

Namun, Teten menegaskan, KemenKopUKM tetap akan memastikan keberlangsungan penyelenggaraan koperasi, dalam memberikan pembiayaan kepada masyarakat dapat berjalan sebagaimana jati diri koperasi.

Sebab, kata MenKopUKM, keberadaan koperasi masih sangat dibutuhkan untuk memberikan pembiayaan kepada masyarakat terutama yang belum bankable. Kenyataannya, masih ada 30 juta UMKM yang belum bisa mengakses pembiayaan formal karena kendala kolateral.

Di sinilah kehadiran koperasi sangat diperlukan karena diharapkan mampu memberikan kemudahan pembiayaan kepada masyarakat. “Kehadiran koperasi masih dibutuhkan. Tetapi pemerintah harus melindungi masyarakat dari kegiatan usaha keuangan, di sisi lain, memang kita terus harus meningkatkan kesehatan koperasi, supaya ada tata kelola yang baik, transparan, akuntabel. Kalau ada koperasi bermasalah bisa diselesaikan seperti perbankan,” kata MenKopUKM.

Untuk itu, MenKopUKM mengatakan apabila koperasi ada di bawah pengawasan OJK seperti dalam RUU PPSK, perlu ada kompartemen khusus koperasi di OJK dengan pengaturan tertentu, sehingga prinsip-prinsip dasar koperasi dan kemudahan pembiayaan ke masyarakat tetap bisa terlaksana.

“Kami akan usulkan kompartemen khusus koperasi ini, karena koperasi simpan pinjam berbeda dengan lembaga pembiayaan lainnya. Koperasi prinsipnya dari anggota untuk anggota. Koperasi milik anggota juga. Karena itu memberi pinjaman, koperasinya milik anggota tidak terlalu ketat seperti di bank. Aspek ini yang perlu diberi penekanan,” kata MenKopUKM.

Dikemukakan Teten, jika ada kompartemen koperasi di OJK, maka akan menjadi jalan tengah agar tidak ada penolakan dari para pelaku koperasi. Sebab, kata MenkopUKM ada kekhawatiran dari pelaku koperasi jika koperasi diperlakukan seketat perbankan sehingga akan menyulitkan koperasi.

Ditegaskannya, pemerintah berkomitmen agar koperasi bisa tumbuh besar, dan tidak ada pembatasan yang menyulitkan. Namun tetap diperlukan ekosistem kelembagaan koperasi yang setara dengan perbankan.(Jef)